Pendidikan vokasi atau terkadang disebut juga sebagai pendidikan kejuruan merupakan salah satu strategi penting dari dunia pendidikan di Indonesia. Hal ini karena sebagai bangsa yang masih banyak menjalani pergantian nafkah masyarakat dari agrikultur ke dunia industri,  kita membutuhkan banyak tenaga yang terampil dan siap mengarungi dunia kerja. Pendidikan vokasi, atau pendidikan yang tertarget pada keterampilan, kecakapan, dan sikap dunia usaha menjadi penopangnya.

Dunia usaha dan industri juga sedari dulu sudah selalu menginginkan menyerap lebih banyak individu-individu yang tidak hanya memiliki kualitas akademik yang baik. Bahkan, di dunia industri, kecakapan, keterampilan, serta pemahaman langsung terhadap apa yang sedang terjadi di bidang yang sedang mereka geluti dalam usahanya, menjadi indikator pekerja yang lebih didambakan.

Oleh karena itu, pendidikan vokasi atau kejuruan masih menjadi strategi yang terus dikembangkan dan dijalankan dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan tersebut. Di luar memenuhi kebutuhan Industri, masyarakat juga mulai lebih menginginkan pendidikan yang dapat menghantarkan mereka langsung ke dunia kerja yang sebenarnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa situasi ini adalah win-win Solutions baik dari sisi perusahaan maupun masyarakat pada umumnya. Berikut adalah berbagai uraian yang akan membahas mengenai pendidikan vokasi dan kejuruan secara menyeluruh.

Pengertian Pendidikan Vokasi

Bukit (2014, hlm. 13) menjelaskan bahwa pendidikan vokasi/kejuruan merupakan pendidikan yang lebih berorientasi pada praktik dan kurang berorientasi pada akademik serta menggambarkan pendidikan dan pelatihan bagi pencari kerja. Berbeda dengan sekolah umum yang berfokus pada kemampuan akademik secara general, pendidikan vokasi berorientasi langsung pada berbagai keterampilan bekerja sebagai pengembangan kompetensi peserta didiknya.

Pendidikan dan pelatihan vokasi merupakan model pendidikan yang menitik beratkan pada keterampilan individu, kecakapan, pengertian, perilaku, sikap, kebiasaan kerja, dan apresiasi terhadap pekerjaan-pekerjaan yang dibutuhkan oleh masyarakat dunia usaha/industri yang bermitra dengan masyarakat usaha dan industri dalam kontrak dengan lembaga-lembaga asosiasi profesi serta berbasis produktif (Sudira, 2012, hlm. 14).

Sementara itu menurut Pavlova (dalam Sukoco, 2019, hlm. 23) tradisi dari pendidikan vokasi ialah menyiapkan peserta didik untuk bekerja, sehingga dapat dikatakan bahwa pendidikan vokasi adalah pendidikan yang menyiapkan terbentuknya keterampilan, kecakapan, pengertian, perilaku, sikap, kebiasaan kerja, dan apresiasi terhadap pekerjaan-pekerjaan yang dibutuhkan oleh segenap masyarakat dunia usaha/industri diawasi oleh masyarakat dan pemerintah, atau dalam sebuah kontrak dengan lembaga serta berbasis produktif.

Oleh karena itu, pendidikan vokasi merupakan jenjang pendidikan yang selalu dinamis dalam melakukan perubahan kurikulum pendidikan sesuai dengan pertumbuhan pasar kerja dan beradaptasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini berarti pendidikan vokasi akan selalu mengalami pergeseran paradigma.

Salah satu contoh paling konkret adalah dalam program studi rekayasa perangkat lunak atau teknik informatika. Bahasa pemrograman merupakan hal yang berkembang dan berubah dengan cepat, sehingga untuk mengikutinya, pendidikan vokasi harus terus melakukan riset dan observasi langsung terhadap industri pengembangan perangkat lunak untuk memastikan kebutuhan jenis bahasa pemrograman yang kini sedang banyak digunakan.

Berbagai pernyataan di atas memberikan pemahaman bahwa pendidikan kejuruan lebih banyak memberikan materi praktik dibandingkan materi teori dengan tujuan agar peserta didik terbiasa melakukan pekerjaan sehingga siap memasuki dunia kerja. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan vokasi adalah pendidikan yang berorientasi pada pelatihan teknis bekerja di industri sebagai bagian utama dalam pengembangan kompetensinya.

Vokasi atau Kejuruan?

Terdapat dua istilah untuk menyebut pendidikan yang berorientasi terhadap dunia kerja di Indonesia. Istilah tersebut adalah pendidikan kejuruan dan pendidikan vokasi yang tercantum dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan formal yang diselenggarakan pada jenjang pendidikan tingkat menengah atau biasa disebut dengan sekolah menengah kejuruan (SMK). Pendidikan vokasi merupakan pendidikan formal yang diselenggarakan pada jenjang pendidikan tinggi seperti politeknik, sekolah vokasi, akademi dan sejenisnya.

Walaupun pendidikan kejuruan dan pendidikan vokasi secara definisi berbeda, namun keduannya memiliki prinsip yang sama, yaitu mempersiapkan peserta didiknya terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Dapat disimpulkan bahwa kedua istilah ini tidak memiliki perbedaan makna di luar pendefinisian teknis untuk menyebutkan jenjang pendidikan menengah dan jenjang pendidikan tinggi di Indonesia.

Filosofi Pendidikan Vokasi/Kejuruan

Filsafat pendidikan merupakan salah satu landasan terpenting dari suatu penyelenggaraan pembelajaran dalam rangka memenuhi tujuan pendidikan. Seperti pendidikan lainnya, hal ini juga tidak terkecuali dengan pendidikan vokasi. Terdapat aliran-aliran pendidikan yang memiliki pandangan mengenai pendidikan vokasi kejuruan di antarany adalah sebagai berikut.

  1. Eksistensialisme
    yakni filsafat pendidikan yang berpandangan bahwa pendidikan kejuruan harus mengembangkan eksistensi manusia untuk bertahan hidup, bukan merampasnya. Hal ini sejalan dengan penjelasan UU No. 20 tahun 2003, bahwa pendidikan teknologi kejuruan mempersiapkan peserta didik untuk memasuki dunia kerja.
  2. Esensialisme
    yakni filsafat yang berpandangan bahwa pendidikan kejuruan harus mengaitkan dirinya dengan sistem-sistem yang lain seperti ekonomi, politik, sosial, ketenagakerjaan, serta religi dan moral (Suyitno, 2020, hlm. 7).

Selain itu, menurut Brown (2007, hlm.50 dalam Suyitno, 2020, hlm. 7) terdapat tiga dimensi yang harus ada dalam pendidikan kejuruan yang antara lain adalah sebagai berikut.

  1. Vocations are the result of a historical and cultural process of social construction and institutionalization. Berarti vokasi adalah hasil dari proses sejarah dan kebudayaan konstruktif institusional.
  2. Vocations are established as individuals perform work-based activities and „do‟ specific things, i.e. concrete work tasks that respond to social needs. Vokasi dibangun atas individu yang memiliki kepentingan aktivitas yang berbasis kerja, misalnya untuk melakukan hal spesifik seperti tugas konkret yang dibutuhkan oleh masyarakat atau industri.
  3. Vocations establish demarcations between and internal coherence within different areas of working life. Vokasi membangun demokrasi antara koherensi internal dalam berbagai bidang kehidupan kerja.

Tujuan Pendidikan Vokasi/Kejuruan

Secara yuridis, tujuan dari pendidikan vokasi di Indonesia telah tertuang pada keputusan mendikbud No. 0490/U/1990 yang berbunyi sebagai berikut.

  1. Mempersiapkan siswa untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih dan atau meluaskan pendidikan dasar.
  2. Meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan dengan lingkungan sosial, budaya, dan sekitar.
  3. Meningkatkan kemampuan siswa untuk dapat mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu, teknologi, dan kesenian.
  4. Menyiapkan siswa untuk memasuki lapangan kerja dan mengembangkan sikap profesional.

Di Indonesia, meskipun tujuan utama dari pendidikan vokasi adalah industri kerja, hal ini tidak menutupi seseorang untuk tidak melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, seperti yang tertuang pada keputusan mendikbud di atas. Oleh karena itu, setiap lembaga yang mengadakan program studi vokasi haruslah tetap memberikan bekal dasar bagi peserta didiknya untuk meneruskan studinya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Model Penyelenggaraan Pendidikan Vokasi

Penerapan sistem Kurikulum Pendidikan Tinggi (KPT) Vokasi pada sistem pendidikan tinggi dan pemberlakuan peraturan tentang standar nasional pendidikan tinggi (Permenristekdikti Nomor 44 Tahun 2015), perlu dikembangkan model pembelajaran yang sesuai dengan KPT tersebut.Pada Pasal 11 Ayat 1 Permenristekdikti Nomor 44 Tahun 2015 dinyatakan bahwa karakteristik proses pembelajaran bersifat:

  1. interaktif,
  2. holistik,
  3. integratif,
  4. saintifik,
  5. kontekstual,
  6. tematik,
  7. efektif,
  8. kolaboratif, dan
  9. berpusat pada peserta didik.

Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, atau juga dikenal sebagai (Student Centered Learning) menjadi pilihan pendekatan yang tepat untuk mengimplementasikan KPT. SCL merupakan paradigma yang terus berkembang walaupun tidak serta-merta menghilangkan atau menghapuskan pendekatan pembelajaran yang lain (Nurwardani, 2016, hlm. 19).

Bukit (2014, hlm. 14-19) menjelaskan model-model yang dapat digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan kejuruan sebagai berikut.

  1. Model pendidikan di dunia kerja (company model) adalah pendidikan tenaga kerja yang dilakukan secara penuh di perusahaan atau biasa disebut magang;
  2. Model pendidikan di sekolah (school based) adalah pendidikan kejuruan yang dilakukan di sekolah. Seluruh sistem pelaksanaan, fasilitas, anggaran, dan pengelolaan merupakan tanggung jawab sekolah khususnya pemerintah. Model ini menempatkan industri hanya sebagai model saja;
  3. Cooperatif model atau pendidikan sistem ganda (PSG). Model pendidikan ini dilakukan secara bersama-sama antara sekolah dan dunia kerja. model ini merupakan kombinasi dari school based dan company model yang dipercaya dapat mengatasi kelemahan dari masing-masing model tersebut;
  4. Model school based enterprise atau dikenal dengan Unit Produksi (UP). Model ini pada dasarnya adalah mengembangkan dunia usaha di lingkungan sekolah dengan maksud memberikan pengalaman kerja nyata di sekolah sekaligus menambah penghasilan sekolah.

Kurikulum Pendidikan Vokasi

Tujuan kurikulum vokasi mencakup empat aspek kompetensi, yaitu (1) aspek kompetensi sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan. Aspek-aspek kompetensi tersebut dicapai melalui proses pembelajaran intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler.

Penumbuhan dan pengembangan kompetensi sikap dilakukan sepanjang proses pembelajaran berlangsung, dan dapat digunakan sebagai pertimbangan guru dalam mengembangkan karakter peserta didik lebih lanjut.

Terdapat beberapa jenis mata pelajaran yang diajarkan berdasarkan tuntutan kompetensi yang seperti dituliskan di atas, meliputi:

  1. Mata pelajaran wajib berdasar Kurikulum Nasional,
  2. Dasar-dasar Komunikasi,
  3. Matematika Terapan,
  4. Komputer,
  5. Metode Ilmiah,
  6. Bahasa Indonesia,
  7. Bahasa Inggris,
  8. Project Work and Enterpreneurship,
  9. Praktek Kejuruan.

Strategi Pendidikan Vokasi

Strategi pembelajaran yang diterapkan sangat tergantung pada tempat pendidikan berlangsung. Untuk memberikan gambaran strategi pembelajaran mana yang akan dipilih di sekolah vokasi, di bawah ini adalah beberapa contoh-contoh strategi pembelajaran yang dapat digunakan.

  1. Teori dan praktek komunikasi (presentasi dan diskusi)
  2. Aplikasi teori matematika dalam kehidupan seharihari
  3. Teori dan aplikasi komputer untuk berbagai keperluan
  4. Melakukan penelitian laboratorium/lapangan
  5. Membuat karya ilmiah dalam bahasa Indonesia Baku
  6. Teori dan praktek bahasa Inggris (reading, listening, conversation)
  7. Project work dan praktek kewirausahaan
  8. Praktek kejuruan di bengkel/laboratorium /lapangan

Referensi

  1. Bukit, M. (2014). Strategi dan inovasi pendidikan kejuruan. Bandung: Alfabeta.
  2. Nurwardani, Paristiyanti. (2016). Panduan penyusunan Teknologi Pembelajaran Vokasi. Jakarta:Menristek Dikti.
  3. Sudira, P. (2012). Filosofi dan teori pendidikan vokasi dan kejuruan. Yogyakarta: UNY.
  4. Sukoco, J.B, dkk. (2019). Pemahaman pendidikan vokasi di jenjang pendidikan tinggi bagi masyarakat.
  5. Suyitno. (2020). Pendidikan vokasi dan kejuruan strategi dan revitalisasi abad 21. Yogyakarta: K-Media.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *