Bahasa pada hakikatnya adalah ucapan pikiran dan perasan manusia secara teratur, yang mempergunakan bunyi sebagai alatnya. Oleh karena itu bahasa dan berbicara merupakan kemampuan yang amatlah penting bagi manusia dalam menjalankan kesehariannya termasuk untuk belajar. Hal tersebut karena belajar merupakan salah satu kunci utama dari kemampuan manusia untuk dapat bertahan hidup dan saling membantu satu sama lain untuk mewujudkan kehidupan yang sejahtera.

Dengan demikian, perkembangan bahasa atau spesifiknya perkembangan kemampuan berbicara dan berbahasa menjadi faktor utama dalam menentukan kesuksesan seseorang, termasuk anak atau peserta didik. Perkembangan bahasa anak dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya faktor biologis dan faktor sosial.

  1. Faktor biologis adalah kemempuan yang dimiliki anak sejak lahir, faktor ini mempengaruhi perkembangan bahasa yang dimilikinya.
  2. Sedangkan faktor sosial adalah pengaruh dari interaksi dengan lingkungan sekitarnya yang memungkinkan anak mendapatkan variasi bahasa yang baru.

Menurut Hurlock (dalam Asrori, 2020, hlm. 45) perkembangan bahasa anak usia dini ditempuh melalui cara yang sitematis dan berkembang bersama-sama dengan pertambahan usianya. Anak mengalami tahapan perkembangan yang sama namun yang membedakan antara lain: sosial keluarga, kecerdasan, kesehatan, dorongan, hubungan, yang mempengaruhinya, berarti lingkungan turut mempengaruhi perkembangan bahasa anak, lingkungan yang baik maka perkembangan anak akan baik, namun sebaliknya jika tidak maka anak juga akan ikut dalam lingkungan tersebut. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah berbagai literatur mengenai perkembangan bahasa mulai dari pengertian, tahapan, dan teori-teori yang menyokongnya.

Pengertian Perkembangan Bahasa

Perkembangan bahasa adalah suatu proses perubahan di mana anak belajar mengenal, memakai, dan menguasai tingkat yang lebih tinggi dari berbagai aspek bahasa dan berbicara (Asrori, 2020, hlm. 44). Perkembangan kemampuan bahasa bertujuan agar anak mampu berkomunikasi secara lisan dengan lingkungannya.

Sementara itu menurut Madyawati (2017, hlm. 126) perkembangan bahasa adalah perkembangan kemampuan untuk melakukan dan juga memahami informasi dan komunikasi dari orang lain. Bahasa merupakan simbolisasi dari suatu ide atau suatu pemikiran yang ingin dikomunikasikan oleh pengirim pesan dan diterima melalui kode-kode tertentu secara verbal (berujar) maupun non verbal (ditulis atau diketik).

Lebih lanjut Yus (2015, hlm. 70) menjelaskan bahwa perkembangan bahasa merupakan kemampuan dalam menggunakan bahasa untuk menyampaikan gagasan tentang dirinya dan memahami orang lain serta untuk mempelajari kata-kata baru. Perkembangan bahasa anak usia 4-6 tahun meliputi kemampuan penggunaan kata penghubung, keterangan objek/subjek, kata kerja dasar, kata keterangan, kalimat yang menunjukkan tingkat perbandingan, mendengarkan cerita yang panjang, bercerita, membaca, dan menulis.

Tidak hanya kemampuan teknis, menurut menurut Musfiroh (2021, hlm. 3) perkembangan bahasa mengacu pada kemampuan untuk menyusun pikiran dengan jelas dan mampu menggunakan kemampuan ini secara kompeten melalui kata-kata untuk mengungkapkan pikiran-pikiran dalam berbicara, menulis, dan membaca.

Pemerolehan Bahasa

Skinner (dalam Asrori, 2020, hlm. 45) mempercayai bahwa kapasitas berbahasa telah dibawa setiap anak semenjak dilahirkan yang diistilahkan sebagai a language acquisition device program into the brain. Sementara itu Cowlley mengistilahkan hal ini sebagai brains wired for the task. Lingkunganlah yang selanjutnya yang turut memperkaya bahasa anak dengan baik.

Di sinilah peran orang tua dan tenaga pendidik sangat mutlak diperlukan disamping itu lingkungan juga berpengaruh pada perkembangan bahasa anak, telah dibuktikan dengan serangkaian riset panjang oleh Hart dan Ristely bahwa anak yang diasuh oleh keluarga yang berpendidikan jauh lebih kaya dalam kosakatanya dibandingkan dengan keluarga kurang mampu dan kurang berpendidikan.

Selanjutnya kapasitas berhasa yang telah ada sejak dilahirkan lalu disokong oleh lingkungan yang memadai ini disebut sebagai pemerolehan bahasa. Huda (dalam Asrori, 2020, hlm. 45) menyatakan bahwa pemerolehan bahasa adalah proses alami di dalam diri menguasai bahasa. Pemerolehan bahasa biasanya diperoleh dari kontak verbal dengan penutur asli di lingkungan. Dengan demikian, istilah pemerolehan bahasa mengacu pada penguasaan bahasa secara tidak disadari dan tidak terpengaruh oleh pengajaran bahasa tentang sistem kaidah dalam bahasa yang dipelajari.

Dari beberapa pendapat dapat disimpulkan bahwa pemerolehan bahasa suatu proses penguasaan bahasa anak dilakukan secara alami yang diperoleh dari lingkungan dan bukan karena sengaja mempelajarinya (Asrori, 2020, hlm. 45). Penguasaan bahasa dilakukan melalui pengajaran yang formal dan dilakukan secara intensif, sedangkan pemerolehan bahasa didapat dari hasil kontak verbal dengan penutur asli di lingkungan bahasa itu

Tahap Perkembangan Bahasa

Pada mulanya, seorang bayi akan mendengarkan dan mencoba mengikuti berbagai suara yang didengarnya. Tidak hanya itu, ia sebetulnya sudah belajar mengamati dan mengikuti gerak tubuh serta ekspresi wajah orang yang dilihatnya pada jarak tertentu. Meskipun masih bayi, seorang anak akan mampu memahami dan merasakan adanya komunikasi dua arah dengan memberikan respons lewat gerak tubuh dan suara.

Sejak dua minggu pertama bayi mulai terlibat dengan percakapan, dan pada minggu ke-6 ia akan mengenali suara ibu atau orang terdekat lainnya. Pada usia 8 minggu, bayi mulai mampu memberikan respons terhadap suara yang dikenalinya. Pada saat anak berumur antara 1 hingga 2 tahun, kosakatanya dapat mulai tumbuh dengan sangat cepat hingga beberapa ribu persen. Jika dilihat dari rangkaian kata, tahapan perkembangan bahasa menurut Gage & Berliner (dalam Suralaga 2021) dapat diuraikan sebagai berikut.

  1. Tahap satu kata.
    Bahasa dalam bentuk ucapan-ucapan kata tunggal biasanya dimulai setelah tahun pertama kehidupan. Sekitar usia 15 bulan, anak menguasai 50 kosa kata dengan jelas. Sebagian besar kosakata ini berkaitan dengan objek seperti: susu, baju, kue, sepatu, dll).
  2. Tahap Dua Kata.
    Pada usia satu tahun, seorang anak akan mampu mengucapkan dua atau tiga patah kata yang memiliki makna. Sebenarnya ia juga sudah mampu memahami sebuah objek sederhana yang diperlihatkan padanya. Pada usia 15 bulan, anak mulai bisa mengucapkan dan meniru kata sederhana yang sering didengarnya untuk kemudian mengekspresikannya pada porsi dan siatuasi yang tepat. Di usia 18 bulan, ia sudah mampu menunjuk objek-objek yang dilihatnya di buku atau hal lain yang dijumpainya setiap hari. Selain itu, ia juga mampu menghasilkan kurang lebih 10 kata yang bermakna.
  3. Tahap lebih dari dua kata.
    Jika lebih dari dua kata terbentuk, tahap baru perkembangan linguistik dimulai, dan ditandai dengan pengenalan imbuhan (awal dan akhiran). Anak berusia sekitar 2 hingga 5 tahun sering menampilkan penggunaan bahasa yang sangat kreatif. Chukovsky (dalam Suralaga, 2021, hlm. 38) menjelaskan bahwa dimulai pada usia dua tahun, setiap anak dalam waktu yang singkat menjadi seorang jenius linguistik (jenius kebahasaan). Hal ini menunjukkan bahwa pada usia dua tahun ke atas perkembangan bahasa anak berlangsung sangat cepat. Penelitian Berko-Gleason (dalam Suralaga, 2021, hlm. 38) menunjukkan bahwa saat anak melampaui tahap pengucapan dua kata, mereka dapat menunjukkan bahwa mereka menguasai beberapa aturan morfologi. Anak-anak juga menguasai kemajuan dalam fonologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik. Kemudian menjelang akhir sekolah dasar, kebanyakan anak dapat mengaplikasikan aturan bahasa yang benar. Pada masa remaja, kosakata bertambah dengan kata abstrak, sedangkan pada masa remaja akhir, individu mulai bisa mengapresiasi karya sastra dewasa (Santrock dalam Suralaga, 2020, hlm. 38).

Pengaruh Orang Dewasa dalam Perkembangan Bahasa

Menurut Gage dan Berliner (1998 dalam Suralaga, 2021, hlm. 39) meskipun intervensi langsung, koreksi, dan latihan mungkin memiliki efek pada perolehan bahasa anak-anak, orang tua dan saudara kandung yang lebih tua memiliki pengaruh yang lebih besar. Bahasa berkembang secara alami, namun pengembangan literasi membutuhkan perhatian lebih. Dalam hal ini interaksi anak dengan orang tua dan lingkungan sekitar sangat penting, demikian juga buku-buku atau literatur yang menjadi sumber bacaan anak serta rangsangan edukatif lainnya, misalnya pembacaan dongeng.

Teori Perkembangan Bahasa

Penelitian yang dilakukan terhadap perkembangan bahasa anak tentunya tidak terlepas dari pandangan, hipotess atau teori psikologi yang dianut. Dalam hal ini sejarah telah mencatat adanya tiga pandangan atau teori dalam perkembangan bahasa anak. Beberapa teori perkembangan bahasa tersebut di antaranya adalah sebagai berikut.

Teori Nativisme

Menurut Chomsky (dalam Asrori, 2020, hlm. 46) anak dilahirkan dengan dibekali alat pemerolehan bahasa language acquisition device (LAD). Alat yang merupakan pemberian biologis yang sudah diprogramkan untuk merinci butir-butir yang mungkin dari suatu tata bahasa. LAD dianggap sebagai bagian fisiologis dari otak khusus untuk memproses bahasa, dan tidak punya kaitan dengan kognitif lainnya.

McNeill (dalam Asrori, 2020, hlm. 46) menyatakan bahwa LAD terdiri dari:

  1. kecakapan untuk membedakan bunyi bahasa dengan bunyi-bunyi yang lain,
  2. kecakapan mengorganisasi satuan linguistik ke dalam sejumlah kelas yang akan berkembang kemudian,
  3. pengetahuan tetang sistem bahasa yang mungkin dan yang tidak mungkin, dan
  4. kecakapan menggunakan sistem bahasa yang didasarkan pada penilaian perkembangan sistem linguistik, dengan demikian dapat melahirkan sistem yang dirasakan mungkin di luar data linguistik yang ditemukan.

Teori Behavioristik

Menurut kaum behavioris kemampuan berbicara dan memahami bahasa oleh anak diperoleh melalui rangsangan dari lingkunganya. Anak dianggap penerima pasif dari tekanan lingkungannya, tidak memiliki perana yang aktif di dalam proses perkembangan perilaku verbalanya. Kaum behavioris bukan hanya tidak mengakui peranan akatif si anak dalam proses pemerolehan bahasa, malah juga tidak mengakui kematangan si anak itu. Proses perkemabangan bahasa terutama ditentukan oleh lamanya latihan yang diberikan oleh lingkungannya.

Menurut Skinner (dalam Asrori, 2020, hlm. 47) kaidah gramatikal atau kaidah bahasa adalah perilaku verbal yang memungkinkan seorang dapat menjawab atau mengatakan sesuatu. Namun, kalau kemudian anak dapat berbicara, bukan lah karena “penguasaan kaiadah (rule-governed)” sebab anak tidak mengungkapkan kaidah bahasa, melainkan dibentuk secara langsung oleh faktor di luar dirinya.

Kaum behavioris tidak mengakui pandangan bahwa anak mengusai kaidah bahasa dan memiliki kemampuan untuk mengabstrakan ciri-ciri penting dari bahasa di lingkunganya. Mereka berpendapat rangsangan (stimulus) dari lingkungan tertentu memperkuat kemampuan berbahasa anak. Perkembangan bahasa mereka pandang ssebagai suatu kemajuan dari pengungkapan verbal yang berlaku secara acak sampai ke kemampuan yang sebenarnya untuk berkomunikasi melalui prinsip pertalian S <->R (stimulus- respons) dan proses peniruan-peniruan (Asrori, 2020, hlm. 47).

Teori Kognitivisme

Piaget (dalam Asrori, 2020, hlm. 47) menyatakan bahwa bahasa itu bukanlah suatu ciri alamiah yang terpisah, melainkan salah satu diantara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif. Bahasa distrukturi oleh nalar; maka perkembangan bahasa harus berlandas pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi. Jadi, urutan perkembangan kognitif menentukan urutan perkembangan bahasa.

Hubungan perkembangan kognitif dan perkembangan bahasa pada anak dapat kita lihat dari keterangan Piaget mengenai tahap awal dari perkembangan intelektual anak. Tahap perkembangan dari lahir sampai usia 18 bulan oleh Piaget disebut sebagai tahap “sensori motor”. Pada tahap ini belum ada bahasa karena anak belum menggunakan lambang untuk dunia melalui alat indranya (sensory) dan gerak kegiatan yang dilakukannya (motor). Anak hanya mengenal benda jika benda itu dialaminya secara langsung. Begitu benda itu hilang dari penglihatannya maka benda itu dianggap tidak ada lagi.

Menjelang akhir usia satu tahun barulah anak itu dapat menangkap bahwa objek itu tetap ada (permanen), meskipun sedang tidak dilihatnya. Sedang dilihat atau tidak benda itu tetap ada sebagai benda, yang memiliki sifat permanen. Sesudah mengerti kepermanenan objek, anak menggunakan simbol untuk mempresentasikan objek yang tidak lagi hadir di hadapannya. Symbol ini kemudian menjadi kata-kata awal yang diucapkan si anak. Jadi, menurut pandangan kognitivisme perkembangan kognitif harus tercapai lebih dahulu; dan baru sesudah itu pengetahuan itu dapat keluar dalam bentuk ketrampilan berbahasa (Chaer dalam Asrori, 2020, hlm. 48).

Referensi

  1. Asrori. (2020). Psikologi pendidikan pendekatan multidisipliner. Banyumas: Pena Persada.
  2. Madyawati, L. (2017). Strategi pengembangan bahasa pada anak. Jakarta: Kencana.
  3. Musfiroh, Tadkiroatun. (2021). Materi pokok pengembangan kecerdasan majemuk (Tanggerang Selatan: Universitas Terbuka.
  4. Suralaga, F. (2021). Psikologi pendidikan implikasi dalam pembelajaran. Depok: Rajawali Pers.
  5. Yus, Anita. (2015). Model Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *