Menganalisis karya seni rupa merupakan suatu kegiatan yang bisa jadi cukup membingungkan bagi beberapa kalangan. Namun, sebetulnya kita dapat memulainya dengan mengapresiasinya dengan baik terlebih dahulu. Saat kita mampu mengapresiasinya dengan baik, maka kita akan mulai melihat berbagai sisi yang selama ini belum kita temukan.

Namun apresiasi sendiri kadang kala tidak semudah itu untuk dilakukan. Apalagi jika karya yang ingin kita apresiasi tidak menarik perhatian kita. Oleh sebab itu, memilih karya yang menarik perhatian kita merupakan salah satu cara untuk melatihnya. Jika kita menyukai karya yang kita amati, maka akan jauh lebih mudah bagi kita untuk mengapresiasinya secara penuh.

Saat kita mampu mengapresiasinya dengan penuh maka pendapat, pandangan, atau interpretasi kita terhadap karya akan mengalir sehingga menghasilkan penafsiran yang mungkin pencipta karyanya sendiri tidak pernah memikirkan atau bermaksud pada apa yang kita rasakan. Hal ini adalah salah satu puncak dari apresiasi, di mana kita sebagai apresiator justru menciptakan ulang karya yang kita apresiasi.

Analisis yang Holistik

Meskipun begitu, cara pandang kita pada hal yang kita sukai sebetulnya memiliki kelemahan. Yakni daya apresiasi kita menjadi subjektif, personal, atau dilakukan karena kita menyukainya. Saat sesuatu memiliki syarat seperti itu, besar kemungkinan analisis yang kita lakukan tidak objektif atau berat sebelah. Seseorang yang sudah terlanjur jatuh hati pada seseorang akan bersedia untuk “melakukan apa pun” baginya bukan? Saat ini terjadi, maka hasil analisis kita pun kemungkinan besar tidak valid.

Selain dari sisi subjektif, kita juga harus mampu melakukan analisis dari sisi objektif. Analisis yang dilakukan secara objektif tidak pandang bulu dan tidak mau tahu seperti apa karya yang dianalisis. Saat melakukannya dengan cara ini, maka kita mampu melakukan analisis serta kritik membangun yang adil dan setara bagi seluruh karya yang ada. Bagaimana caranya? Dengan melihat wujud formalnya melalui analisis berdasarkan bentuk konkret yang ada seperti unsur & prinsip seni rupa.

Oleh karena itu, analisa yang baik akan diterapkan pada berbagai segi yang menyelubungi karya atau secara holistik, tidak terpecah menjadi satu sisi saja (pragmatik). Tentunya ada bermacam pisau analisa yang dapat digunakan untuk melakukannya selain unsur dan prinsip seni rupa di atas. Namun, kita dapat memulainya dari kacamata umum terlebih dahulu, yakni menganalisis karya seni rupa berdasarkan jenis, fungsi, tema, dan tokoh.

Jenis

Jika kita menganalisis seni patung dan lukisan untuk dilihat yang mana yang lebih baik maka kita tidak akan mampu menjawabnya secara adil. Mengapa? Karena keduanya merupakan jenis karya seni yang berbeda. Menganalisis karya seni rupa haruslah dilakukan berdasarkan jenisnya. Bukan hanya jenis fisik, saat kita menilai karya seni murni dan terapan juga maka hal yang sama akan terjadi. Keduanya memiliki persepsi dan konsepsi penciptaan yang berbeda.

Lengkapnya, menurut Tim Kemdikbud (2018, hlm. 16) pengklasifikasian seni rupa dapat dibuat berdasarkan jenisnya, yakni:

  1. Seni Rupa Murni seperti lukisan, patung, dan grafis,
  2. Seni Rupa Terapan seperti desain dan kriya.

Sedangkan dari segi bentuk dapat dibedakan menjadi tiga kategori, yakni:

  1. Seni Rupa Dua Dimensi,
  2. Seni Rupa Tiga Dimensi,
  3. Seni Rupa Multi Dimensi, seperti Seni Rupa Pertunjukan (performance art), environment art, happening art, video art, dan banyak lagi, termasuk seni-seni yang dikategorikan menggunakan media baru (Tim Kemdikbud, 2018, hlm. 16).

Pastikan terlebih dahulu jenisnya saat kita menganalisis karya seni rupa. Setiap jenis karya seni rupa juga memiliki literasi yang berbeda. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengklasifikasikan jenisnya terlebih dahulu sebelum mulai menganalisisnya, agar apa yang kita lakukan tepat guna.

Fungsi

Edmund Burke Feldman (dalam Tim Kemdikbud, 2018, hlm. 16) membagi fungsi seni menjadi tiga bagian, yakni: fungsi seni secara personal, fungsi seni secara sosial, dan fungsi seni secara fisikal. Seni bagi perupa murni adalah media ekspresi, sementara bagi apresiator adalah sarana untuk mendapatkan pengalaman estetis dan nilai seni.

Sedangkan fungsi seni bagi perupa terapan adalah penciptaan benda fungsional yang estetis untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sementara itu, bagi masyarakat, desain atau kriya berfungsi memenuhi kebutuhan fisik yang sifatnya praktis dan sekaligus indah.

Oleh karena itu, kita harus mampu mengklasifikasikan karya berdasarkan fungsinya pula pada saat menganalisis karya seni rupa. Hal ini untuk memastikan bahwa kita benar-benar mengetahui fungsi dibalik karya yang kita analisis, apakah termasuk seni terapan? Seni murni? Atau justru berupa desain produk yang berusaha untuk menyelesaikan suatu permasalahan sehari-hari.

Tema

Apa yang dimaksud dengan analisis tema dari suatu karya seni rupa? Tema adalah masalah pokok atau subject matter dari suatu karya seni. Contohnya tema yang diusung adalah tema cinta, pendidikan, pesan moral dan sosial, atau mungkin hanya sebatas pendapat dan ekspresi senimannya saja.

Tema dapat bersumber dari realitas internal dan realitas eksternal.

  1. Realitas internal contohnya adalah harapan, cita-cita, emosi, nalar, intuisi, gairah, khayal, dan kepribadian seorang perupa diekspresikan melalui karya seni.
  2. Sedangkan realitas eksternal adalah ekspresi interaksi perupa dengan kepercayaan, religius, kemiskinan, ketidakadilan, nasionalisme, politik (tema sosial), hubungan perupa dengan alam, (tema lingkungan), dan lain sebagainya.

Tokoh

Pengenalan akan tokoh-tokoh perupa terapan (pendesain, pengkriya) dalam lingkup lokal, nasional, dan internasional adalah hal yang penting dalam rangka meningkatkan kemampuan berapresiasi seni. Terkadang beberapa tokoh akan memiliki gaya yang unik dan bisa jadi melawan berbagai konsepsi dan teori seni yang telah mapan. Oleh karena itu, agar mampu menganalisisnya kita harus mengenal tokoh tersebut.

Pengkajian Karya Seni Rupa

Namun, jika kita masih belum siap untuk menganalisis karya seni rupa secara formal, proses pengkajian seni rupa juga dapat dilakukan dengan pendekatan saintifik yang meliputi :

  1. mengamati,
  2. menanyakan,
  3. mencoba,
  4. menalar, dan
  5. menyajikan.

Selanjutnya, analisis yang dilakukan dapat mencakup :

  1. aspek visual, yakni menguraikan keberadaan rupa dengan katakata;
  2. aspek proses kreasi seni, yaitu menguraikan tahapan teknis penciptaan, skill atau keterampilan;
  3. aspek konseptual, yakni menemukan inspirasi dan gagasan seni; dan
  4. aspek kreativitas, yaitu menetapkan tingkat pencapaian kreativitas.

Referensi

  1. Tim Kemdikbud. (2017). Seni Budaya XI, semester 2. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *