Pengertian Pendidikan Nonformal

Pendidikan nonformal adalah aktivitas belajar di luar sistem persekolahan atau pendidikan formal namun tetap dilakukan secara terorganisir (Marzuki, 2012, hlm. 137). Oleh karena itu, pendidikan non formal juga sering disebut sebagai pendidikan luar sekolah.

Terkadang pendidikan nonformal dapat berupa pendidikan tambahan di sekolah atau justru tidak memiliki kaitan sama sekali. Misalnya, Pramuka yang merupakan kegiatan ekstrakulikuler adalah salah satu contoh pendidikan nonformal yang menjadi pendidikan tambahan di sekolah formal. Salah satu contoh pendidikan nonformal di Amerika, adalah pramuka (Garvey, 2011, hlm. 15).

Intinya, Pendidikan nonformal dapat dilaksanakan secara terpisah maupun merupakan bagian penting dari suatu kegiatan yang lebih besar untuk melayani sasaran didik atau kebutuhan belajar yang khusus pula.

Selanjutnya, Miradj & Sumarno (2014, hlm. 9) mengemukakan bahwa pendidikan nonformal merupakan salah satu jalur pendidikan alternatif yang dapat dipilih oleh sebagian masyarakat, selain jalur pendidikan formal. Terkadang karena satu atau berbagai hal terdapat beberapa lapisan masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan formal, dan pendidikan non formal menjadi salah satu pengisi kekosongan tersebut.

Pendidikan adalah hak seluruh masyarakat dan akan berpengaruh besar terhadap kesejahteraan atau taraf hidupnya. Pendidikan nonformal adalah salah satu usaha untuk memberikan hak pendidikan dalam berbagai bentuk pada seluruh kalangan, termasuk masyarakat yang berada di luar jangkauan pendidikan formal.

Dapat disimpulkan bahwa pendidikan nonformal adalah pendidikan yang diselenggarakan di luar pendidikan formal namun tetap direncanakan dengan matang dan berorientasi pada pelayanan peserta didik dan pembelajaran yang khusus untuk menangani hal tertentu yang bertujuan agar peserta didik, atau masyarakat dapat memiliki sikap dan cita-cita sosial guna meningkatkan taraf hidup yang lebih baik.

Contoh Pendidikan Non formal

Contoh pendidikan nonformal meliputi:

  1. kelompok bermain,
  2. tempat penitipan anak (day care),
  3. sanggar,
  4. lembaga kursus,
  5. majelis taklim,
  6. lembaga pelatihan, dsb.

Perlu menjadi catatan bahwa pendidikan anak usia dini atau  PAUD dapat termasuk pada kategori pendidikan nonformal atau formal. Taman Kanak-Kanak (TK) dan Raudlatul Athfal (RA) adalah contoh PAUD formal, sementara kelompok bermain (play group) dan tempat penitipan anak (day care) adalah contoh dari PAUD nonformal.

Hal tersebut tertera pada Pasal 28 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), yang berbunyi: “Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) diselenggarakan melalui tiga jalur, yaitu jalur formal, jalur nonformal, dan jalur informal.

Sementara itu, pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan sekitar. Dari sini tampak jelas pula bahwa perbedaan pendidikan non formal dan informal adalah dari tingkat organisasinya, yakni pendidikan informal jauh lebih bebas dan tidak mengikuti peraturan tertentu lagi jika dibandingkan dengan pendidikan nonformal.

Perbedaan Pendidikan Formal, Nonformal dan Informal

Secara umum, pendidikan nasional di Indonesia dibagi dalam tiga jenis yaitu pendidikan formal, nonformal, dan informal. Pembagian tersebut berdasarkan UU No 20 tahun 2003, dengan rincian sebagai berikut:

  1. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
  2. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
  3. Sementara itu, pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.

Berdasarkan Undang-undang di atas, dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara pendidikan formal, nonformal, dan informal adalah tingkat struktur dan kejenjangan penyelenggaraannya.

Pendidikan formal harus terstruktur dan berjenjang, sementara pendidikan nonformal dapat diselenggarakan secara terstruktur dan berjenjang (pilihan) dan biasanya diselenggarakan dengan struktur yang lebih fleksibel mengikuti kebutuhan dan kemampuan peserta didik. Selanjutnya, pendidikan informal dapat berupa pendidikan dari keluarga atau lingkungan sekitar saja tanpa struktur dan jenjang tertentu.

Pada intinya, pendidikan nonformal dilaksanakan untuk warga belajar yang tidak terakomodasi dalam pendidikan formal. Layanan pendidikan non formal berfungsi meningkatkan kompetensi peserta didik agar memiliki ilmu pengetahuan dan keterampilan yang setara dengan pendidikan formal bagi kalangan yang tidak dapat mengikuti atau bahkan kurang tertarik pada pendidikan formal.

Fungsi Pendidikan Nonformal

Secara garis besar fungsi pendidikan nonformal adalah sebagai pelengkap, dan pengganti pendidikan formal bagi warga yang membutuhkan pendidikan di luar pendidikan formal (Ernawati & Mulyono, 2017, hlm. 61). Selain itu, pendidikan nonformal biasanya diprioritaskan ke dalam berbagai program, antara lain pemberantasan buta akasara, kejar paket (kesetaraan), pendidikan anak usia dini nonformal, pendidikan berkelanjutan, dan lain sebagainya (Suhaenah, 2016, hlm. 145).

Pada akhirnya, sebagaimana tugas pendidikan formal dan informal, tugas pendidikan nonformal juga adalah membantu kualitas dan martabat sebagai individu dan warga negara yang dengan kemampuan dan kepercayaan diri sendiri harus dapat mengendalikan perubahan dan kemajuan.

Asas Pendidikan Nonformal

Soelaiman (1992, hlm. 79) menjelaskan beberapa landasan dan konsepsi mengenai pendidikan nonformal termasuk asasnya, yakni sebagi berikut.

  1. Asas Inovasi
    Penyelenggaraan Pendidikan nonformal hendaknya mempertimbangkan kebutuhan peserta didik. Sehingga dalam mengembangkan inovasinya, aspek-aspek harus disesuaikan dengan kebutuhan peserra didik seperti norma, nilai, teknik, metode dll.
  2. Asas penentuan dan perumusan tujuan pendidikan nonformal
    Hal ini berkaitan dengan perumusan tujuan yang berkaitan dengan standar minimal yang hendaknya dicapai oleh peserta didik dengan mempertimbangkan berbagai hal pengetahuan, sikap serta jenis dan tingkat keterampilan yang harus dikuasai oleh seorang anggota masyarakat.
  3. Asas perencanaan dan pengembangan program pendidikan nonformal
    Pendidikan nonformal adalah sebagai berikut: (1) Bersifat komperhensif Hal ini berarti bahwa program atau kegiatan yang direncanakan harus sesuai dengan tujuan yang digariskan sebelumnya; (2) Bersifat integral Berarti perencanaan yang memuat program pendidikan formal dan nonformal yang terkoordinasi, sehingga jenis program pendidikan masing-masing tidak bertentangan satu sama lain; (3) Memperhitungkan aspek-aspek kuantitatif dan kualitatif Dalam lapangan pendidikan nonformal harus mampu meningkatkan kemampuan belajar dan kemampuan kerja seseorang baik secara kualitatif maupun kuantitatif; (4) Memperhitungkan semua sumber yang ada atau yang dapat diandalkan berupa integrasi dan pendayagunaan semua sumber-sumber yang tersedia, baik sumber pemerintah maupun sumber swasta atau masyarakat.

Sifat-sifat Pendidikan Nonformal

Sementara itu, menurut Soelaiman (1992, hlm. 79) sifat-sifat pendidikan nonformal adalah sebagi berikut.

  1. Pendidikan nonformal lebih fleksibel.
    Artinya, penyelenggaraan pendidikan nonformal disesuaikan dengan kesempatan yang ada, dapat beberapa bulan, beberapa tahun, atau beberapa hari saja. Dari segi tujuan, maka tujuan pendidikan nonformal bisa luas dan juga bisa sepesifik sesuai dengan
    kebutuhan. Serta pengajarnya tidak perlu syarat yang ketat, hanya dalam pelajaran serta metode disesuaikan dengan besarnya kelas. Farrow, Arcos, Pitt & Weller (2015, hlm. 51) juga mengatakan bahwa pendidikan non formal menjadi lebih menonjol karena pendekatan yang fleksibel untuk belajar dan pemahaman yang lebih kaya tentang bagaimana siswa belajar.
  2. Pendidikan nonformal lebih efektif dan efisien untuk bidang- bidang
    pelajaran tertentu.
    Bersifat efektif oleh karena program pendidikan nonformal bisa spesifik sesuai dengan kebutuhan dan tidak memerlukan syarat- syarat (guru, metode, fasilitas lain) secara ketat. Efisien karena tempat penyelenggaraannyapun dapat dimana saja seperti di sawah, bengkel, pasar, rumah, maupun tempat kerja yang lain.
  3. Pendidikan nonformal bersifat quick yielding.
    Artinya dalam waktu yang singkat dapat digunakan untuk melatih tenaga kerja yang dibutuhkan, terutama untuk memperoleh tenaga yang memiliki kecakapan khusus.
  4. Pendidikan nonformal sangat instrumental.
    Pendidikan yang bersangkutan bersifat luwes, mudah, dan murah sehingga dapat menghasilkan dalam waktu yang relatif singkat.

Syarat Pendidikan Nonformal

Dalam paparannya mengenai pendidikan nonformal, Soelaiman (1992, hlm. 79) juga membahas mengenai syarat-syarat pendidikan nonformal yang di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Pendidikan nonformal harus memiliki tujuan yang jelas.
    Tujuan merupakan sesuatu yang dirasakan manfaatnya oleh peserta didik atau masyarakat. Mengandung nilai-nilai, aspirasi, dan kebutuhan masyarakat sebagai peserta.
  2. Ditinjau dari segi masyarakat.
    Program pendidikan nonformal harus menarik, baik hasil yang akan dicapai maupun pelaksanaannya.
  3. Adanya integrasi pendidikan nonformal dengan program pembengunan dalam masyarakat.
    Program pendidikan nonformal disesuaikan dengan arah pembangunan daerah yang bersangkutan.
  4. Organisasi kesenian, kursus-kursus kesenian, penataran pembinaan
    kesenian.
  5. Kegiatan lain (pembinaan pada napi dan siaran pedesaan).

Referensi

  1. Ernawati & Sungkowo Edy Mulyono. (2017). Manajemen Pembelajaran Program Paket C di PKBM Bangkit Kota Semarang. JNE 3 (1) (2017) (60-71).
  2. Farrow, R., de los Arcos, B., Pitt, R., & Weller, M. (2015). Who are the open
    learners? A Comparative study profiling non-formal users of open
    educational resources. European Journal of Open, Distance and E-learning,
    18(2), 49-73. DOI: 10.1515/eurodl-2015-0013.
  3. Marzuki, S. (2012). Pendidikan Nonformal. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
  4. Mathew Vick & Michael P. Garvey. (2011). Levels Of Cognitive Processes In A Non-Formal Science Education Program : Scouting’s Science Merit Badges And The Revised Bloom’s Taxonomy.International Journal of Environmental & Science Education. Volume 6 No 2 April 2011, 173-190.
  5. Miradj, S., & Sumarno, S. (2014). Pemberdayaan masyarakat miskin, melalui proses pendidikan nonformal, upaya meningkatkan kesejahteraan sosial di Kabupaten Halmahera Barat. JPPM (Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat), 1(1), 101-112. https:/doi.org/10.21831/jppm.v1i1.2360.
  6. Soelaiman, J. (1992). Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah. Jakarta: Bumi
    Aksara.
  7. Suhaenah, Een. (2016). Implikasi Pendidikan Kesetaraan Paket C Terhadap Peningkatan Taraf Hidup Warga Belajar Di SKB Kota Serang. Jurnal Eksistensi Pendidikan Luar Sekolah (E-Plus). Vol.1.No.1 Februari 2016 (141-165).

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *