Hubungan erat atau akrab bahkan cinta muncul ketika interaksi sosial menghasilkan daya tarik dan ketertarikan yang cukup signifikan. Selain dari ketertarikan, hubungan erat juga terjadi karena faktor intimacy atau kedekatan, pertukaran (exchange), dan adanya perasaan cinta. Artinya, dapat dikatakan bahwa hubungan erat adalah hubungan interpersonal yang signifikan karena terjadi ketertarikan, kedekatan, atau pertukaran yang dianggap menguntungkan atau menyenangkan bagi kedua individu terlibat.

Hubungan erat dapat terjadi dalam berbagai bentuk, baik itu pertamanan, kekasih, dan hubungan suami-istri. Sebetulnya terdapat lebih banyak lagi bentuk hubungan erat lainnya, namun psikologi sosial memiliki fokus utama pada tiga bentuk utama itu saja (Berscheid & Regan, 2004; Fletcher, 2002; Hendrick & Hendrick, 2000; Miller dkk, 2006, dalam Maryam, 2018, hlm. 116). Secara umum kita dapat mengenali dan membedakan seperti apa hal yang disebut sebagai hubungan erat melalu beberapa komponen pembentuknya yang akan disampaikan sebagai berikut.

Komponen-komponen Hubungan Erat

Menurut Kassin dkk (dalam Maryam, 2018, hlm. 117) hubungan erat terdiri atas tiga komponen utama pembentuknya yang di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Merasakan kelekatan, afeksi (perasaan kasih sayang), dan cinta.
  2. Pemenuhan kebutuhan psikologis.
  3. Ketergantungan di antara partner, masing-masing saling mempengaruhi.

Ciri Hubungan Erat

Selain berdasarkan komponen pembentuknya, kita juga dapat mengenali hubungan erat melalui karakteristik atau ciri yang melekat di dalamnya. Menurut Kelley (dalam Sears dkk, 1985 dalam Maryam, 2018, hlm. 117) hubungan erat memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

  1. Terdapat interdependensi yang kuat.
  2. Terdapat frekuensi interaksi yang kerap untuk waktu yang ralatif panjang.
  3. Melibatkan berbagai macam bentuk kegiatan dan peristiwa.
  4. Saling mempengaruhi.

Teori-Teori Hubungan Erat

Lalu bagaimana suatu hubungan erat dapat terjadi? Terdapat beberapa teori dan perspektif yang berusaha untuk menjelaskan hubungan erat. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.

Teori Pertukaran Sosial (Social Exchange Theory)

Teori ini merupakan sebuah model ekonomi tentang perilaku manusia di mana orang dimotivasi oleh sebuah keinginan untuk memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan kerugian dalam hubungan sosial mereka seperti layaknya mereka sedang berbisnis (Homans, 1961; Thibaut & Kelley, 1959, dalam Maryam, 2018, hlm. 117). Dengan demikian, premis dasar dari teori ini sederhana, yakni bahwa hubungan yang memberikan lebih banyak ganjaran (rewards) dan lebih sedikit biaya (costs) akan lebih memuaskan dan bisa bertahan lebih lama.

Ganjaran tersebut bisa berupa cinta, persahabatan, hiburan saat stress. Sedangkan biaya yang bisa ditimbulkan meliputi usaha yang dibutuhkan untuk menjaga hubungan, konflik, kompromi, dan pengorbanan. Rasa suka kita kepada orang lain didasarkan pada penilaian keuntungan dan kerugian yang diberikan oleh seseorang pada kita. Menurut teori ini, karena hal tersebutlah hubungan erat dapat terjadi. Menurut teori pertukaran, terdapat dua tipe hubungan pertukaran, yakni:

  1. Hubungan pertukaran di mana partisipan mengharapkan timbal balik secara ketat dalam interaksi di antara mereka; dan
  2. Tipe hubungan komunal (communal relationship), yakni hubungan interpersonal di mana partisipan mengharapkan respons timbal balik terhadap kebutuhan-kebutuhan satu sama lain, namun biaya dan ganjaran tidak secara teliti dikontrol, seperti dalam hubungan persahabatan dan cinta.

Teori Keadilan (Equity Theory)

Menurut teori keadilan, individu paling dipuaskan oleh suatu hubungan ketika rasio antara keuntungan (benefit) yang mereka peroleh dan kontribusi yang mereka lakukan sama untuk kedua belah pihak. Jadi, keuntungan yang diperoleh seseorang sama dengan keuntungan yang diperoleh partnernya, dan kontribusi yang dikeluarkan sama dengan kontribusi partner. Saat itu terjadi, maka hubungan erat pun akan menanti.

Berdasarkan teori keadilan (equity theory), keseimbangan lah yang diperhitungkan. Jika manfaat (benefits) yang diperoleh partner melebihi hubungan yang dilakukan namun juga melakukan kontribusi yang lebih besar, maka situasinya menjadi adil (equitable). Hubungan interpersonal melibatkan proses tukar-menukar, di mana agar pertukaran tersebut bisa memunculkan keharmonisan dan perasaan senang atau puas, maka harus dilandasi dengan prinsip keadilan (Dayakisni & Hudaniah dalam Maryam, 2018, hlm. 119).

Teori Penguatan Afek (Reinforcement Affect Theory)

Teori ini mengemukakan bahwa kita cenderung menyukai orang-orang yang memberikan penguatan atau pengukuh positif (rewards) kepada kita dan tidak menyukai orang-orang yang memberikan pengukuh negatif (punishment) kepada kita (Dayakisni & Hudaniah dalam Maryam, 2018, hlm. 119). Dengan kata lain, seseorang ingin memiliki hubungan erat apabila orang yang dikenalnya memiliki potensi untuk meningkatkan potensinya sendiri.

Jenis Hubungan Erat

Berdasarkan teori-teori mengenai hubungan erat di atas kita dapat mengenali bahwa terdapat jenis hubungan erat yang berbeda dari satu dan lainnya. Secara umum letak perbedaan tersebut dapat digeneralisir menjadi dua jenis utama yakni hubungan pertukaran dan hubungan kelekatan yang akan dijelaskan sebagai berikut.

  1. Hubungan pertukaran (exchange relationships) dan hubungan komunal (communal relationships).
    Menurut Margaret Clark dkk (dalam Maryam, 2018, hlm. 120) orang-orang beroperasi dengan model berbasis hadiah saat mereka berada dalam hubungan pertukaran (exchange relationships), yang dicirikan oleh adanya pembayaran dengan segera atas manfaat yang diberikan. Orang-orang menginginkan agar biaya (costs) yang telah dikeluarkan segara diberikan kompensasi, jadi saldonya nol. Namun tidak semua hubungan dibentuk seperti ini. Clark mengemukakan bahwa dalam hubungan komunal (communal relationships), partner merespon kebutuhan satu sama lain dan berbahagia dari waktu ke waktu, tanpa memperhatikan apakah orang-orang telah memberi atau menerima manfaat atau keuntungan.
  2. Gaya kelekatan aman (secure attachment styles) dan gaya kelekatan tidak aman (insecure attachment styles).
    Pendekatan ini disampaikan oleh Philip Shaver, Cindy Hasan, dan koleganya, dengan teorinya yang menyatakan bahwa bayi menampilkan gaya kelekatan yang berbeda pada orang tuanya, maka orang dewasa memerankan model kelekatan yang spesifik dalam hubungan romantis mereka (Cassidy & Shaver, 1999; Rholes & Simpson, 2004, dalam Kassin dkk, 2008, dalam Maryam, 2018, hlm. 121). Contohnya, bayi dengan kelekatan aman (secure attachment) menangis karena ditinggalkan ibunya dan berubah menjadi gembira saat ibunya datang kembali. Bayi dengan kelekatan tidak aman (insecure attachment) menunjukkan satu dari dua pola. Beberapa bayi menunjukkan kecemasan, mendekat dan menangis saat ibunya meninggalkan dia, namun menyambut ibunya dengan kemarahan atau apatis saat ibunya kembali. Bayi yang lain secara umum lebih memisahkan diri dan menghindar(avoidant), tidak bereaksi secara berlebihan pada kesempatan lain (Ainsworth dkk, 1978, dalam Kassin dkk, 2008 dalam Maryam, 2018, hlm. 121).

Cinta

Cinta adalah proses mental atau gejala jiwa manusia yang berbentuk afeksi atau perasaan yang dihasilkan ketika individu mengalami hubung erat atau keakraban dengan individu lain. Cinta merupakan salah satu afeksi atau emosi yang kompleks dan bermacam jenisnya. Bahkan Fehr dan Russell (1991 dalam Maryam, 2018, hlm. 123) mengadakan penelitian dengan meminta pelajar untuk membuat daftar semua jenis cinta yang muncul dalam pikiran mereka dan menghasilkan 216 item yang meliputi: persahabatan, orang tua, persaudaraan, romantis, seksual, spiritual, obsesif, posesif, dan cinta remaja.

Selanjutnya Robert Sternberg (1986) mempopulerkan Teori Segitiga Cinta (Triangular Theory of Love). Menurut Sternbergh, terdapat delapan tipe dasar cinta dan semua tipe tersebut dibentuk dari ada atau tidaknya ketiga komponen, yakni sebagai berikut.

  1. Komponen kedekatan atau keintiman (intimacy).
    Merupakan kedekatan yang dirasakan oleh dua orang dan terdapat kekuatan ikatan yang menahan mereka, misalnya cinta karib.
  2. Komponen nafsu atau gairah (passion).
    Yaitu cinta berdasarkan pada percintaan, ketertarikan fisik, dan seksualitas, seperti cinta membara.
  3. Komponen kmitmen (commitment).
    Yakni adanya keputusan bahwa kita mencintai dan ingin bersama-sama dengan orang lain, serta adanya komitmen untuk mempertahankan hubungan.

Kombinasi dari ketiga komponen yang menghasilkan berbagai jenis cinta, bisa dilihat pada gambar di bawah ini.

Kegagalan dalam Cinta dan Hubungan Erat

Dalam hubungan yang erat, sering kali terjadi konflik yang tidak dapat dihindari, seperti dalam persahabatan, pernikahan, maupun dalam hubungan antara orang tua dan anak. Berdasarkan penelitian-penelitian para ahli, permasalahan yang secara umum sering kali terjadi dalam hubungan erat adalah sebagai berikut.

  1. Permasalahan komunikasi
    Salah satu sumber utama yang menjadi konflik dalam hubungan yang erat adalah kesulitan untuk membicarakan pertentangan yang terjadi di antara orang-orang yang terlibat di dalam hubungan tersebut. Komunikasi menjadi salah satu penyebab utama kegagalan dalam Close relationship (Kurdek, 1991; Sprecher, 1994 dalam Maryam, 2018, hlm. 124).
  2. Permasalahan atribusi
    Bradbury dan Fincham (dalam Maryam, 2018, hlm. 125) menemukan bahwa pada pasangan yang menderita, memandang penyebab terjadinya permasalahan dalam pernikahan dikaitkan dengan atribut tanggung jawab tertentu untuk peristiwa negatif. Pasangan yang tidak bahagia lebih sering menyalahkan pasangannya, percaya bahwa pasangannya sengaja berbuat demikian, dan memandang pasangannya memiliki motif ingin menang sendiri. Sedangkan untuk peristiwa positif, dipandang hanya karena kebetulan.

Saat disadari bahwa hubungan yang erat mulai berkurang, muncul empat bentuk reaksi seperti yang disampaikan oleh Rushbold dan Zembrodt (dalam Maryam, 2018, hlm. 125) sebagai berikut.

  1. Membicarakan (voice),
    yaitu mendiskusikan masalah, mengkompromikan, mencari pertolongan dari ahli (seperti psikolog), mengusulkan pemecahan masalah, bertanya kepada pasangan apa yang mengganggu, mencoba untuk merubah diri sendiri atau pasangannya.
  2. Kesetiaan (loyalty),
    yaitu menunggu dan berharap atau berdoa agar hubungan bisa membaik kembali, seiring dengan berjalannya waktu.
  3. Menolak (neglect),
    merupakan reaksi yang mengabaikan pasangan, mengurangi intensitas untuk bersama-sama, menolak berdiskusi tentang masalah, menghindari, memberikan perlakukan buruk kepada pasangan, mengkritik pasangan sekalipun tidak ada kaitannya dengan permasalahan utama, mengembangkan hubungan dengan yang lain.
  4. Keluar (exit),
    reaksi terakhir yaitu pasangan secara resmi berpisah, keluar dari hubungan, mengancam akan mengakhiri hubungan, memutuskan untuk menganggap sebagai teman hingga bercerai.

Referensi

  1. Maryam, E.W. (2018). Psikologi sosial. Sidoarjo: UMSIDA Press.

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *