Daftar Isi ⇅
show
Pewarisan sifat pada makhluk hidup, atau yang dalam ilmu biologi dikenal sebagai herediti, merujuk pada proses pengalihan informasi genetik dari orang tua kepada keturunan dalam bentuk karakteristik fisik, kualitas, atau kondisi yang tampak. Hal ini penting ditekankan bahwa “sifat” di sini bukan hanya berkaitan dengan watak atau perilaku, melainkan mencakup rupa dan kondisi tubuh yang dapat diamati secara langsung. Studi-terkini dalam genetika menegaskan bahwa informasi genetik inilah yang menjadi dasar pewarisan sifat makhluk hidup (Zschocke, Byers, & Wilkie, 2023).
Bukti nyata pewarisan sifat terlihat dari keanekaragaman bentuk wajah manusia di lingkungan kita: ada yang posturnya tinggi, ada yang pendek; rambut lurus, keriting atau bergelombang; kulit putih, kuning langsat, sawo matang atau kecokelatan; bentuk wajah bulat ataupun lonjong. Perbedaan-perbedaan tersebut dikendalikan oleh gen yang diwarisi dari orang tua serta mekanisme pewarisan genetik lainnya (Garvin, 2023).
Gen memiliki peran sentral dalam proses pewarisan sifat: melalui gen, ciri‐ciri fisik kita dapat mirip dengan orang tua, dan kekurangan atau varian gen tertentu dapat menyebabkan perubahan atau kelainan pada ciri tubuh (Bird, 2024). Pertanyaan yang kemudian muncul adalah: Apa itu gen? Di manakah letak gen? Bagaimana proses pengalihan gen dari orang tua ke keturunan berlangsung? Di sisi penerapan ilmu pengetahuan, bisakah kita melakukan manipulasi gen terhadap makhluk hidup, misalnya padi, sehingga hasil produksinya dapat ditingkatkan? Berikut ini akan dikemukakan berbagai pemaparan mengenai herediti atau pewarisan sifat pada makhluk hidup yang menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut secara sistematis.
Molekul yang Mendasari Pewarisan Sifat
Molekul yang mendasari pewarisan sifat akan berkaitan dengan materi genetik, struktur DNA dan RNA. Semua hal tersebut sangat berperan dalam penentuan sifat keturunan dari Orang tuanya. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah berbagai pemaparan lengkap dari berbagai molekul yang mendasari pewarisan sifat.
Materi Genetik
Materi genetik memegang peranan penting dalam proses pewarisan sifat. Warna kulit, bentuk rambut, bentuk hidung, atau bahkan beberapa jenis penyakit tertentu tidak serta-merta dimiliki oleh seseorang. Setiap ciri atau sifat yang ada pada setiap orang adalah warisan dari orang tua yang diwariskan melalui materi genetik.
Contohnya, pada reproduksi seksual manusia, ayah akan mewariskan materi genetiknya melalui sel sperma, sedangkan ibu akan mewariskan materi genetik melalui sel ovum. Materi genetik dari ayah dan ibu akan bergabung melalui proses fertilisasi. Oleh karena adanya penggabungan materi genetik inilah, pada anak keturunan muncul beberapa ciri yang mirip dengan ayah dan beberapa ciri yang mirip dengan ibunya.
Apa sebetulnya materi genetik tersebut? Molekul yang berperan sebagai materi genetik adalah asam nukleat. Terdapat dua macam asam nukleat yang berperan sebagai materi genetik yaitu:
- DNA (deoxyribonucleic acid), dan
- RNA (ribonucleic acid).
DNA berbentuk berupa untaian helix. Pada suatu untai DNA terdapat unit yang memengaruhi sifat atau yang menentukan ciri setiap makhluk hidup yang disebut gen. DNA terletak di dalam inti sel. Namun, adapula DNA yang tidak terdapat di dalam inti sel. DNA merupakan untaian yang sangat panjang.

Deoxyribonucleic Acid (DNA) melilit pada protein yang disebut protein histon. Seluruh untai DNA tersebut dikenal dengan kromosom. Pada saat sel akan membelah, kromosom memadat sehingga lebih mudah diamati. Oleh karena itu, kita dapat melihat struktur kromosom pada saat sel akan membelah. Sebagai contoh kita dapat melihat kromosom dengan jelas pada sel akar bawang merah pada gambar di bawah ini.

Struktur DNA dan RNA
Penemuan struktur DNA sangat bergantung pad penelitian dari Maurice Wilkins dan Rosalind Franklin yang menggunakan teknik kristalografi (difraksi) sinar-X untuk mempelajari struktur DNA pada tahun 1950 hingga 1953. Berdasarkan penelitian Rosalind Franklin, pada tahun 1953 (dalam Tim Kemdikbud, 2017, hlm. 123), Frances Crick dan James Watson mengemukakan bahwa DNA memiliki struktur seperti suatu untai ganda yang membentuk heliks atau bentuk ulir.

Asam nukleat baik DNA maupun RNA terdiri dari subunit nukleotida. Masing-masing nukleotida tersusun atas gugus fosfat, gula, dan basa nitrogen.
- Pada DNA, gulanya berupa gula deoksiribosa,
- sedangkan pada RNA gulanya adalah gula ribosa.
Nukleotida ini dapat dibagi menjadi struktur yang lebih kecil disebut nukleosida. Satu unit nukleosida tersusun atas gula dan basa nitrogen (tanpa gugus fosfat).
Ada empat senyawa basa nitrogen yang menyusun DNA yaitu adenin (A) yang selalu berpasangan dengan timin (T), serta guanin (G) yang selalu berpasangan dengan sitosin (C). Basa nitrogen adenin dan guanin dikelompokkan dalam basa purin, sedangkan timin dan sitosin dikelompokkan dalam basa pirimidin.
Pada RNA tidak terdapat basa nitrogen timin (T). Basa nitrogen timin ini pada RNA digantikan oleh basa nitrogen urasil (U). Struktur heliks DNA terbentuk karena adanya beberapa jenis ikatan kimia. Antara untai DNA diikat oleh ikatan hidrogen. Antara basa nitrogen dan gula diikat oleh ikatan glikosida, sedangkan antar nukleotida dihubungkan dengan ikatan fosfodiester.
Peranan Materi Genetik dalam Penentuan Sifat
Jika orang tua memiliki jenis cuping telinga yang melekat, maka semua anaknya juga memiliki jenis cuping telinga yang melekat. Jika salah satu dari orang tua memiliki jenis cuping telinga yang terpisah, maka semua anaknya memiliki jenis cuping telinga yang terpisah, tetapi ada juga kejadian salah satu anaknya memiliki jenis cuping telinga yang melekat. Ketika ada ciri jenis cuping terpisah, maka hampir semua anaknya memiliki jenis cuping yang terpisah, sedangkan yang memiliki sifat cuping melekat hanya sedikit. Dalam pewarisan sifat, fenomena tersebut dikenal dengan istilah sifat dominan dan sifat resesif.
- Sifat dominan adalah Karakter yang mampu mengalahkan atau menutupi karakter yang lain disebut sifat dominan.
- Sifat resesif merupakan karakteristik yang kalah dan tertutupi oleh karakter lain lebih dominan.
Gen bertanggung jawab atas sifat suatu organisme, dan biasa dilambangkan dengan huruf tertentu. Gen dominan dapat ditulis dengan huruf kapital, sedangkan gen resesif ditulis dengan huruf biasa (kecil). Karakter cuping yang terpisah dikode oleh gen G (dominan) sedangkan karakter cuping yang melekat dikode oleh gen g (resesif). Variasi atau bentuk alternatif dari suatu gen (dalam hal ini yaitu gen G dan gen g) disebut alela.
Fenotiope & Genotipe
Sifat atau ciri dari pewarisan sifat pada makhluk hidup yang dapat diamati seperti bentuk rambut, warna kulit, dan jenis cuping telinga disebut fenotipe. Fenotipe adalah perwujudan ”ekspresi” dari gen yang berupa sifat-sifat atau karakter yang dapat terlihat seperti bentuk rambut, warna kulit, dan jenis cuping telinga, dan tidak hanya wujud fisik saja, fisiologi dan tingkah laku juga termasuk pada fenotipe (Tim Kemdikbud, 2017, hlm. 129).
Setiap fenotipe dikendalikan oleh genotipe. Genotipe adalah keseluruhan informasi genetik dari suatu individu.
Kariotipe
Kromosom-kromosom yang menyusun sel-sel tubuh (sel somatik) manusia dan kromosom pada sel kelamin (sel gamet). Susunan kromosom pada sel-sel yang sudah diurutkan berdasarkan ukuran dan bentuknya tersebut disebut dengan kariotipe (Tim Kemdikbud, 2017, hlm. 129).
Tentu kita semua telah tahu bahwa berdasarkan jenis kelaminnya, manusia dibedakan menjadi jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Melalui karotis kita dapat mengidentifikasi kromosom laki-laki dan perempuan. Perhatikan gambar di bawah ini.

Susunan kromosom pada sel penyusun tubuh berbeda dengan susunan kromosom pada sel kelamin (sel telur atau ovum dan sel sperma). Kromosom pada sel tubuh susunannya berpasangan (Gambar 3.8a dan 3.8b). Keadaan kromosom yang berpasangan disebut dengan diploid (di = dua), sedangkan susunan kromosom pada sel kelamin tidak berpasangan dan disebut dalam keadaan haploid (Gambar 3.8c dan 3.8d). Keadaan diploid ditulis dengan simbol 2n dan keadaan haploid ditulis dengan simbol n, sehingga kromosom sel kelamin jumlahnya setengah dari kromosom sel tubuh.
Jumlah kromosom sel tubuh manusia sebanyak 23 pasang. Pada keadaan diploid atau 2n, jumlah kromosomnya 23 × 2 = 46 buah kromosom. Kromosom nomor 1 sampai nomor 22 disebut autosom (kromosom tubuh), sedangkan kromosom nomor 23 disebut gonosom (kromosom kelamin). Kromosom nomor 23 (gonosom) inilah yang membedakan seseorang menjadi laki-laki atau perempuan. Pada biologi, lakilaki diberi simbol ♂ (atau jantan pada hewan dan tumbuhan), dan perempuan diberi simbol ♀ (atau betina pada hewan dan tumbuhan).
Penulisan kromosom kelamin atau gonosom laki-laki ditulis dengan pasangan huruf XY dan untuk perempuan ditulis dengan pasangan huruf XX. Kariotipe atau susunan kromosom laki-laki dapat ditulis dengan rumus 22AA + XY dan untuk perempuan ditulis dengan rumus 22AA + XX. Pada sel kelamin, kromosom tidak dalam keadaan berpasangan (haploid), sehingga kariotipe sel kelamin jantan (sel sperma) adalah 22A + X atau 22A + Y, sedangkan kariotipe sel kelamin betina (sel ovum) yaitu 22A + X.
Diagram Kromosom Perkawinan Laki-Laki dengan Perempuan

Gen-gen pada kromosom kelamin Y memiliki peranan penting dalam menentukan jenis kelamin pada manusia. Pada sel ovum hanya terdapat autosom dan kromosom kelamin X saja. Jadi, ketika sel telur yang mengandung kromosom kelamin X bertemu dengan sel sperma yang mengandung kromosom kelamin X maka akan menghasilkan anak (keturunan) dengan jenis kelamin perempuan (XX). Jika sel telur yang mengandung kromosom kelamin X bertemu dengan sel sperma yang mengandung kromosom kelamin Y maka akan menghasilkan anak (keturunan) dengan jenis kelamin laki-laki (XY). Keturunan dalam proses pewarisan sifat dapat disebut dengan filial (F), sedangkan orang tua atau induk disebut dengan parental (P).
Hukum Pewarisan Sifat
Penelitian pertama tentang penurunan sifat dilakukan oleh Gregor Mendel, seorang pendeta dan juga ahli botani dari Austria. Mendel mulai meneliti tentang pewarisan sifat pada tahun 1856 dan mencatat hasil temuannya pada Natural Science Society of Brunn, Austria pada tahun 1866. Gregor Mendel berhasil menemukan hukum pewarisan sifat melalui percobaan dengan menggunakan kacang kapri.
Mendel menggunakan kacang kapri sebagai objek penelitiannya karena kacang kapri memiliki ciri-ciri yang mudah dibedakan, dapat melakukan penyerbukan sendiri, mudah dilakukan penyerbukan silang, mempunyai daur hidup yang relatif pendek, dan menghasilkan keturunan dalam jumlah banyak.
Beberapa tahun kemudian, yaitu pada tahun 1900 para ahli botani lainnya meneliti kembali hasil penelitian Mendel dan mereka menemukan kesimpulan yang sama dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Mendel sebelumnya.
Mendel juga orang yang dikenal pertama kali memperkenalkan teori penurunan sifat. Teorinya dikenal dengan Hukum Mendel. Atas jasanya dalam bidang pewarisan sifat beliau dijuluki sebagai Bapak Genetika.

Bagaimana Mendel dapat menghasilkan hukum pewarisan sifat yang hingga kini masih digunakan oleh para ahli? Mendel melakukan dua jenis persilangan. Persilangan pertama dilakukan dengan menyilangkan kapri dengan satu sifat beda yang dikenal dengan persilangan monohibrida dan kedua menyilangkan kapri dengan dua sifat beda yang dikenal dengan persilangan dihibrida.
Persilangan Monohibrida (Satu Sifat Beda)
Pada penelitian pertama, Mendel menyilangkan kapri berbunga ungu dengan kapri berbunga putih. Ternyata, seluruh keturunan pertama berbunga ungu. Namun, ketika keturunan tersebut disilangkan dengan sesamanya, keturunan kedua memiliki perbandingan 3 berbunga ungu dan 1 berbunga putih.
Berdasarkan hasil persilangan yang dilakukannya, Mendel mengemukakan rumusan yang disebut hukum I Mendel atau disebut juga Hukum Segregasi.
Hukum I Mendel (Segresi)
Hukum I Mendel atau Hukum Segregasi menyatakan bahwa pada waktu pembentukan gamet terjadi segregasi atau pemisahan alela (variasi gen) secara bebas, dari diploid menjadi haploid. Misalnya genotipe suatu tanaman Uu, maka gamet yang dibentuk akan membawa gen U dan gen u.

Persilangan Dihibrida (Dua Sifat Beda)
Setelah melakukan persilangan pada bunga kapri yang berwarna ungu dan putih, selanjutnya Mendel mengawinkan dua kacang kapri yang memiliki dua sifat berbeda. Salah satu kacang kapri berbiji bulat dan berwarna kuning, sedangkan pasangannya berbiji kisut dan berwarna hijau.
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan sebelumnya, Mendel menetapkan genotipe untuk kacang kapri biji bulat dan berwarna kuning dengan genotipe BBKK (dominan) dan kacang kapri berbiji kisut dan berwarna hijau dengan genotipe bbkk (resesif).
Berdasarkan Hukum Segregasi, setiap variasi gen dapat berpisah secara bebas, dan menghasilkan gamet (sel sperma dan sel ovum). Dalam hal ini dari induk (parental) yang memiliki genotipe BBKK dan bbkk akan terbentuk gamet dengan pasangan gen BK dan bk. Keturunan pertama (filial 1) dari induk tersebut semua bergenotipe BbKk (berbiji bulat dan berwarna kuning). Selanjutnya Mendel melakukan persilangan kedua, yaitu antarsesama keturuan pertama (BbKk × BbKk).
Hukum II Mendel (Penggabungan Bebas)
Apakah persilangan kedua akan menghasilkan keturunan yang sama dengan persilangan pertama? Jika genotipe induk adalah BbKk, maka kemungkinan gamet yang terbentuk adalah BK, Bk, bK, dan bk. Sifat biji bulat dan berwarna kuning merupakan sifat dominan, sehingga setiap genotipe dengan bentuk BBKK, BBKk, BbKK, BbKk akan berbiji bulat dan berwarna kuning.
Berdasarkan hasil persilangan, diperoleh kacang kapri berbiji bulat berwarna kuning (BBKK, BBKk, BbKK, BbKk) sebanyak 9 buah, berbiji bulat berwarna hijau (BBkk dan Bbkk) sebanyak 3 buah, berbiji keriput berwarna kuning (bbKK dan bbKk) sebanyak 3 buah, dan berbiji keriput berwarna hijau (bbkk) sebanyak 1 buah, dan diperoleh perbandingan fenotipe bulat kuning: keriput kuning: bulat hijau: keriput hijau sebesar 9 : 3 : 3 : 1.

Berdasarkan hasil yang tampak pada turunan kedua (F2) ini, Mendel menyimpulkan bahwa pada saat pembentukan gamet, alela atau variasi gen yang menentukan karakter-karakter berbeda dapat bergabung secara bebas satu sama lain. Misalnya suatu induk memiliki genotipe BbKk, maka gen B dan gen b serta gen K dan gen k akan memisah, kemudian kedua pasangan tersebut akan bergabung secara bebas sehingga kemungkinan gamet yang terbentuk akan memiliki susunan gen BK, Bk, bK, dan bk. Kesimpulan ini selanjutnya dikenal dengan hukum II Mendel atau disebut juga hukum Penggabungan Bebas.
Hukum II Mendel atau disebut juga sebagai Hukum Penggabungan Bebas menyatakan bahwa pada saat pembentukan gamet, alela (variasi gen) yang menentukan karakter-karakter berbeda dapat bergabung secara bebas satu sama lain.
Pewarisan Sifat pada Makhluk Hidup dan Kelainan Sifat yang Diturunkan
Mengapa warna kulit manusia berbeda-beda? Ternyata, warna kulit dikode oleh banyak gen. Misalnya, gen pengode warna kulit adalah gen A, B, C. Gen ini mengode pembentukan pigmen kulit yaitu pigmen melanin. Pigmen melanin menyebabkan kulit berwarna gelap. Variasi atau alternatif gen warna kulit (alela) yaitu gen a, b, c. Orang yang memiliki gen AABBCC memiliki kulit sangat gelap, sedangkan yang memiliki gen aabbcc memiliki kulit sangat terang. Orang yang memiliki gen AaBbCc memiliki warna kulit sawo matang (tengah-tengah antara sangat gelap dan sangat cerah). Selain akibat gen, faktor lingkungan seperti paparan sinar matahari juga berpengaruh pada fenotipe warna kulit.

Albino
Pernahkah kamu melihat seseorang yang seluruh tubuhnya putih, termasuk rambutnya pula? Orang seperti itu mengalami kelainan yang disebut albino. Albino adalah kelainan yang disebabkan tidak adanya zat warna (pigmen) yang disebut zat melanin. Orang yang mengalami kelainan ini pada umumnya mempunyai ciri fotofobia atau takut cahaya.
Pigmen melanin berfungsi untuk melindungi kulit dari sinar ultraviolet. Tidak adanya pigmen kulit membuat mereka lebih rentan terserang kanker kulit dan kulit mudah melepuh akibat terpapar sinar matahari. Gen penyebab albino bersifat resesif (gen a). Orang yang mengalami kelainan ini memiliki genotipe homozigot resesif (aa), orang yang normal memiliki genotipe homozigot dominan (AA) dan yang menjadi carrier atau pembawa memiliki genotipe heterozigot (Aa).
Pewarisan Tipe Perlekatan Cuping Telinga
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya tipe perlekatan cuping telinga ini juga dikontrol oleh gen, yaitu gen G untuk cuping telinga terpisah atau terlepas dan gen g untuk cuping telinga melekat. Jadi, seseorang yang memiliki gen G (baik bergenotipe GG atau Gg) akan memiliki tipe perlekatan cuping telinga terpisah, sedangkan yang memiliki tipe perlekatan cuping melekat memiliki gen gg.
Pewarisan Bentuk Rambut
Bentuk rambut juga dikode oleh gen. Ada dua macam gen yang mengendalikan bentuk rambut, gen C (dominan) mengode rambut keriting, dan gen s (resesif) mengode rambut lurus. Bentuk rambut merupakan kasus yang menarik yang dikenal dominansi tidak sempurna. Artinya, jika kamu memiliki salah satu dari kedua jenis gen tersebut (gen C dan gen s), kamu akan mendapat campuran dari keduanya yaitu rambutmu akan menjadi berombak (Cs).
Jadi, seseorang yang memiliki rambut keriting memiliki genotipe CC, orang yang memiliki rambut berombak memiliki genotipe Cs, dan yang memiliki rambut lurus memiliki genotipe ss.
Pewarisan Bentuk Pertumbuhan Rambut pada Dahi
Jika kita perhatikan, bentuk pertumbuhan rambut pada dahi setiap orang sebetulnya berbeda-beda. Ada rambut yang tumbuh melingkar biasa atau tumbuh seperti huruf ”V” atau yang dikenal dengan widow’s peak. Tumbuhnya rambut seperti huruf ”V” dikontrol oleh gen W (diambil dari istilah widow’s peak). Gen W ini bersifat dominan, orang yang memiliki pertumbuhan rambut pada dahi memiliki gen WW (homozigot dominan) atau gen Ww (heterozigot), sedangkan orang yang tidak memiliki pertumbuhan rambut seperti huruf ”V” memiliki genotipe homozigot resesif (ww).
Pewarisan Kelainan Buta Warna
Buta warna adalah kelainan seseorang yang tidak dapat membedakan beberapa warna dengan baik, biasanya antara merah, oranye, biru, dan hijau. lamin X. Seorang perempuan akan menderita buta warna jika kedua kromosom X mengandung gen buta warna (XcbXcb), namun jika hanya salah satu kromosom X yang mengandung gen buta warna (XcbX) maka perempuan tersebut akan menjadi pembawa (carrier) gen buta warna tanpa menjadi penderita. Pada laki-laki jika kromosom X mengandung gen buta warna maka akan langsung menderita buta warna (XcbY).
Pewarisan Kelainan Hemofilia
Hemofilia merupakan kelainan dengan ciri darah penderita sulit menggumpal ketika terjadi luka pada bagian tubuh tertentu, yang disebabkan tidak dihasilkannya faktor penggumpalan darah dalam tubuh seseorang. Saat penderita hemofilia mengalami luka disertai pecahnya pembuluh darah, maka darah akan terus mengalir keluar dan sukar membeku sehingga penderita dapat mengalami kekurangan darah dan dapat menyebabkan kematian.
Penerapan Pewarisan Sifat dalam Pemuliaan Makhluk Hidup
Genetika memainkan peran sangat penting dalam mendukung manusia mengatasi tantangan penyediaan bahan pangan global. Dengan pemahaman tentang mekanisme pewarisan sifat termasuk pengaruh gen, alel unggul, dan keragaman genetik. Para pemulia kini mampu merancang bibit unggul baik di bidang pertanian maupun peternakan yang menghasilkan produksi lebih tinggi, lebih tahan terhadap kondisi lingkungan, serta memiliki kualitas yang diinginkan.
Pewarisan Sifat dalam Pemuliaan Tanaman
Pemanfaatan konsep pewarisan sifat dalam pemuliaan tanaman sudah berlangsung lama, salah satunya melalui pembuatan varietas hibrida. Varietas hibrida adalah keturunan persilangan dari dua atau lebih jenis tanaman yang memiliki ciri-genetik berbeda, dan dibuat untuk memperoleh kombinasi sifat unggul induk-induknya (Cai & Qian, 2024). Misalnya pada tanaman padi (Oryza sativa), penelitian menunjukkan bahwa hibrida unggul dapat menunjukkan heterosis (kelebihan kinerja dibandingkan induk) serta keberhasilan dalam meningkatkan hasil dan ketahanan tanaman.
Contoh nyata: bibit padi hibrida yang diklaim mampu menghasilkan beras 30 % lebih banyak, lebih tahan terhadap lahan kering, lebih pulen, lebih wangi, dan lebih cepat panen. Selain padi, jagung hibrida juga banyak diterapkan, dengan varietas seperti Hibrida C 1, CP 1, IPB 4, dll., yang melalui persilangan menghasilkan karakter seperti waktu panen cepat dan perakaran kuat.
Pewarisan Sifat dalam Pemuliaan Hewan
Sama halnya dalam bidang peternakan, pewarisan sifat berperan krusial dalam pemuliaan hewan untuk menghasilkan hewan ternak berkualitas: misalnya unggas yang mampu menghasilkan banyak telur atau sapi yang memberikan kualitas susu/daging unggul. Teknologi seperti marker-assisted selection (MAS) dan seleksi genomik kini digunakan untuk meningkatkan efisiensi pemuliaan hewan melalui pemilihan gen atau alel unggul terkait sifat produktif (Sharma et al., 2024; Johnsson, 2023).
Contoh: ayam broiler yang dipasarkan sebagai daging potong melalui persilangan antara induk unggas spesifik seperti jenis Dominique dengan Black Cochin menghasilkan keturunan yang besar tubuhnya, daging lezat, dan efisiensi produksi telur yang tinggi.
Referensi
Bird, A. (2024). Transgenerational epigenetic inheritance: A critical perspective. Epigenetics & Epigenomics.
Cai, X. G., & Qian, Q. S. (2024). Advancements in hybrid rice varieties: Integrating inter-subspecific heterosis and high-yield traits. Rice Genomics and Genetics, 15(6), 277–286. https://doi.org/10.5376/rgg.2024.15.0027
Garvin, M. (2023). Mendelian inheritance: Unraveling the genetic code of life. Journal of Research & Reports in Genetics, 5(6), 174.
Johnsson, M. (2023). Genomics in animal breeding from the perspectives of matrices and molecules. Hereditas, 160, Article 20. https://doi.org/10.1186/s41065-023-00285-w
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2017). Ilmu Pengetahuan Alam SMP/MTs Kelas IX. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Li, J. Y., & Chen, M. Y. (2024). Genomic selection in livestock breeding: Advances and applications. Animal Molecular Breeding, 14(3), 239–251. https://doi.org/10.5376/amb.2024.14.0025
Sharma, P., Doultani, S., Hadiya, K. K., George, L. B., & Highland, H. N. (2024). Overview of marker-assisted selection in animal breeding. Journal of Advances in Biology & Biotechnology, 27(5), 303–318. https://doi.org/10.9734/jabb/2024/v27i5790
Wojcik, M. H., Reuter, C. M., Marwaha, S., Mahmoud, M., Duyzend, M. H., & Sedlazeck, F. J. (2023). Beyond the exome: What’s next in diagnostic testing for Mendelian conditions. Genomics Research to Elucidate the Genetics of Rare Diseases.
Zhang, X. Y., & Li, J. Q. (2024). Genome-wide prediction and selection in plant and animal breeding: A systematic review of current techniques. Computational Molecular Biology, 14(2), 54–63. https://doi.org/10.5376/cmb.2024.14.0007
Zschocke, J., Byers, P. H., & Wilkie, A. O. M. (2023). Mendelian inheritance revisited: Dominance and recessiveness in medical genetics. Nature Reviews Genetics, 24(7), 442–463.
