Directing atau pengarahan merupakan fungsi manajemen yang boleh dikatakan sebagai gabungan dari staffing dan leading. Sepertinya namanya, secara umum fungsi ini berarti melakukan pengarahan atau perintah terhadap anggota organisasi agar mereka dapat memahami dan menjalankan suatu hal yang untuk mencapai tujuan organisasi.

Saat mendengar perintah atau memerintah mungkin yang ada di benak kita adalah untuk menyuruh seseorang melakukan hal A atau hal B saja. Namun demikian, sejatinya directing tidak hanya berhenti di sana. Directing harus mampu memberikan arahan yang jelas baik dari sisi rencana, tugas, dan tujuan yang diinginkan dengan jelas dan tidak mengekang potensi yang diarahkan atau diperintahnya.

Directing berarti memberikan arahan kepada anggota organisasi agar memiliki sikap, sifat, motivasi, dan tindakan yang tepat sehingga dapat melakukan sesuatu secara maksimal. Efisiensi dan efektivitas adalah kebutuhan utamanya. Kemampuan berpikir kritis seorang anggota juga tidak boleh dikekang, karena sejatinya mereka adalah insan yang potensinya bukan hanya untuk menjalakan suatu perintah kaku saja. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa tugas-tugas kecil yang harus dilakukan seajeg mungkin juga masih akan tetap mengiringi.

Lagi pula, perintah kaku semacam itu kemungkinan besar telah mampu diotomasi, apalagi di zaman revolusi industri 4.0 yang serba canggih ini. Kemampuan berpikir kritis, kreativitas, kolaborasi, dan komunikasi seorang anggota adalah potensi terbesar dari sumber daya manusia. Berikut adalah berbagai pemaparan mengenai directing atau pengarahan dalam manajemen secara umum.

Pengertian Directing

Directing atau pengarahan adalah fungsi untuk membuat orang lain mengikuti keinginannya dengan menggunakan kekuatan pribadi atau kekuasaan jabatan secara efektif dan pada tempatnya demi kepentingan jangka panjang perusahaan (Firmansyah & Mahardhika, 2018, hlm. 127). Banyak para ahli yang berpendapat bahwa directing merupakan fungsi terpenting dalam manajemen. Tanpa arahan yang tepat, potensi sumber daya manusia dapat terbuang dengan sia-sia.

Seorang manajer yang baik hendaknya sering memberi masukan-masukan kepada anggotanya karena hal tersebut dapat menunjang prestasi kerja anggota. Seorang anggota juga layaknya manusia biasa yang senang dengan adanya suatu perhatian dari yang lain, apabila perhatian tersebut dapat membantu meningkatkan kinerja mereka.

Sementara itu, menurut Sadikin (2020, hlm. 12) Directing atau disebut juga commanding adalah fungsi manajemen yang berhubungan dengan usaha memberi bimbingan, saran-saran, perintah-perintah atau instruksi-instruksi kepada bawahan dalam pelaksanaan tugas masing-masing bawahan tersebut, agar tugas dapat dilaksanakan dengan baik dan benar-benar tertuju kepada tujuan yang telah ditetapkan.

Pengarahan (Directing) juga merupakan kegiatan yang mengarahkan semua karyawan agar mau bekerja sama dan bekerja efektif dan efisien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Pengarahan dilakukan pimpinan dengan menugaskan bawahan agar mengerjakan semua tugasnya dengan baik.

Tujuan Directing

Fungsi pengarahan ialah fungsi yang berhubungan langsung dalam merealisasikan tujuan. Orang yang memiliki wewenang dalam memberikan perintah adalah pemimpin,pemimpin mengharapkan bahwa bawahanya harus menghasilkan sesuatu yang di inginkan oleh atasan. Dalam memberikan arahan atau directing, seorang manajer atau atasan pasti memiliki tujuan yang tersirat. Beberapa tujuan directing atau pengarahan adalah sebagai berikut.

  1. Directing dapat memiliki tujuan untuk mengkoordinasikan berbagai kegiatan yang beranekaragam dan memberikan pengarahan terhadap kinerja yang masih dianggap menyimpang dan dirasa kurang baik, serta membimbing bawahan agar memiliki daya kreativitas demi menunjang kinerja yang lebih baik.
  2. Mengoordinir kegiatan bawahan, agar kegiatan masing-masing bawahan yang beraneka macam itu terkoordinir kepada suatu arah, yaitu pada tujuan organisasi atau perusahaan. Dapat dianalogikan bahwa pemberian perintah dapat meluruskan kegiatan-kegiatan bawahan yang menyimpang dari rel yang sudah dibuat oleh perusahaan.
  3. Menjalin hubungan baik antara pimpinan sendiri dengan para bawahannya. Memerintah bawahan adalah salah satu alat berkomunikasi antara pimpinan dengan bawahan. Dengan memberikan pengarahan itu kepada bawahan, pemimpin menyalurkan ide-idenya sedemikian rupa, sehingga bawahan mengerti dengan baik ke mana kegiatan harus ditujukan.
  4. Memberi pengarahan kepada bawahan juga memiliki tujuan untuk memberikan pendidikan kepada bawahan itu sendiri. Oleh karenanya tugas memberi perintah kepada bawahan harus berhubungan erat dengan maksud menambah pengetahuan bawahan yang menerima perintah itu.
  5. Memberi pengarahan bermaksud untuk merealisikan tujuan perusahaan. Agar hal ini benar-benar terjadi, maka perintah itu harus berhubungan erat dengan pengawasan. Jadi bila bawahan melaksanakan tugas menyimpang dari rel tujuan perusahaan, maka pemimpin harus memerintahkan bawahan tersebut untuk tidak berbuat demikian lagi (Firmansyah & Mahardhika, 2018, hlm. 129-130).

Definisi Perintah

Suatu perintah adalah suatu instruksi resmi dari seorang atasan kepada bawahan untuk mengerjakan atau untuk tidak melakukan sesuatu, guna merealisasi tujuan kepada realisasi tujuan perusahaan (Firmansyah & Mahardhika, 2018, hlm. 130). Dari batasan perintah yang diberikan di atas, ternyata ada empat unsur suatu perintah yaitu:

  1. Instruksi resmi,
  2. Dari atasan kepada bawahan,
  3. Mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu hal, dan
  4. Realisasi tujuan perusahaan

Tanpa salah satu unsur yang empat itu, maka itu bukanlah suatu perintah. Jadi misalnya perintah yang tidak tertuju kepada realisasi tujuan perusahaan, tetapi tertuju kepada tujuan privat atasan itu perintah, misalnya, itu bukanlah suatu perintah.

Sesuatu perintah adalah sesuatu instruksi resmi, baik berbentuk lisan atau pun tulisan. Perintah tersebut bersifat resmi, bila yang mengeluarkan perintah itu, maka ia adalah orang yang mempunyai wewenang untuk melakukan itu. Jadi suatu perintah yang dikeluarkan oleh Kepala Bagian A kepada seseorang pegawai di bagian A, merupakan suatu perintah resmi bagi pegawai-pegawai di bagian A, itu, akan tetapi bukan merupakan suatu instruksi resmi bagi pegawai di bagian B. Yang dimaksud dengan mempunyai wewenang ialah bahwa bilamana bawahan tidak melaksanakannya, maka orang yang mengeluarkan perintah itu dapat memberikan sanksi.

Prinsip-Prinsip Perintah

Prinsip-prinsip perintah adalah acuan-acuan dasar atau kebenaran yang dapat diikuti untuk membuat perintah yang baik dan efektif. Menurut Firmansyah & Mahardhika (2018, hlm. 136-138) beberapa prinsip-prinsip perintah adalah sebagai berikut.

  1. Perintah Harus Jelas
    Salah satu keselahan umum dalam memberikan perintah, ialah anggapan bahwa perintah yang diberikan sudah cukup jelas. Ini karena perintah tidak diberikan secara teratur, diberikan tergesa-gesa atau sambil lalu. Suatu perintah adalah jelas, bilamana perintah tersebut memenuhi enam elemen sebagai berikut: mengapa, siapa, apa, bilamana, di mana, dan bagaimana.
  2. Perintah Diberi Satu Persatu
    Kesalahan lain yang sering pula kedapatan dalam praktik, ialah pemberian perintah yang terlalu banyak pada suatu saat yang sama. Perintah yang terlalu banyak diberikan pada waktu yang sama, memberikan kesan yang tidak baik bagi si penerima perintah. Adalah lebih tepat jika perintah diberikan satu persatu, bahkan walaupun perintah itu mempunyai pertalian yang erat satu sama lain.
  3. Perintah Harus Positif
    Kesalahan lain dalam memberi perintah yaitu pemberian perintah yang, negatif. Memberikan perintah dengan memulai perkataan: “‘jangan” dapat menimbulkan salah pengertian bagi penerima perintah tersebut. Dalam memberikan perintah, sebaiknya tidak mempergunakan perintah yang negatif.
  4. Perintah Harus Diberikan Kepada Orang yang Tepat
    Suatu perintah haruslah diberikan kepada orang yang mengingat pengetahuan dan pengalamannya sanggup melaksanakan tugas itu. Sesungguhnya bukan saja hal itu tergantung kepada pengetahuan dan pengalamannya, tetapi juga kepada kecukupan waktu serta peralatan yang tersedia untuk menyelesaikan tugas tersebut.
  5. Perintah Harus Erat dengan Motivasi
    Setelah orang bekerja pada umumnya mendapatkan balas jasa yang bersifat material. Jika motivasi itu hanyalah yang bersifat material saja, maka ada kecenderungan kendornya semangat bekerja petugas.
  6. Perintah Satu Aspek Berkomunikasi
    Perintah adalah satu alat berkomunikasi dari seorang pemimpin kepada bawahan. Sebagai alat berkomunikasi, maka pemimpin harus sanggup menyusun perintahnya sedemikian rupa agar berkenan di hati bawahannya dan ia mau mengerjakannya.

Jenis-Jenis Perintah

Perintah dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni perintah lisan  dan perintah tulisan.

Perintah Lisan

Perintah lisan adalah perintah yang diberikan dengan melalui komunikasi oral atau bicara secara langsung. Suatu perintah dapat diberikan dalam bentuk lisan apabila:

  1. Tugas yang diperintahkan itu merupakan tugas yang sederhana.
  2. Dalam keadaan darurat.
  3. Bawahan yang diperintah sudah pernah mengerjakan perintah itu.
  4. Perintah itu dapat selesai dalam waktu singkat.
  5. Bila dalam mengerjakan tugas itu ada kekeliruan, tidak akan membawa akibat yang besar.
  6. Untuk menjelaskan perintah tertulis.
  7. Bila bawahan yang diperintah adalah buta huruf (Firmansyah & Mahardhika, 2018, hlm. 134).

Kelebihan dan Kekurangan Perintah Lisan

Meskipun pemakaian perintah lisan sejatinya harus dibatasi, namun perintah jenis ini memiliki banyak kelebihan, yakni:

  1. tidak membutuhkan banyak waktu untuk mempersiapkannya,
  2. mempunyai kemungkinan untuk hal-hal yang kurang jelas,
  3. dapat dipergunakan kepada banyak orang (Firmansyah & Mahardhika, 2018, hlm. 134).

Kekurangan yang utama dari perintah lisan ialah bahwa dia tidak sebegitu dipersiapkan atau direncanakan. Tambahan pula perintah lisan itu terlalu fleksibel.

Perintah Tertulis

Jenis kedua dari perintah adalah perintah tertulis. Jenis perintah ini seetulnya adalah jenis perintah yang dianjurkan karena terdokumentasi dengan baik, dapat merinci secara detail, dan dapat dijelaskan kembali melalui perintah lisan.

Pada umumnya perintah tertulis dapat diberikan pada hal-hal sebagai berikut.

  1. Pada pekerjaan yang ruwet, memerlukan keterangan detail, angka-angka yang pasti dan teliti.
  2. Bila pegawai yang diperintah berada di tempat lain.
  3. Jika pegawai yang diperintah sering lupa.
  4. Jika tugas yang diperintah itu berlangsung dari suatu bagian ke bagian lain.
  5. Jika dalam pelaksanaan perintah itu, kesalahan yang terjadi dapat menimbulkan akibat yang besar (Firmansyah & Mahardhika, 2018, hlm. 135).

Kelebihan dan Kekurangan Perintah Tertulis

Beberapa kelebihan dari perintah tertulis adalah sebagai berikut.

  1. Perintah tertulis dapat mudah diperiksa guna memelihara kebenaran.
  2. Adanya perintah tertulis menyebabkan orang yang menerima perintah mengetahui benar tanggung jawabnya.
  3. Perintah tertulis merupakan cara terbaik untuk menjamin persamaan dan keserupaan pelaksanaan di seluruh unsur organisasi.

Sementara itu beberapa kelemahan dari perintah tertulis adalah:

  1. memakan waktu,
  2. menelan biaya, dan
  3. mengandung infleksibilitas

Jenis Perintah berdasarkan Situasi

Selain dapat dibagi menjadi perintah lisan dan tertulis, perintah juga dapat dikategorikan berdasarkan macam-macam situasi maupun penerima perintah, yakni sebagai berikut.1

  1. Jenis demand,
    hendaknya dihindarkan, kecuali dalam keadaan darurat atau luar biasa. Perintah semacam ini dapat memperoleh tindakan yang. Segera daripada pegawai yang luntur semangatnya. Dalam keadaan yang normal pemberian perintah semacam ini hanya akan menimbulkan suasana yang tegang.
  2. Jenis request,
    sering diberikan dalam situasi kerja normal. Perintah semacam ini akan lebih berhasil jika diberikan kepada pegawaipegawai vang berpengalaman atau kepada pegawai-pegawai yang mudah tersinggung.
  3. Jenis suggestion,
    merupakan perintah yang diberikan untuk mendorong timbulnya inisiatif, jenis ini biasanya diberikan jika kita memerintah pegawai-pegawai yang kompeten dan pegawai-pegawai yang segera mau menerima tanggung jawab.
  4. Jenis valunter,
    sering diberikan untuk tugas-tugas di mana pegawai-pegawai biasanya enggan untuk melaksanakannya, misalnya tugas-tugas pada waktu pegawai sedang beristirahat.

Referensi

  1. Firmansyah, Anang dan Mahardhika, Budi W. (2018). Pengantar manajemen. Yogyakarta: Penerbit Deepublish.
  2. Sadikin, A., Misra, I., Hudin, M.S. (2020). Pengantar manajemen dan bisnis. Yogyakarta: K-Media.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *