Konsep karya cipta teater menyangkut pada berbagai gagasan dan semua aspek pemikiran yang menghasilkan suatu karya seni. Mengapa? Karena sejatinya karya seni berawal dari sebuah konsep berupa gagasan-gagasan atau ide-ide penciptanya yang akan dikomunikasikan kepada penonton.

Konsep-konsep tersebut kemudian dituangkan ke dalam media ungkap jenis seni teater, oleh karena itu lahirlah sebuah karya teater dari konsep karya cipta teater. Ide karya yang awalnya berupa konsep saja diwujudkan melalui proses produksi yang disebut dengan kekaryaan teater.

Sementara itu, nilai karya teater dan karya seni lainnya terletak pada keunikannya. Istilah lain bisa disebut orisinal. Artinya, karya seni itu tidak ada duanya dan belum pernah diciptakan atau digagas orang lain sebelumnya. Sesuatu yang unik adalah sesuatu yang berbeda dan sejatinya, ciptaan seseorang (seniman) akan menjadi suatu karya yang cukup orisinil jika diolah secara kreatif.

Keutuhan, orisinalitas, keunikan merupakan hal-hal yang menjadi target capaian dalam proses karya cipta seni. Namun demikian, keunikan bukan semata-mata dambaan seorang atau kelompok pencipta seni, melainkan juga harapan dan tuntutan dari apresiator seni yang dalam konteks konsep karya cipta teater adalah seorang penonton.

Sebuah karya seni Teater tentunya kebanyakan akan diproduksi untuk disajikan kepada masyarakat (penonton). Oleh karena itu, antara karya yang diciptakan oleh penggarap dengan penonton, terselip sebuah tujuan utama, yakni komunikasi. Apa yang dikomunikasikan adalah berbagai konsep atau ide-ide atau gagasan-gagasan seni.

Unsur Unsur Seni Teater

Komunikasi dapat terwujud apabila ada kesesuaian antara karya cipta teater dengan tingkat apresiasi penontonnya. Dengan kata lain, antara karya seni teater dengan penontonnya haruslah ada kesesuaian. Oleh karena itu, penyajian teater harus senantiasa mempertimbangkan unsur-unsurnya hingga terwujud sebuah komunikasi.

Adapun unsur-unsur teater yang harus diperhatikan dalam konsep karya cipta teater adalah sebagai berikut.

  1. naskah atau lakon sebagai bahan baku pergelaran teater,
  2. tempat pertunjukan,
  3. sutradara,
  4. pemain, dan
  5. properti.

Teknik Pengungkapan Gagasan

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengungkapan gagasan kepada penonton memegang peranan yang amat penting, karena tujuan dari karya teater adalah komunikasi. Namun demikian salah satu sifat dasar seni adalah keunikan atau keorisinalannya. Bukankah kita akan bosan apabila disajikan hiburan yang begitu-begitu saja?

Keunikan atau keorisinalan ini sering kali bertentangan dengan kesesuaian penonton. Ini yang menyebabkan terkadang penonton, apalagi masyarakat yang hanya terbiasa menonton sinetron saja akan merasa kebingungan dan tidak dapat mengapresiasi suatu pertunjukkan teater, apalagi teater genre kontemporer yang sangat eksperimental.

Oleh karena itu, keunikan sebuah gagasan seni sebaiknya harus kita tanggapi melalui teknik pengungkapan ide-ide dalam bentuk media ungkap seni yang jelas dan terarah. Seni teater membutuhkan kemampuan teknis para penggarap untuk mengolah dan mengomunikasikannya kepada penonton sebaik mungkin.

Gagasan yang orisinal dan unik harus didukung oleh kemampuan teknis mengomunikasikannya kepada penonton. Jika tidak, harapan tidak akan menjadi kenyataan, gagasan tidak akan tersampaikan secara ideal. Dengan demikian, orisinalitas dan keunikan yang digagas oleh penggarap seni tidak akan bisa ditanggapi oleh penonton. Jika kondisi itu terjadi, komunikasi seni tidak berjalan dengan baik.

Peran Pemain (Aktor/Aktris) Teater

Teknik pengungkapan gagasan-gagasan dalam teater banyak tertumpu pada pemain. Pemain adalah unsur pokok dalam teater, sedangkan yang lainnya adalah unsur pendukung untuk memperkuat permainan. Jika unsur pokoknya jelek maka pertunjukan tersebut bisa dikatakan gagal.

Setelah memahami naskah yang akan digarap, sebaiknya pemeran teater juga melakukan berbagai rangkaian prapertunjukkan pula. Salah satunya adalah mengadakan observasi ke suatu tempat yang telah ditentukan. Maksud observasi adalah untuk mengadakan pendekatan terhadap tokoh-tokoh cerita yang terdapat dalam naskah. Bisa juga dengan melakukan yang disebut dengan method acting, atau benar-benar menjalani sesuatu agar kita mampu berakting melakukannya.

Hal lainnya yang dibutuhkan bagi calon pemeran adalah melakukan latihan yang meliputi:

  1. Olah tubuh, yaitu melatih anggota badan agar mencapai kelenturan. Jika sudah lentur, maka akan dengan mudah menirukan gerak-gerak apa saja tanpa merasa kaku dan nyeri di otot.
  2. Olah vokal (olah suara),
    Bagaimana jika seekor kera berdialog dengan teman-teman kera lainnya? Apakah dibarengi dengan mengeram sambil memperlihatkan giginya? Apakah sambil menggaruk-garuk badannya karena gatal akibat banyak kutu? Suara harus terlatih sedemikian rupa agar suara aslinya tidak nampak terdengar lagi.
  3. Olah sukma,
    yaitu melatih daya konsentrasi agar terbiasa dalam memusatkan pikiran terhadap sesuatu. Dengan penuh konsentrasi maka akan terhindar dari lupa dialog atau lupa blocking (permainan tempat), serta gestur (sikap badan). Jika terbiasa mengolah sukma untuk konsentrasi, maka akan cepat hapal, cepat paham termasuk menerima pelajaran baru. Sebaliknya, jika tidak dapat konsentrasi karena tidak terlatih, maka akan sulit untuk mengerti apapun.

Jenis/Macam Gerak Seni Teater

Dalam memerankan tokoh-tokoh cerita harus dilakukan secara wajar. Tidak berlebihan (over acting) baik dialog maupun gerak atau aksi. Terdapat bermacam gerak yang dilakukan oleh aktor atau aktris di atas pentas. Gerak-gerak tersebut penting dilakukan oleh para pemain untuk menegaskan watak atau karakter yang dibawakannya.

Tanpa gerak, suatu pertunjukkan teater akan berkesan statis, namun terlalu banyak gerak juga akan berkesan over. Oleh karena itu, gerak-gerak pemain seharusnya wajar dan beralasan. Misalnya, seorang pemeran berdialog sambil berjalan menuju sudut depan pentas. Mengapa berjalan menuju sudut depan pentas? Ada di sana? Untuk apa? Apa alasannya?

Di bawah ini ada macam-macam gerak yang dilakukan pemain dalam pertunjukan teater atau drama.

  1. Movement,
    yakni perpindahan tempat pemain dari satu tempat ke tempat lain.
  2. Gestures,
    gesture adalah gerakan badan dengan anggotanya, ke kiri, ke kanan, berputar ke belakang dengan salah satu kaki sebagai porosnya.
  3. Business,
    merupakan gerakan-gerakan kecil yang dilakukan oleh tangan, jari, dan kepala.
  4. Gait,
    gerakan besar misalnya cara berjalan.
  5. Detail,
    yakni gerakan-gerakan yang lebih kecil, misalnya: kedip mata, menarik nafas, mengernyitkan alis, dsb (Tim Kemdikbud, 2018, hlm. 161).

Prosedur Berkarya Teater

Selain konsep gagasan dan teknik pengungkapan, dalam berkarya teater, dibutuhkan prosedur yang benar menurut kekhasan karya cipta teater. Menurut Tim Kemdikbud (2018, hlm. 161) prosedur berkarya teater adalah:

  1. Tujuan penciptaan,
    yang berarti harus mengomunikasikan gagasan kehidupan melalui pertunjukan teater;
  2. Media pengungkapan,
    yang terdiri atas bahasa verbal dan bahasa nonverbal (visual dan gerak);
  3. Tata kelola proses produksi teater,
    yakni serangkaian cara, strategi, dan teknis produksi untuk mewujudkan gagasan artistik yang diharapkan.

Gambaran Prosedur Berkarya Teater

Karya teater akan melibatkan kerja kolektif yang dikerjakan banyak orang. Kerja kolektif biasanya diawali dengan menghimpun orang-orang yang berminat untuk diajak kerja sama dalam produksi teater. Biasanya didahului pemberitahuan lewat surat atau langsung untuk mengadakan rapat. Di dalam rapat, pimpinan, sutradara akan mengemukakan gagasannya tentang pementasan teater yang akan dilakukan.

Setelah gagasannya disetujui oleh peserta rapat, maka dilanjutkan dengan pembentukan tim produksi. Dalam pemilihan peran dan para penata biasanya dilakukan oleh sutradara sendiri, karena sutradara orang yang mempunyai gagasan untuk menggarap naskah.

Tim produksi dipilih berdasarkan demokrasi, sedangkan tim artistik dipilih berdasarkan kemampuan dan kemauan. Setelah terwujud sebuah tim yang lengkap untuk sebuah produksi teater, maka segera dibuat jadwal latihan.

Sementara itu, sutradara orang yang paling memahami peran-peran tokoh yang terdapat dalam cerita yang akan didramakan. Dalam proses produksi, sutradara berfungsi sebagai koordinator di bidang artistik. Dari mulai menjelaskan konsepnya kepada para penata, sampai pada mengarahkan para pemain untuk memerankan tokoh yang diharapkan oleh naskah.

Tugas yang paling berat bagi sutradara adalah mengatur laku. Tugas tersebut adalah merupakan tugas pokok bagi seorang sutradara, karena melalui para pemainlah gagasan-gagasan sutradara dapat dikomunikasikan langsung kepada penonton.

Menyusun Naskah Drama

Naskah atau Lakon dibuat oleh seorang penulis naskah (sastrawan) yang merupakan seniman utama dari suatu lakon drama teater. Hal itu karena dengan karya sastranya bisa mengilhami para insan teater untuk mewujudkan sebuah karya pertunjukan. Para sastrawan membuat naskah atau lakon drama dengan maksud untuk dipentaskan. Oleh karena itu, ada pula penulis naskah yang merangkap sebagai sutradara, sebab penulis tersebut lebih tahu tentang maksud isi naskah atau lakon yang ditulisnya.

Ada pula penulis naskah yang hanya mampu dan bagus dalam menciptakan naskah, tetapi kurang bagus dalam menyutradarainya dalam bentuk pertunjukan. Dengan demikian banyak penulis naskah yang memasrahkan karyanya untuk dipentaskan kepada calon-calon sutradara.

Sebaliknya, banyak dramawan yang hebat sebagai sutradara, tetapi tidak bisa membuat naskah. Antara penulis naskah dengan sutradara teater memiliki hubungan timbal-balik. Kedua insan tersebut bisa saling menguntungkan. Penulis naskah bisa terkenal karena karyanya dipentaskan dan ditonton oleh masyarakat. Sebaliknya, sutradara juga otomatis terkenal dengan karya pertunjukannya.

Apa yang terdapat dalam naskah? Di dalam naskah terdapat gagasan-gagasan pengarang tentang pengalaman batinnya yang ingin disampaikan kepada penonton. Gagasan atau bisa juga disebut ide pengarang apabila dirinci terdiri dari: satuan-satuan kecil, yaitu:

  1. Nilai-nilai kehidupan yang dialami pengarang yang ingin dikomunikasikan kepada masyarakat. Nilai-nilai kehidupan tersebut sangat banyak, karena itu tidak seluruh nilai dalam kehidupan bisa disajikan dalam satu naskah yang dibuatnya, hanya beberapa nilai saja.
  2. Seperangkat nilai itu bersatu menjadi sebuah gagasan atau ide.
  3. Gagasan-gagasan atau ide-ide tadi bersatu menjadi sebuah tema. Suatu lakon dapat terdiri dari beberapa tema, namun ada pula lakon yang hanya memiliki satu tema, contohnya fragmen (sajian drama yang ceritanya merupakan penggalan dari cerita utuh).

Tokoh dalam Naskah Drama

Di dalam naskah terdapat tokoh-tokoh cerita atau peran-peran yang menghidupkan naskah itu sendiri. Tokoh-tokoh cerita tersebut bila diklasifikasikan  menjadi:

  1. peran utama yang disebut protagonis,
  2. peran lawan yaitu antagonis,
  3. pemeran atau peran ketiga yang mendukung protagonis atau antagonis yang disebut tritagonis, adan
  4. peran pembantu.

Struktur Dramatik

Selain ada tema, ide, nilai serta tokoh-tokoh cerita, di dalam naskah juga terdapat struktur dramatik. Struktur tersebut terdiri dari:

  1. pemaparan (eksposisi),
  2. konflikasi (komplikasi),
  3. konflik,
  4. klimaks,
  5. anti klimaks, dan
  6. keputusan (resolusi).

Di dalam naskah terdapat jenis bahasa yang digunakan, yaitu ada yang puitis (menggunakan bahasa puisi) dan ada pula yang menggunakan bahasa keseharian. Naskah hanyalah bahan baku pergelaran teater, selanjutnya mau ditafsirkan seperti apa? Mau disajikan seperti bagaimana? Semuanya bergantung pada konsep sutradara.

Analisis Naskah Drama

Analisis naskah drama adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antarbagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan dari suatu naskah drama. Mengapa kita melakukan analisis naskah drama? Alasannya banyak, termasuk untuk melakukan penelitian ilmiah kesusastraan.

Namun, salah satu fungsi praktisnya adalah untuk melakukan evaluasi. Apakah setiap unsur dari naskah drama telah ditulis atau tersusun dengan maksimal? Apakah terdapat celah untuk dikembangkan? Atau bagaimana kesesuaian antara naskah dan pertunjukkan seni teater yang telah digelar?

Dalam menganalisis sebuah naskah drama, yang harus kita pilah dan perhatikan adalah:

  1. judul naskah,
  2. pengarang,
  3. tema, serta
  4. di mana letak keunikannya?

Naskah atau sastra drama merupakan karya seorang sastrawan yang memiliki bakat di bidang penulisan naskah drama. Tidak semua sastrawan mampu membuat atau mencipta sastra drama sehubungan dengan bakat dan minatnya.

Drama adalah khayalan pengarang tentang kehidupan manusia. Para penonton drama juga sadar bahwa yang ditontonnya hanyalah fiksi, bukan realitas yang sebenarnya, namun kadang-kadang penonton hanyut dalam jalinan cerita sehingga ikut sedih, gembira, haru, marah, dan berbagai perasaan lainnya sesuai dengan cerita yang disajikan. Barangkali di situlah uniknya karya sastra drama.

Selain untuk menjadi penelitian ilmiah dan bahan evaluasi suatu pertunjukkan teater, kita juga dapat melakukan analisis naskah drama untuk mempelajari berbagai naskah yang baik lalu mengikuti berbagai bumbu-bumbu rahasia yang membuat naskah itu berhasil. Ya, cara ini populer dengan istilah ATM yang merupakan singkatan amati, tiru, dan modifikasi di kalangan masyarakat.

Cara Membuat Naskah

Berbicara mengenai mebuat naskah, lalu sebetulnya bagaimana cara atau langkah membuat naskah? Hal-hal yang harus kita perhatikan saat akan membuat naskah adalah sebagai berikut.

1. Struktur Cerita

Adegan mana yang akan disimpan di bagian permulaan serta adegan mana yang akan disimpan pada bagian akhir. Hal ini harus dipertimbangkan demi terwujudnya sebuah struktur dramatik yang menarik.

2. Karakter

Karakter adalah perwatakan yang terdapat dalam tokoh-tokoh cerita yang kita buat. Apakah akan menghadirkan tokoh jahat dengan perangai yang buruk atau sebaliknya. Selain itu, berapa tokoh yang terdapat dalam cerita atau naskah yang kita buat. Apakah dalam naskah yang kita buat itu hanya ada satu tokoh, sehingga dimainkan oleh satu orang, atau beberapa tokoh sehingga memerlukan beberapa orang pemain.

Di samping itu berapa babak drama yang akan kita buat. Apakah hanya satu babak yang terdiri dari beberapa adegan? Atau lebih dari satu babak yang sudah barang tentu harus disesuaikan dengan kemampuan kerja tim. Terlalu banyak babak otomatis akan menyita waktu serta tenaga yang banyak pula. Pertunjukan yang terlalu panjang akan membuat penonton bosan. Selain itu para penonton juga belum tentu siap untuk tetap bertahan mengikuti jalannya pertunjukan.

3. Diksi (Pemilihan Kata/Bahasa)

Diksi adalah bahasa verbal atau bahasa kata-kata yang diucapkan oleh pemain sebagai salah satu bahasa ungkap dalam drama (Tim Kemdikbud, 2018, hlm. 165). Apakah kita akan membuat naskah dengan bahasa puisi? Atau dengan bahasa keseharian seperti yang kita gunakan sehari-hari. Dalam bahasa drama sebenarnya tidak terbatas pada bahasa kata-kata, tetapi bisa juga bahasa visual (yang bisa dilihat), bahasa gerak yang dilakukan oleh pemain, serta bahasa musik yang dimainkan oleh pemusik atau pemain.

Naskah yang baik adalah naskah yang banyak memberi keleluasaan kepada sutradara drama untuk menggunakan aneka bahasa ungkap. Adapun pertunjukan drama yang baik adalah pertunjukan yang memiliki keseimbangan dalam menggunakan media ungkap. Dengan demikian di samping tidak menjenuhkan bagi para penonton, juga karya drama tersebut akan berkesan bervariasi.

4. Ide atau Gagasan

Pokok utama dari drama adalah mengungkapkan gagasan atau ide-ide penciptanya yang akan dikomunikasikan kepada penonton. Oleh karena itu, harus dipastikan ide atau gagasan itu memiliki keunikan, makna yang baik, dan menarik bagi penonton.

5. Perlengkapan

Terdapat jenis perlengkapan dalam pertunjukan drama, yaitu perlengkapan yang digunakan oleh para pemain (aktor dan aktris) dan perlengkapan panggung yang biasanya disimpan di atas panggung sebagai pelengkap dalam pertunjukan drama. Perlengkapan yang digunakan oleh pemain lazim disebut handprop, sedangkan perlengkapan panggung lazim disebut stageprop.

Referensi

  1. Tim Kemdikbud. (2018). Seni Budaya XII. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *