Gagne (dalam Siregar, 2015, hlm. 4) mendefinisikan belajar adalah suatu perubahan perilaku yang relatif menetap yang dihasilkan dari pengalaman masa lalu ataupun dari pembelajaran yang direncanakan. Pandangannya mengenai belajar inilah yang membuat Gagne menjadi salah satu tokoh pendidikan ternama yang memberikan pengaruh besar terhadap bidang pendidikan dan psikologi secara umum.

Lalu apa sebetulnya yang dimaksud dengan paduan pengalaman masa lalu ataupun dari pembelajaran yang direncanakan? Seperti apa perubahan perilaku yang terjadi akibat dari belajar menurut Gagne? Berikut adalah berbagai pemaparan mengenai teori belajar Gagne, dimulai dari biografi pelopornya sendiri, yakni Robert Mills Gagne.

Biografi Robert Mills Gagne

Robert Mills Gagne lahir di Andover Utara, Massachusetts pada 21 Agustus 1916. Ia merupakan lulusan Universitas Yale pada 1937 dan mendapatkan gelar Ph.D dari Universitas Brown pada tahun 1940. Gagne adalah professor dalam bidang psikologi dan psikologi pendidikan di Connecticut College yang merupakan perguruan tinggi khusus wanita dari tahun 1940 hingga 1949, Universitas Negara bagian Pensylvania  pada tahun 1945-1946, dan di Departemen Penelitian Pendidikan di Universitas Negara bagian Florida di Tallahasse sejak tahun 1969.

Selain menjadi pengajar di berbagai perguruan tinggi, Gagne juga menjabat sebagai direktur riset untuk angkatan udara pada dari tahun 1949 hingga 1958 di Lackland, Texas dan Lowry, Coloradi. Ia juga pernah bekerja sebagai konsultan dari departemen pertahanan (1958-1961) dan untuk Dinas Pendidikan Amerika Serikat (1964-1966). Selain itu ia juga menjabat Direktur Riset di Institut Penelitian Amerika di Pittsburgh pada tahun 1962 hingga 1965.

Hasil kerja Gagne berpengaruh besar terhadap dunia pendidikan Amerika dan pada pelatihan militer dan industri. Satu di antara hasil pekerjaan Gagne yang berpengaruh tersebut adalah pengembangan awal dari teori desain sistem instruksional yang menunjukkan bahwa semua komponen dari pelajaran atau periode instruksi dapat dianalisis dan dirancang untuk beroperasi bersama-sama sebagai suatu rencana untuk pengajaran. Teori desain sistem instruksional ini ia kerjakan bersama L. J. Briggs.

Gagne juga dikenal untuk teori stimulus-responsnya yang muthakir dari delapan jenis pembelajaran yang dibedakan dalam hal kualitas dan kuantitas dari respons stimulus yang mempunyai keterkaitan dari yang paling mudah hingga yang paling sulit atau kompleks yang meliputi:

  1. Signal learning (Pavlovian conditioning);
  2. Stimulus response learning (Operant conditioning);
  3. Chaining (Complex operant conditioning);
  4. Verbal association;
  5. Discrimination learning;
  6. Concept learning;
  7. Rule learning; dan
  8. Problem solving.

Teori Belajar Gagne

Gagne mengembangkan teori belajarnya berdasarkan asumsi bahwa pertumbuhan dan perkembangan  individu merupakan akibat dari belajar serta belajar merupakan proses yang sifatnya kompleks. Berdasarkan asumsi tersebut, Gagne (1979, hlm. 43) mendefinisikan belajar sebagai  seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulus dari  lingkungan menjadi beberapa tahapan pengolahan  informasi yang diperlukan untuk memperoleh kapasitas yang baru.

Stimulus dari lingkungan merupakan faktor eksternal yang dapat dimodifikasi sedemikian sehingga menunjang proses kognitif individu yang belajar. Sedangkan proses kognitif merupakan suatu proses dalam diri individu yang belajar sebagai prasyarat bagi terciptanya kondisi belajar. Proses kognitif ini bersama kondisi internal lainnya berinteraksi dengan kondisi eksternal untuk menghasilkan suatu performasi sebagai hasil belajar.

Dari pemaparan di atas dapat kita ketahui bahwa Gagne membedakan persyaratan eksternal dan internal pada kondisi belajar. Kondisi eksternal meliputi pernyataan-pernyataan seperti perhatian, motivasi, dan ingatan dari kemampuan yang dipelajari sebelumnya yang relevan dengan peristiwa belajar saat itu. Oleh karena itu, untuk mengenal tingkatan dan keanekaragaman belajar yang terjadi, pertama-tama kita harus melihat pada kemampuan yang ada di dalam siswa dulu, kemudian baru kepada situasi perangsangan yang berada di luar siswa.

Komponen Belajar

Menurut Gagne, terdapat tiga komponen utama dari belajar. Komponen-komponen belajar tersebut meliputi kondisi internal, kondisi eksternal, dan hasil belajar yang akan dijelaskan pada penjabaran di bawah ini.

  1. Kondisi Internal
    Kondisi internal adalah keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi di dalam individu.
  2. Kondisi Eksternal
    Kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran yang meliputi berbagai hal seperti perhatian, motivasi, dan ingatan dari kemampuan yang dipelajari sebelumnya yang relevan dengan peristiwa belajar saat itu.
  3. Hasil Belajar
    Hasil belajar adalah suatu kemampuan internal yang telah menjadi milik pribadi seseorang dicerminkan dalam wujud perbuatan tertentu untuk setiap jenis belajar.

Hasil Belajar

Salah satu teori Gagne yang paling penting adalah pengetahuan dari kemampuan baru membutuhkan pengetahuan sebelumnya dari kemampuan yang lebih rendah yang terlibat dalam kemampuan baru tersebut. Sebagai contoh, seseorang yang pada tingkat kemampuan yang lebih tinggi, membutuhkan pengetahuan sebelumnya dari kemampuan yang lebih sederhana.

Dengan demikian, suatu pengetahuan yang dicapai seseorang dapat dianalisis kemampuanya dari pengetahuan yang lebih rendah. Gagne menanamkan gerak maju dari belajar itu dengan istilah tingkatan belajar atau learning hierarchy. Menurut Gagne (dalam Winkel, 2014, hlm. 101) terdapat lima hirarki hasil belajar, yakni sebagai berikut.

  1. Informasi verbal (Verbal information),
    yang terdiri dari pernyataan seorang siswa mengenai informasi yang diinginkan.
  2. Keterampilan intelektual (Intellectual skills),
    yakni keterampilan dalam suatu tindakan tertentu dengan persyaratan yang dimilikinya.
  3. Strategi kognitif (Cognitive strategies),
    semacam keterampilan intelektual khusus yang berkenaan dengan tingkah laku seorang tanpa menghiraukan apa yang telah dipelajarinya serta kemampuan yang diorganisir dari dalam sehingga seseorang memperoleh proses yang menentukan kesediaan belajar, mengingat, dan berpikir. Menurut Gagne (1992, hlm. 66) terdapat 5 macam strategi kognitif, yaitu: (1) strategi menghafal, (2) strategi elaborasi, (3) strategi pengaturan, (4) strategi metakognitif, dan (5) strategi afektif.
  4. Sikap (Attitude),
    adalah pernyataan internal dari organisme yang mempengaruhi tindakan menuju tingkatan tertentu dalam hal obyek orang atau kejadian.
  5. Keterampilan motorik,
    yang digunakan seseorang dalam aktivitas motorik seperti mengemudi mobil, memainkan alat musik, mengetik, menari dan lain-lain.

Model Pengolahan Informasi

Teori belajar Gagne merupakan perpaduan yang seimbang antara teori behavioristik dan teori belajar kognitif yang berpangkal pada teori pemrosesan informasi (Ratumanan, 2015, hlm. 70-71). Suyono dan Hariyanto (2011, hlm. 92) menjelaskan bahwa model pengolahan informasi merupakan model dalam teori belajar yang mencoba menjelaskan kerja memori manusia yang meliputi tiga macam sistem penyimpanan ingatan, yakni:

  1. Memori sensori (sensory memory),
    suatu sistem mengingat stimulus secara cepat sehingga dapat berlangsung analisi persepsi, disini proses berlangsung selama 3-5 detik, masukan utamnya dari penglihatan suara.
  2. Memori kerja (working memory),
    merupakan memori jangka pendek/short term memory (STM), mampu menyimpan 5-9 informasi dalam waktu sekitar 15-20 detik, sehingga cukup waktu bagi pengolahan informasi. Dalam hal ini, informasi yang diberi kode (decoded) serta persepsi setiap individu akan menentukan apa yang disimpan dalam memori kerja.
  3. Memori jangka panjang/longterm memory (LTM),
    Berfungsi menyimpan informasi yang sangat besar dalam waktu yang lama. Informasi yang tersimpan di dalamnya dapat dalam betuk verbal maupun visual.

Fase-Fase Belajar Menurut Gagne

Bertitik tolak dari model belajarnya, yaitu model pemrosesan informasi, Gagne mengemukakan delapan fase dalam satu tindakan belajar (learning act). Fase-fase itu merupakan kejadian-kejadian eksternal yang dapat distrukturkan oleh siswa (yang belajar) atau guru. Setiap fase dipasangkan dengan suatu proses yang terjadi dalam pikiran siswa (proses internal utama). Berikut adalah fase-fase belajar menurut Gagne.

fase-fase belajar Gagne

Fase motivasi (Motivation phase)

Fase motivasi adalah pemberian harapan kepada peserta didik bahwa dengan belajar mereka akan mendapat reward atau hadiah. Reward maksudnya adalah bahwa pelajaran yang dipelajari dapat memenuhi keingintahuan mereka tentang suatu pokok bahasan. Pemberian motivasi memungkinkan peserta didik berusaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pemberian motivasi ini dapat dilakukan secara intrinsik (dari dalam diri siswa, untuk kebaikannya sendiri) atau ekstrinsik (motivasi dari keluarga yang bangga atau pengetahuan dapat digunakan di industri).

Fase pengenalan (Apprehending phase)

Siswa harus memberikan perhatian pada bagian-bagian yang esensial suatu kejadian instruksional jika belajar akan terjadi. Misalnya siswa memperhatikan aspek-aspek yang relevan tentang apa yang dikatakan guru atau tentang gagasan-gagasan utama dalam buku. Perhatian bisa didapatkan dengan cara memintanya secara langsung atau mengungkapkan fakta-fakta menarik dari materi yang akan menarik perhatian siswa.

Setelah perhatian didapatkan, maka proses selanjutnya adalah untuk menentukan keluaran dari “daftar sensori” kegiatan mental (perhatian) yang diadopsi oleh peserta didik, sehingga kita dapat menentukan aspek stimulus eksternal yang diterima peserta didik. Artinya, serangkaian stimulus-stimulus yang diterima peserta didik, merupakan tanggapan yang selektif. Dengan demikian, bentuk stimulus eksternal haruslah berbeda-beda. Dengan stimulus eksternal yang berbeda-beda itu peserta didik memperhatikan adanya unsur-unsur yang penting dan relevan sehingga sangat membantu kegiatan belajar selanjutnya.

Fase perolehan (Acquisition phase)

Bila siswa memperhatikan informasi yang relevan, ia telah siap menerima pelajaran. Informasi yang disajikan tidak langsung disimpan dalam memori. Informasi itu diubah menjadi bentuk yang bermakna yang dihubungkan dengan informasi yang telah ada dalam memori siswa.

Suatu informasi dapat diubah oleh siswa menjadi bermakna sehingga dapat dihubungkan dengan informasi yang telah ada dalam ingatannya. Informasi yang tertinggal sementara dalam “ingatan jangka pendek” akan mengalami transformasi ke dalam bentuk yang sudah siap disimpan. Proses ini disebut pengkodean.

Fase retensi (Retention phase)

Informasi baru yang diperoleh harus dipindahkan dari memori jangka pendek (short term memory) ke memori jangka panjang (long term memory). Ini dapat terjadi melalui pengulangan kembali, praktik, elaborasi, atau lain-lainnya.

Fase pemanggilan (Recall phase)

Fase ini merupakan kemampuan mengungkap/memanggil keluar informasi yang telah dimiliki dan disimpan dalam ingatan. Proses menggali ingatan dapat dipengaruhi oleh stimulus eksternal. Dalam proses ini, mungkin siswa akan kehilangan kontak (hubungan) dengan informasi yang ada dalam “ingatan jangka panjang” (long term memory). Dalam keadaan tersebut, maka pengajar harus memberikan stimulus eksternal atau memberikan teknik khusus untuk dapat mengeluarkan informasi yang tersimpan dalam ingatan. Misalnya, memberikan informasi yang relevan kemudian meminta siswa untuk mencari kaitannya.

Fase generalisasi (Generalization phase)

Biasanya informasi itu kurang nilainya jika tidak dapat diterapkan di luar konteks dimana informasi itu dipelajari. Jadi, generalisasi atau transfer informasi pada situasi-situasi baru merupakan fase kritis dalam belajar. Transfer ini dapat ditolong dengan menyuruh siswa menggunakan informasi yang telah didapat ke dalam situasi yang berbeda dengan situasi waktu informasi itu didapat. Jadi dalam fase generalisasi ini peserta didik dapat belajar untuk memanfaatkan informasi yang telah didapat ke dalam permasalahan yang relevan dalam kehidupan sehari-hari.

Fase penampilan (Performance phase)

Para siswa harus memperlihatkan bahwa mereka telah belajar sesuatu melalui penampilan yang tampak. Misalnya setelah mempelajari operasi bentuk aljabar, para siswa dapat menjumlahkan atau mengurangkan suku-suku sejenis dalam aljabar.

Fase umpan balik (Feedback phase)

Para siswa harus memperoleh umpan balik tentang penampilan mereka yang menunjukkan apakah mereka telah atau belum mengerti tentang apa yang diajarkan. Umpan balik ini dapat memberikan reinforcement (penguatan) pada mereka untuk penampilan yang berhasil.

Prinsip Pembelajaran Gagne

Berdasarkan fase-fase belajar yang telah ia susun, dalam buku Principle of Instructional Design (Gagne, 1992, hlm. 190) mengemukakan sembilan prinsip yang dapat dilakukan guru dalam melaksanakan pembelajaran. Prinsip ini disebut Instructional Events (peristiwa pembelajaran) yaitu sebagai berikut:

  1. Gaining Attention (Memperoleh Perhatian)
  2. Informing the Learner of The Objective (Menginformasikan kepada Peserta Didik tentang Tujuan Pembelajaran)
  3. Stimulating Recall of Prerequisite Learning Capabilities (Merangsang/Mengingatkan konsep/prinsip yang telah dipelajari)
  4. Presenting the Stimulus Material (Menyajikan Materi Pembelajaran)
  5. Providing Learning Guidance (Memberikan Bimbingan Belajar)
  6. Eliciting the Performance (Memunculkan Kinerja)
  7. Providing Feedback About Performance Correctness (Memberikan informasi kepada peserta didik tentang kebenaran kinerja mereka.
  8. Assessing the Performance (Menilai Kinerja)
  9. Enhancing Retention and Transfer (Meningkatkan Retensi dan Transfer)

Referensi

  1. Gagne, R., Leslie J.B & Walter W. Wager. 1992. Principles of Instructional Design (4th Ed.). Fort Worth, TX 76102 College Publishers.
  2. Gagne, Robert M & Briggs, Leslie J. (1979). Principles of instructional design (2nd Edition). New York : Holt, Rinehart and Winston.
  3. Ratumanan, T. G. (2015). Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pensil Komunika.
  4. Siregar, Eveline & Hartini Nara. (2015). Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia.
  5. Winkel, W.S. (2014). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *