Komunikasi antarbudaya merupakan fenomena yang akan dihadapi oleh semua orang. Hal tersebut karena manusia adalah makhluk yang berbudaya. Budaya yang dihasilkan oleh manusia memiliki tingkat keragaman tinggi seperti bagaimana manusia itu sendiri amatlah beragam. Dengan demikian, budaya ikut berpengaruh dan menentukan tujuan hidup manusia. Dalam proses interaksi antar manusia, perbedaan-perbedaan ekspektasi budaya tak jarang menimbulkan risiko yang fatal.

Tanpa risiko fatal tersebut pun, setidaknya perbedaan budaya dapat menimbulkan komunikasi yang tidak lancar, timbul perasaan tidak nyaman atau timbul kesalahpahaman. Akibat dari kesalahpahaman-kesalahpahaman itu banyak kita temui dalam berbagai kejadian yang mengandung etnosentrisme yang berwujud konflik-konflik  dan pertentangan antaretnis yang sejatinya sangatlah tidak diperlukan.

Oleh karena itu, komunikasi antarbudaya memiliki urgensi tinggi untuk diteliti dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Berikut adalah uraian-uraian mengenai komunikasi antarbudaya, mulai dari pengertian, karakteristik, tujuan, hambatan, dan sebagainya.

Pengertian Komunikasi Antarbudaya

Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang melibatkan peserta komunikasi yang mewakili pribadi, antarpribadi, dan kelompok, dengan tekanan pada perbedaan latar belakang kebudayaan yang mempengaruhi perilaku komunikasi para peserta (Dood, dalam Mukarom, 2020, hlm. 167). Dengan demikian, dua individu yang mewakili budaya berbeda tengah berusaha untuk dapat berkomunikasi dengan baik di antara perbedaan mereka.

Sementara itu, menurut Chen & Starosta (dalam Mukarom, 2020, hlm. 167) komunikasi antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran simbolik yang membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok. Artinya saat melakukan komunikasi antarbudaya, seseorang melepaskan sebagian fungsi dasarnya sebagai anggota budaya terlebih dahulu agar mampu memahami dan tidak membeda-bedakan dirinya dari orang lain yang memiliki budaya berbeda.

Sementara itu, menurut Maletzke (dalam Daryanto, 2016, hlm. 207) komunikasi antarbudaya atau Intercultural communication adalah proses pertukaran pikiran dan makna di antara orang-orang yang berbeda kebudayaannya. Dalam prosesnya, pertukaran makna dan pikiran yang terjadi ini berpotensi menyebabkan keasingan hingga konflik tertentu karena perbedaan budaya tersebut.

Dengan definisi yang lebih kontekstual, Rich & Ogawa (dalam Mukarom, 2020, hlm. 167) mengartikan komunikasi antarbudaya sebagai komunikasi antara orang-orang yang berbeda kebudayaan, misalnya antar suku bangsa, antar etnik dan ras, antar kelas sosial. Bahkan, kelas sosial pun akan menghasilkan budaya yang berbeda, dan karenanya menghasilkan komunikasi antarbudaya pula.

Dari beberapa pengertian komunikasi antarbudaya menurut para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi antarbudaya adalah proses komunikasi yang melibatkan dua orang atau lebih yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda dengan segala upaya untuk menanggalkannya terlebih dahulu agar dapat berkomuniasi dengan baik.

Karakteristik Komunikasi Antarbudaya

Menurut Gudykunst (dalam Mukarom, 2020, hlm. 169) komunikasi antarbudaya memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut.

  1. Komunikasi dan Bahasa.
    Sistem komunikasi, verbal dan non-verbal, satu unsur yang membedakan satu kelompok dengan kelompok lainnya. Ada sekitar 15 bahasa utama atau lebih dan tiap-tiapnya terdapat dialek, logat, jargon dan ragam lainnya. Belum lagi gerak-gerik bahasa tubuh yang mungkin universal namun beda makna secara lokal atau kultural.
  2. Pakaian dan penampilan.
    Meliputi pakaian, perhiasan dan dandanan. Pakaian ini akan menjadi ciri yang menandakan seseorang berasal dari daerah mana. Atau ciri lukisan pada muka dan badan orang Papua atau orang Indian yang ada saat akan berperang menandakan keberanian.
  3. Makanan dan kebiasaan makan.
    Ciri ini menyangkut hal dalam pemilihan, penyajian, dan cara makan. Dilarangnya seorang muslim untuk mengonsumsi daging babi, tidak berlaku bagi mereka orang Cina. Orang Sunda terkesan senang makan tanpa alat sendok (tangan saja) akan terlihat kurang sopan bagi mereka orang-orang barat.
  4. Waktu dan kesadaran akan waktu.
    Hal ini menyangkut pandangan orang akan waktu. Sebagian orang tepat waktu dan sebagian lain berpandangan merelatifkan waktu. Ada orang yang tidak memedulikan jam atau menit tapi hanya menandai waktunya dengan saat matahari terbit atau saat matahari terbenam saja.
  5. Penghargaan dan pengakuan.
    Suatu cara untuk mengamati suatu budaya adalah dengan memperhatikan cara dan metode memberikan pujian bagi perbuatan-perbuatan baik dan berani, lama pengabdian atau bentuk-bentuk lain penyelesaian tugas.
  6. Hubungan-hubungan.
    Budaya juga mengatur hubungan-hubungan manusia dan hubungan-hubungan organisasi berdasarkan usia, jenis kelamin, status, kekeluargaan, kekayaan, kekuasaan, dan kebijaksanaan.
  7. Nilai dan norma.
    Berdasarkan sistem nilai yang dianutnya, suatu budaya menentukan norma-norma perilaku bagi masyarakat yang bersangkutan. Aturan ini bisa berkenaan dengan berbagai hal, mulai dari etika kerja atau kesenangan hingga kepatuhan mutlak atau kebolehan bagi anak-anak; dari penyerahan istri secara kaku kepada suaminya hingga kebebasan wanita secara total.
  8. Rasa diri dan ruang.
    Kenyamanan yang dimiliki seseorang atas dirinya bisa diekspresikan secara berbeda oleh masing-masing budaya. Beberapa budaya sangat terstruktur dan formal, sementara budaya lainnya lebih lentur dan informal. Beberapa budaya sangat tertutup dan menentukan tempat seseorang secara persis, sementara budaya- budaya lain lebih terbuka dan berubah.
  9. Proses mental dan belajar.
    Beberapa budaya menekankan aspek perkembangan otak ketimbang aspek lainnya sehingga orang dapat mengamati perbedaan-perbedaan yang mencolok dalam cara orang-orang berpikir dan belajar.
  10. Kepercayaan dan sikap.
    Semua budaya tampaknya mempunyai perhatian terhadap hal-hal supernatural yang jelas dalam agama-agama dan praktik keagamaan atau kepercayaan mereka.

Hambatan Komunikasi Antarbudaya

Hambatan komunikasi dalam komunikasi antar budaya mempunyai bentuk seperti sebuah gunung es yang terbenam di dalam air, di mana hambatan komunikasi yang ada terbagi dua menjadi yang di atas air (above waterline) dan di bawah air (below waterline). Di atas air, hambatan yang terlihat tampaknya tidak banyak, akan tetapi, sejatinya apa yang di bawah air dan tidak tampak amatlah jauh lebih banyak.

Faktor-faktor hambatan komunikasi antarbudaya yang berada di bawah air (below waterline) adalah faktor-faktor yang membentuk perilaku atau sikap seseorang. Hambatan semacam ini cukup sulit untuk dilihat atau diperhatikan. Jenis-jenis hambatan semacam ini adalah persepsi (perceptions), norma (norms), stereotip (stereotypes), filosofi bisnis (business philosophy), aturan (rules),jaringan (networks), nilai (values), dan grup cabang (subcultures group), dan lain-lain.

Sementara itu, menurut Gudykunst (dalam Mukarom, 2020, hlm. 172) terdapat 9 (sembilan) jenis hambatan komunikasi antar budaya yang berada di atas air atau hambatan komunikasi yang lebih mudah untuk dilihat dan dirasakan yang di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Fisik (Physical).
    Hambatan komunikasi semacam ini berasal dari hambatan waktu, lingkungan, kebutuhan diri, dan juga media fisik.
  2. Budaya (Cultural).
    Hambatan ini berasal dari etnik yang berbeda, agama, dan juga perbedaan sosial yang ada antara budaya yang satu dengan yang lainnya.
  3. Persepsi (Perceptual).
    Jenis hambatan ini muncul dikarenakan setiap orang memiliki persepsi yang berbeda-beda mengenai suatu hal, sehingga untuk mengartikan sesuatu setiap budaya akan mempunyai pemikiran yang berbeda-beda.
  4. Motivasi (Motivational).
    Hambatan semacam ini berkaitan dengan tingkat motivasi dari pendengar, maksudnya adalah apakah pendengar yang menerima pesan ingin menerima pesan tersebut atau apakah pendengar tersebut sedang malas dan tidak punya motivasi sehingga dapat menjadi hambatan komunikasi.
  5. Pengalaman (Experiantial).
    Experiental adalah jenis hambatan yang terjadi karena setiap individu tidak memiliki pengalaman hidup yang sama sehingga setiap individu mempunyai persepsi dan juga konsep yang berbeda-beda dalam melihat sesuatu.
  6. Emosi (Emotional).
    Hal ini berkaitan dengan emosi atau perasaan pribadi dari pendengar. Apabila emosi pendengar sedang buruk maka hambatan komunikasi yang terjadi akan semakin besar dan sulit untuk dilalui.
  7. Bahasa (Linguistic).
    Hambatan komunikasi yang berikut ini terjadi apabila pengirim pesan (sender) dan penerima pesan (receiver) menggunakan bahasa yang berbeda atau penggunaan kata-kata yang tidak dimengerti oleh penerima pesan.
  8. Nonverbal.
    Hambatan non-verbal adalah hambatan komunikasi yang tidak berbentuk kata-kata tetapi dapat menjadi hambatan komunikasi. Contohnya adalah wajah marah yang dibuat oleh penerima pesan (receiver) ketika pengirim pesan (sender) melakukan komunikasi. Wajah marah yang dibuat tersebut dapat menjadi penghambat komunikasi karena mungkin saja pengirim pesan akan merasa tidak maksimal atau takut untuk mengirimkan pesan kepada penerima pesan.
  9. Kompetisi (Competition).
    Hambatan semacam ini muncul apabila penerima pesan sedang melakukan kegiatan lain sambil mendengarkan. Contohnya adalah menerima telepon seluler sambil menyetir, karena melakukan 2 (dua) kegiatan sekaligus maka penerima pesan tidak akan mendengarkan pesan yang disampaikan melalui telepon selulernya secara maksimal.

Menangkal Hambatan Komunikasi Antarbudaya

Cara untuk menangkal atau menghindari berbagai hambatan dan dampak negatif yang dapat terjadi dari komunikasi antarbudaya adalah dengan memahami perbedaan budaya itu sendiri. Menurut Mukarom (2020, hlm. 171) untuk membantu memahami perbedaan budaya, maka kita memperhatikan hal-hal berikut.

  1. Subkultur atau mikrokultur
    Dalam masyarakat besar terdapat suatu budaya besar yang dominan yang sama, dan terdapat di dalamnya sub-kelompok yang punya ciri yang berbeda dengan sub lainnya. Hal ini diklasifikasikan berdasarkan usia, kelas sosial, jenis kelamin, ras atau entitas pembeda lainnya.
  2. Unsur universal dan keanekaragaman
    Unsur universal ini bersifat umum yang mengedepankan persamaan di antaranya, seperti usia, dsb. Keanekaragaman memperlihatkan sifat yang lebih khusus karena mengedepankan nilai perbedaannya. Misal, jenis kelamin.
  3. Perilaku rasional, irrasional, nonrasional
    Perilaku rasional adalah apa yang dianggap orang masuk akal untuk mencapai tujuan-tujuannya. Perilaku irasional menyimpang dari norma masyarakat dan bersumber dari frustasi dalam memuaskan kebutuhannya, tanpa logika dan mengedepankan respons emosional. Perilaku nonrasional tidak berdasarkan logika, tidak juga bertentangan dengan ekspektasi yang masuk akal (dipengaruhi budaya atau subkultur orang lain). Kita tidak sadar mengapa melakukan, mempercayai dan berprasangka menurut pandangan orang di luar budaya sendiri.
  4. Tradisi
    Suatu hal yang dapat diekspresikan dalam kebiasaan tak tertulis, pantangan dan sanksi-sanksi. Hal ini yang mempengaruhi akan perilaku dan prosedur suatu budaya.
  5. Keunikan budaya
    Menghargai keunikan dari suatu budaya lain yang asing adalah suatu hal penting. Tetap berkomunikasi dan menghormati budaya yang beda ini tidak membuat kita dituduh etnosentrik. Maka untuk memahami perbedaan-perbedaan budaya secara lebih efektif, langkah pertama yang harus ditempuh adalah meningkatkan kesadaran budaya seseorang secara umum. Setiap orang harus memahami konsep budaya dan ciri-cirinya sebelum ia memperoleh manfaat yang sebaik-baiknya dari studi tentang aspek-aspek khusus budaya asing.

Referensi

  1. Daryanto, M.R. (2016). Teori komunikasi. Yogyakarta: Gava Media.
  2. Mukarom, Z. (2020). Teori-teori komunikasi. Bandung: UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *