Daftar Isi ⇅
show
Model pembelajaran make a match adalah salah satu cara untuk mengimplementasikan pembelajaran kooperatif. Model kooperatif tipe make a match atau “membuat pasangan” ini dikembangkan oleh Lorna Curran pada tahun 1994. Dalam model pembelajaran make a match, siswa diperintahkan untuk mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban atau soal sebelum batas waktu yang ditentukan, siswa yang berhasil mencocokkan kartunya diberi poin.
Pengertian Model Pembelajaran Make a Match
Menurut Rusman (2018, hlm. 223) Model pembelajaran make a match merupakan salah satu jenis dari model pembelajaran kooperatif, yakni bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.
Heterogen tentunya mengacu pada latarbelakang siswa yang beragam, baik itu kulit hitam, etnis Jawa, dsb. Hal tersebut menyikapi permasalahan rasisme di Amerika Serikat yang hingga kini masih menjadi isu yang cukup besar. Dengan demikian struktur kelompok heterogen tersebut amatlah baik diaplikasikan di negara Indonesia yang terhitung beranekaragam pula untuk meningkatkan persatuan dan kesatuan.
Sementara itu, menurut Komalasari (2017, hlm. 85) model pembelajaran make a match merupakan model pembelajaran yang mengajak murid mencari jawaban terhadap suatu pertanyaan konsep melalui suatu permainan kartu pasangan. Pendapat ini tentunya masih senada pendapat Rusman namun langsung mengerucut pada teknis pelaksanannya.
Selanjutnya, menurut Tarmizi dalam Novia (2015, hlm. 12) model pembelajaran make a match berarti model pembelajaran yang melibatkan proses belajar setiap siswa mendapat sebuah kartu (bisa soal atau jawaban) lalu secepatnya mencari pasangan yang sesuai dengan kartu yang ia pegang.
Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran make a match adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang menuntut siswa untuk mencari pasangan kartu soal dan jawaban yang telah dibuat oleh pendidik sebelumnya, dengan batas waktu yang telah ditentukan agar tercipta kerjasama antarsiswa untuk menyelesaikannya secara kooperatif.
Tipe make a match atau mencari pasangan ini dapat menjadi salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan guru dalam mengembangkan kemampuan siswa. Pembelajaran di kelas dengan menggunakan make a match ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkat usia anak didik.
Kelebihan Model Pembelajaran Make a Match
Kelebihan dari model pembelajaran make a match ini yaitu siswa mencari pasangan sambil belajar tentang konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Siswa menjadi lebih aktif, dapat digunakan di semua mata pelajaran dan di semua tingkatan pendidikan, kerjasama antar siswa lebih dinamis dalam suasana yang lebih menyenangkan. Selain itu, menurut Mulyatiningsih (2014, hlm. 224), kelebihan dari model pembelajaran make a match adalah sebagai berikut.
- Suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran.
- Kerjasama antar sesama siswa akan terwujud dengan dinamis.
- Munculnya dinamika gotong royong yang merata di seluruh siswa.
Kelemahan Make a Match
Sementara itu, kelemahan dari model pembelajaran ini adalah sebagai berikut.
- Diperlukan bimbingan guru untuk melakukan pembelajaran.
- Suasana kelas menjadi gaduh sehingga dapat mengganggu kelas lain.
- Guru perlu persiapan bahan dan alat yang memadai (Mulyatiningsih, 2014, hlm. 224).
Model pembelajaran ini memerlukan bimbingan terlebih dahulu dari guru, agar tidak terjadi kegaduhan di kelas. Selain itu, waktu juga harus dibatasi agar siswa tidak terlalu banyak bermain, serta guru harus menyiapkan kartu yang berisi soal dan kartu yang berisi jawaban sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai.
Langkah-Langkah Model Pembelajaran Make a Match
Pembelajaran make a match merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif. Oleh karena itu, setiap langkah-langkahnya haruslah disesuaikan dengan tujuan pembelajaran kooperatif. Menurut Rusman (2018, hlm. 203) langkah-langkah model pembelajaran make a match adalah sebagai berikut.
- Guru menyiapkan kartu yang berisi beberapa konsep yang cocok untuk sesi review, salah satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
- Masing-massing siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal atau jawaban dan memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang.
- Masing-masing siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya.
- Masing-masing siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu, diberi poin.
- Apabila siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan temannya akan mendapatkan hukuman yang telah disepakati bersama.
- Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
- Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pembelajaran.
Referensi
- Komalasari, Kokom. (2017). Pembelajaran kontekstual: konsep dan aplikasi. Bandung: Refika Aditama.
- Mulyatiningsih, Endang. (2011). Metode Penelitian Terapan bidang pendidikan. Bandung : CV. Alfabeta.
- Rusman. (2018). Model-model Pembelajaran. Depok: Raja Grafindo Persada.