Perkembangan masa remaja adalah masa transisi atau periode peralihan dari masa anak menuju masa dewasa yang terjadi pada umur 12 hingga 21 tahun bagi wanita dan 22 bagi pria (Asrori dalam Ajhuri, 2019, hlm. 122). Pada masa ini individu mengalami berbagai perubahan, baik fisik maupun psikis. Perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik, dimana tubuh berkembang pesat sehinggaa mencapai bentuk tubuh orang dewasa yang disertai pula dengan berkembangnya kapasitas reproduktif.

Salah satu ciri utama dari dimulainya masa remaja adalah ketika pertumbuhan seksual mereka telah sempurna. Seperti yang diungkapkan oleh Thahir (2018, hlm. 147) bahwa masa remaja secara umum dimulai dengan pubertas, proses yang mengarah kepada kematangan seksual atau fertilisasi, kemampuan untuk bereproduksi.

Masa remaja dimulai pada usia 12-18 tahun atau awal usia dua puluhan, dan masa tersebut membawa peluang untuk tumbuh bukan hanya dalam dimensi fisik, tetapi juga dalam kompetensi kognitif dan psikososial. Otonomi; harga diri, dan intimasi. Periode ini juga amat berisiko. Secara psikologis masa remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana remaja tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama (Hurlock, 1999 dalam Thahir, 2018, hlm. 147).

Jiwa “pemberontakan” yang biasa dilabelkan pada remaja harus dipandang sebagai perspektif orang dewasa. Hal ini karena jiwa pemberontak atau kenakalan yang tampak sering terjadi pada remaja sebetulnya bukan sepenuhnya karakteristik dari kelompok usia ini. Pada dasarnya, orang dewasa juga memiliki karakter yang sama, hanya saja pengalaman atau jam terbangnya berbeda.

Sesungguhnya, yang disebut “pemberontakan” tersebut tidak lebih dari upaya remaja untuk mencari penegasan diri untuk menemukan bahwa dirinya berbeda, dan merupakan proses yang penting dalam tahap-tahap pembentukan kepribadian. Seperti bagaimana anak harus dibebaskan bermain dan bereksplorasi, hal serupa juga harus diterapkan pada remaja, tentunya dengan pengawasan dan arahan orang tua.

Pembagian dan Ciri Masa Remaja

Menurut Ajhuri, 2019, hlm. 123-124) secara umum masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yakni sebagai berikut.

  1. Masa remaja awal (12-15 tahun)
    Pada masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak dan berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak tergantung pada orang tua. Fokus dari tahap ini adalah penerimaaan terhadap bentuk dan kondisi fisik serta adanya konformitas yang kuat dengan teman sebaya.
  2. Masa remaja pertengahan (15-18 tahun)
    Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru. Teman sebaya masih memiliki peran yang penting, namun individu sudah lebih mampu mengarahkan diri sendiri (selfdirected). Pada masa ini remaja mulai mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar mengendalikan impulsivitas, dan membuat keputusan-keputusan awal yang berkaitan dengan tujuan vokasional yang ingin dicapai. Selain itu penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi individu.
  3. Masa remaja akhir (19-22 tahun)
    Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa. Selama periode ini remaja berusaha memantapkan tujuan vokasional dan mengembangkan sense of personal identity. Keinginan yang kuat untuk menjadi matang dan diterima dalam kelompok teman sebaya dan orang dewasa, juga menjadi ciri dari tahap ini.

Sementara itu, karakteristik atau ciri individu pada masa perkembangan remaja adalah:

  1. masa remaja sebagai periode peralihan dari kanak-kanak ke dewasa,
  2. masa remaja adalah periode perubahan (terjadi peningkatan emosi),
  3. masa remaja sebagai usia bermasalah, cenderung tidak rapi, tidak hati-hati,
  4. masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan (merasa banyak masalah),
  5. masa remaja cenderung memaksakan seperti yang ia inginkan (tidak realistis),
  6. masa remaja sebagai ambang masa dewasa (mencari hingga menemukan identitas diri sendiri) (Sumanto dalam Ajhuri, 2019, hlm. 124).

Permasalahan Masa Remaja

Masa remaja adalah masa yang terbilang sulit bahkan bagi remaja sendiri. Tentunya hal ini juga berlaku bagi orang tuanya. Lagi-lagi perlu ditegaskan bahwa sejatinya memberontak adalah insting alami dari remaja agar dapat berdiri sendiri melakukan sesuatu dengan caranya sendiri supaya dia menjadi dewasa dan tidak bergantung pada orang lain (orang tua).

Oleh karena itu, tugas masa orang dewasa tengah atau akhir adalah memaklumi namun tetap mengawasi, dan mendampingi, bukan hanya memarahi atau menasihati saja. Hal ini juga karena akan sulit untuk mendikte seorang remaja. Kesulitan-kesulitan remaja disebabkan oleh fenomena dari remaja sendiri dengan disertai beberapa perilaku khusus yang di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Periode remaja mulai untuk menyuarakan kebebasan serta haknya terhadap pendapatnya.
  2. Periode remaja akan lebih mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitar, terutama oleh teman-teman sebayanya jika dibandingkan pada saat mereka masih pada masa kanak-kanak.
  3. Terjadinya perubahan fisik yang cepat dan pesat, mulai dari tumbuh kembangnya hingga seksualitasnya.
  4. Periode remaja memiliki kepercayaan diri yang tinggi (over confidence). Kepercayaan diri ini akan meningkat bersama dengan emosinya sehingga akan mengalami kesulitan dalam menerima nasihat atau pengarahan dari orang lain, tak terkecuali orang tua (Putro dalam Masykuroh dkk, 2021, hlm. 84).

Masa Kritis Remaja

Masa kritis remaja ialah dimana remaja berusaha mencoba menemukan siapa dirinya (Kartikawati & Sari, 2017). Pada masa ini remaja cenderung akan memikirkan tindakan apa yang dilakukan, tindakan apa yang akan dan sedang dilakukan, serta akan mencoba sesuatu sampai dapat dilakukannya. Terdapat dua masa kritis pada remaja (Marwoko, 2019 dalam Masykuroh, 2021, hlm. 87), yakni sebagai berikut.

Ancaman/bahaya Fisik

Bahaya fisik pada remaja meliputi beberapa poin di bawah ini.

  1. Kematian
    Kematian akibat kecelakaan di jalan raya menjadi penyebab utama kematian pada remaja. Diambil dari data World Health Organization (WHO) bahwa sebanyak 1.25 juta orang mengalami kematian akibat kecelakaan di jalan raya (Setyowati et al., 2019). Penyebab kecelakaan di usia remaja dikarenakan rendahnya pemahaman remaja terhadap ancaman/ bahaya di jalan raya. Seperti tidak memakai helm, berkendara dengan kecepatan diatas rata-rata, mengabaikan rambu lalu lintas di jalan.
  2. Bunuh Diri
    Bunuh diri menjadi penyebab kedua kematian pada remaja. Diambil dari data World Health Organization (WHO) bahwa sebanyak 800ribu orang meninggal karena bunuh diri (Kusumayanti et al., 2020). Penyebab bunuh diri di usia remaja dikarenakan perilaku dan emosional remaja mengalami luapan emosi yang membuat gangguan perilaku muncul salah satunya yaitu bunuh diri.
  3. Cacat fisik
    Cacat fisik pada remaja sebabkan karena bawaan sejak lahir ataupun disebabkan karena terjadinya kecelakaan yang menyebabkan cacat fisik permanen.
  4. Sulit menyesuaikan diri
    Sulit menyesuaikan diri pada remaja disebabkan karena remaja yang tidak percaya diri akan kemampuan dan kelebihannya. Padahal, sejatinya setiap individu memiliki kemampuan dan kelebihan yang berbeda namun mungkin sulit untuk diwadahi atau belum mendapatkan medan yang sesuai di masa ini.

Ancaman/Bahaya Psikologis

Sementara itu ancaman atau bahaya yang akan dihadapi oleh individu pada periode remaja adalah sebagai berikut.

  1. Perilaku Sosial
    Remaja perlu mengembangkan perilaku sosial yang matang sehingga memperkecil ketidakmatangan dalam berperilaku sosial (Kartikawati & Sari, 2017 dalam Masykuroh, 2021, hlm. 88). Ketidakmatangan tersebut seperti remaja memilih teman sebaya yang bersikap kekanak-kanakan, membuang-buang waktu bersama teman untuk membicarakan sesuatu yang tidak penting.
  2. Perilaku Seksual
    Remaja yang tidak memiliki pasangan akan dibedakan perlakuannya oleh teman-temannya, sikap seperti itulah yang menunjukkan ketidakmatangan remaja dalam berperilaku.
  3. Perilaku Moral
    Berkaitan dengan perasaan, pikiran, dan tingkah laku yang sesuai ataupun tidak sesuai dalam masyarakat. Ketidakmatangan dalam perilaku moral yaitu kenakalan remaja seperti Tindakan kriminal.
  4. Hubungan Keluarga
    Meningkatkan kemampuan untuk berinteraksi secara pribadi dengan keluarga dapat memperkecil permasalahan dalam keluarga. Begitu pun sebaliknya ketidakmampuan dalam berinteraksi maupun berkomunikasi dengan keluarga menyebabkan terjadinya permasalahan dalam keluarga.

Tugas Perkembangan Remaja

Menurut Hurlock (dalam Masykuroh dkk, 2021, hlm. 86) terdapat 8 tugas perkembangan yang dimiliki oleh remaja, yakni sebagai berikut.

  1. Proses pencapaian untuk lebih matang dengan teman sebaya.
  2. Proses pencapaian untuk memenuhi tugas sosial laki-laki dan perempuan.
  3. Mampu menerima bagaimana kondisi fisiknya.
  4. Proses pencapaian untuk berperilaku sosial dan bertanggung jawab.
  5. Mempersiapkan karier.
  6. Proses pencapaian untuk memiliki sikap mandiri emosional dari orang dewasa maupun orang tua.
  7. Menyiapkan diri untuk berumah tangga.
  8. Proses pencapaian untuk lebih meningkatkan kemandirian dan membuat diterima oleh masyarakat.

Kebutuhan Remaja

Kebutuhan Remaja Semakin bertambah usia maka semakin lebih besar kebutuhan yang akan dimilikinya, begitu juga dengan remaja kebutuhan pada masa kanak-kanak akan mulai berkurang, diganti menjadi kebutuhan yang lebih matang.

Kebutuhan ini terhitung penting bagi usia ini mengingat betapa sulit kehidupan mereka pada masa ini. Remaja diancam oleh bahaya fisik dan psikis yang dapat menentukan berhasil atau tidaknya seseorang dalam periode selanjutnya dalam hidup. Menurut Hurlock (dalam Masykuroh dkk, 2021, hlm. 87) terdapat beberapa kebutuhan yang dialami remaja yang di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Kebutuhan rekreasi remaja seperti permainan dan olahraga, untuk mengembangkan pengetahuan dan fisik mereka, bersantai bersama teman, senang bepergian atau liburan bersama teman, membaca buku/majalah/novel, menonton film, dan melamun.
  2. Kebutuhan sosial remaja seperti remaja lebih senang atau lebih banyak menghabiskan waktunya bersama teman-teman.
  3. Kebutuhan pribadi remaja seperti merawat penampilan, mengembangkan prestasi, agama, Pendidikan dan seks atau perilaku seks.

Perkembangan Fisik Remaja

Pada usia 12 tahun, tinggi badan rata-rata remaja putra USA sekitar 150, sementara remaja putri sekitar 154 cm. Pada usia 18 tahun, tinggi rata-rata remaja putra USA sekitar 177 cm, sedangkan remaja putri hanya 163 cm. Kecepatan pertumbuhan tertinggi pada remaja putri terjadi sekitar usia 11 – 12 tahun, sementara pada remaja putra, dua tahun lebih lambat. Pada masa pertumbuhan maksimum ini, remaja putri bertambah tinggi badannya sekitar 3 inci, sementara remaja putra bertambah lebih dari 4 inci per tahunnya (Marshall, dalam Thahir, 2018, hlm. 148).

Seperti halnya tinggi badan, pertumbuhan berat badan juga meningkat pada usia remaja. Pertumbuhan berat badan ini lebih sulit diprediksi daripada tinggi badan, dan lebih mudah dipengaruhi oleh diet, latihan fisik, dan pola hidup. Pada usia remaja, tubuh remaja putri lebih berlemak daripada remaja putra. Selama masa pubertas, lemak tubuh remaja putra menurun dari sekitar 18 – 19 % menjadi 11 % dari bobot tubuh. 149 Sementara pada remaja putri, justru meningkat dari sekitar 21 % menjadi sekitar 26 – 27 % (Sinclair, dalam Thahir, 2018, hlm. 148).

Saat ini, remaja mengalami perubahan fisik (tinggi dan berat badan) lebih awal dan cepat berakhir daripada orang tuanya. Kecenderungan ini disebut trend secular. Sebagai contoh, seratus tahun yang lalu, remaja USA dan Eropa Barat mulai menstruasi sekitar usia 15 – 17 tahun, sekarang sekitar 12 – 14 tahun. Di tahun 1880, laki-laki mencapai tinggi badan sepenuhnya pada usia 23 – 24 tahun dan perempuan pada usia 19 – 20 tahun, sekarang laki-laki mencapai tinggi maksimum pada usia 18 – 20 dan perempuan pada usia 13 – 14 tahun.

Trend secular terjadi sebagai akibat dari meningkatnya faktor kesehatan dan gizi, serta kondisi hidup yang lebih baik. Sebagai contoh, meningkatnya tingkat kecukupan gizi dan perawatan kesehatan, serta menurunnya angka kesakitan (morbiditas) di usia bayi dan kanak-kanak.

Pubertas

Salah satu ciri utama dari pertumbuhan fisik utama dari remaja adalah pubertas. Pubertas adalah periode pada masa remaja awal yang dicirikan dengan perkembangan kematangan fisik dan seksual sepenuhnya (Seifert & Hoffnung, 1987 dalam Thahir, 2018, hlm. 149). Pubertas ditandai dengan terjadinya perubahan pada ciri-ciri seks primer dan sekunder. Ciri-ciri seks primer memungkinkan terjadinya reproduksi.

Pada wanita, ciri-ciri ini meliputi perubahan pada vagina, uterus, tuba falopi, dan ovaries. Perubahan ini ditandai dengan munculnya menstruasi pertama (menarche). Pada pria, ciri-ciri ini meliputi perubahan pada penis, scrotum, testis, prostate gland, dan seminal vesicles. Perubahan ini menyebabkan produksi sperma yang cukup sehingga mampu untuk bereproduksi, dan perubahan ini ditandai dengan keluarnya sperma untuk pertama kali (wet dream).

Ciri-ciri seks sekunder meliputi perubahan pada buah dada, pertumbuhan pubic, bulu-bulu pada bagian tertentu tubuh, tekstur kulit, perkembangan muskular, dan pertumbuhan pada pinggul sehingga menjadi wanita dewasa secara proporsional, serta makin dalamnya suara. Perubahan ini erat kaitannya dengan perubahan hormonal.

Kelenjar seks wanita (ovaries) dan pria (testis) mengandung sedikit hormon. Hormon ini berperan penting dalam pematangan seksual. Kelenjar pituitary (yang berada di dalam otak) merangsang testis dan ovaries untuk memproduksi hormon yang dibutuhkan. Proses ini diatur oleh hypothalamus yang berada di atas batang otak.

Hampir semua remaja memperhatikan perubahan pada tubuh serta penampilannya. Perubahan fisik dan perhatian remaja berpengaruh pada citra jasmani (body image) dan kepercayaan dirinya (self-esteem). Ada tiga jenis bangun tubuh yang menggambarkan tentang citra jasmani, yaitu endomorfik, mesomorfik dan ektomorfik. Endomorfik banyak lemak sedikit otot (padded). Ektomorfik sedikit lemak sedikit otot (slender). Mesomorfik sedikit lemak banyak otot (muscular).

Perkembangan Kognitif Remaja

Secara kognitif, individu pada masa remaja mulai mampu berpikir abstrak seperti orang dewasa. Pada periode ini pula remaja mulai melepaskan diri secara emosional dari orang tua dalam rangka menjalankan peran sosialnya yang baru sebagai orang dewasa.

Merujuk kepada Piaget, remaja memasuki level tertinggi perkembangan kognitif pada tahap Operasi Formal ketika mereka mengembangkan kemampuan berpikir abstrak. Perkembangan ini, yang biasa terjadi pada usia 11 tahun, memberikan cara baru yang lebih fleksibel kepada mereka untuk mengolah informasi.

Tidak terbatas oleh di sini dan sekarang lagi, individu pada periode remaja sudah dapat mengetahui waktu historis (sejarah masa lampau) dan ruang luar angkasa yang tidak dapat dialami sendiri. Mereka dapat berpikir dalam kerangka apa yang mungkin terjadi, bukan hanya apa yang terjadi. Mereka dapat menyusun dan menguji hipotesa.

Pikiran tahap ini memiliki fleksibilitas yang tidak dimiliki di tahap operasional konkret. Kemampuan berpikir abstrak juga memiliki implikasi emosional. Sebelumnya, seorang anak dapat mencintai orang tua dan membenci teman sekelas. Sekarang, si remaja “dapat mencintai kebebasan dan membenci eksploitasi, kemungkinan dan cita-cita yang menarik bagi pikiran dan perasaan” (H. Ginsburg & Opper, 1979. hlm. 201 dalam Thahir, 2018, hlm. 151).

Personal Fable

Salah satu bagian perkembangan kognitif masa kanakkanak yang belum sepenuhnya ditinggalkan oleh remaja adalah kecenderungan cara berpikir egosentrisme. (Elkind dalam BeythMarom et al., 1993; dalam Papalia & Olds, 2001 dalam Thahir, 2018, hlm. 151) mengungkapkan bahwa salah satu bentuk cara berpikir egosentrisme yang dikenal dengan istilah personal fable.

Personal fable adalah keyakinan remaja bahwa diri mereka unik dan tidak terpengaruh oleh hukum alam. Kepercayaan egosentrik ini mendorong perilaku merusak diri (self-destructive) oleh remaja yang berpikir bahwa diri mereka secara magis terlindung dari bahaya. Menurut Elkind pemikiran yang belum matang pada diri remaja dapat dimanifestasikan ke dalam 6 karakteristik, yaitu: Idealisme dan Kekritisan, Argumentivitas, Ragu-ragu, Sikap Hipokritis, Kesadaran diri, Kekhususan dan Ketangguhan.

Perkembangan Bahasa, saat usia 16 sampai 18 tahun, umumnya remaja mengenal sekitar 80.000 kata. Pada masa ini, mereka semakin sadar akan kata-kata sebagai sebuah simbol dengan berbagai macam makna; mereka lebih suka menggunakan ironi, humor, permainan kata, dan metafora (Owens, 1996 dalam Thahir, 2018, hlm. 151).

Perkembangan Psikososial Remaja

Menurut Erikson (1968), tugas utama masa remaja adalah memecahkan krisis identitas vs kebingungan identitas (identity vs identity confution), untuk dapat menjadi orang dewasa unik dengan pemahaman diri yang utuh dan memahami peran nilai dalam masyarakat. “Krisis Identitas” ini jarang teratasi pada masa remaja; Identitas melawan kebingungan identitas merupakan tahap pertama perkembangan psikososial, di mana remaja berusaha mengembangkan perasaan akan eksistensi diri yang koheren, termasuk perannya dalam masyarakat.

Merujuk kepada Erikson, remaja tidak membentuk identitas mereka dengan meniru orang lain, melainkan dengan memodifikasi dan menyintesis identifikasi lebih awal ke dalam “struktur psikologi baru yang lebih besar” (Kroger, 1993, hlm. 3). Identitas terbentuk ketika remaja berhasil memecahkan tiga masalah utama; pilihan pekerjaan, adopsi nilai yang diyakini dan dijalani, dan perkembangan identitas seksual yang memuaskan.

Pencapaian Identitas

Marcia (dalam Thahir, 2018, hlm. 154) menemukan empat tipe status identitas: identity achievement (pencapaian identitas), foreclosure (penutupan), moratorium (penundaan), dan identity idufusion (difusi identitas). Perbedaan keempat kategori ini terdapat pada ada atau tidaknya krisis dan komitmen. Marcia mendefinisikan krisis sebagai periode pembuatan keputusan yang disadari, dan komitmen sebagai investasi persoalan dalam pekerjaan atau sistem keyakinan (ideologi). Berdasarkan riset Marcia, terdapat empat kategori status identitas, yaitu:

  1. Identity Achievement (krisis yang mengarah kepada komitmen). Menurut Marcia pencapaian identitas ditandai dengan komitmen untuk memilih menjadikannya sebuah krisis, periode yang dihabiskan untuk mencari alternatif.
  2. Foreclosure (komitmen tanpa krisis), di mana seseorang tidak menghabiskan banyak waktu mempertimbangkan berbagai alternatif (tidak berada dalam krisis) dan melaksanakan rencana yang disiapkan orang lain untuk dirinya.
  3. Moratorium (krisis tanpa komitmen), di mana seseorang sedang mempertimbangkan berbagai alternatif (dalam krisis) dan tampaknya mengarah kepada komitmen.
  4. Identity Diffusion (tidak ada komitmen, tidak ada krisis), ditandai dengan ketiadaan komitmen dan kurangnya pertimbangan serius terhadap berbagai alternatif yang tersedia.

Perkembangan Emosi Remaja

Akibat langsung dari perubahan fisik dan hormonal adalah perubahan dalam aspek emosionalitas pada remaja sebagai akibat dari perubahan fisik dan hormonal, dan juga pengaruh lingkungan yang terkait dengan perubahan badaniah tersebut. Hormonal menyebabkan perubahan seksual dan menimbulkan dorongan-dorongan dan perasaan-perasaan baru. Keseimbangan hormonal yang baru menyebabkan individu merasakan hal-hal yang belum pernah dirasakan sebelumnya.

Keterbatasannya untuk secara kognitif mengolah perubahan-perubahan baru tersebut bisa membawa perubahan besar dalam fluktuasi emosinya (Ajhuri, 2019, hlm. 126). Dikombinasikan dengan pengaruh-pengaruh sosial yang juga senantiasa berubah, seperti tekanan dari teman sebaya, media massa, dan minat pada seks lain, remaja menjadi lebih terorientasi secara seksual. Ini semua menuntut kemampuan pengendalian dan pengaturan baru atas perilakunya.

Referensi

  1. Ajhuri, K.F. (2019). Psikologi perkembangan pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Yogyakarta: Penebar Media Pustaka.
  2. Masykuroh, K., Dewi, C., Heriyani, E., Widiastuti, H.T. (2021). Modul psikologi perkembangan. Jakarta: Uhamka.
  3. Thahir, A. (2018). Psikologi perkembangan. Lampung: Aura Publishing.

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *