Istilah sibernetik atau dalam bahasa Inggris cybernetics berasal dari bahasa Yunani kuno, yakni “kybernetes” yang berarti pilot, jurumudi, kemudi atau gubernur, akar kata yang sama dengan pemerintah. Istilah ini pertama kali digunakan dalam bahasa Inggris tahun 1945 oleh Nobert Wiener, seorang ilmuwan dari Massachussets Institute of technologi (MIT).

Nobert Wiener mendefenisikan cybernetics sebagai “control and communication in animal and machine”. Jadi, analoginya, dahulu kemampuan kontrol atau jurumudi binatang tersebut dianggap menjadi salah satu teknologi yang paling mutakhir. Sehingga hingga kini, istilah sibernetik digunakan sebagai istilah untuk mewakili sesuatu yang berbau teknologi (cyber).

Selanjutnya, para ahli yang menggeluti bidang ini menganggap bahwa sibernetik dapat dikategorikan sebagai sebuah ilmu tentang pemrosesan informasi, pengambilan keputusan, pembelajaran, adaptasi, dan organisasi yang terjadi pada individu, kelompok, organisasi, negara dan mesin. Bukan perkara teknologi atau kecanggihannya, namun sistem yang berjalan di dalamnya.

Sibernetik digunakan untuk menggambarkan cara bagaimana umpan balik (feedback) dapat memungkinkan berlangsungnya proses komunikasi. Sibernetika adalah teori sistem pengontrol yang didasarkan pada komunikasi atau penyampaian informasi antara sistem dan lingkungan, serta antarsistem. Berdasarkan teori sibernetik, ahli psikologi menganalogikan mekanisme kerja manusia seperti mekanisme mesin elektronik. Teori ini menganggap individu (pembelajar) sebagai suatu sistem yang dapat mengendalikan umpan balik sendiri atau disebut self regulated feedback.

Sistem kendali umpan balik ini, baik pada manusia atau mesin seperti komputer mempunyai tiga fungsi yakni:

  1. menghasilkan gerakan/tindakan sistem terhadap target yang diinginkan (untuk mencapai tujuan tertentu yang diinginkan),
  2. membandingkan dampak dari tindakannya tersebut, apakah sesuai atau tidak dengan jalur/ rencana yang seharusnya (mendeteksi kesalahan),
  3. memanfaatkan kesalahan untuk mengarahkan kembali ke arah/ jalur seharusnya (Husamah & Pantiwati, 2016, hlm. 167-168).

Dapat disimpulkan bahwa sebetulnya, teori belajar siberetik merupakan teori yang menganalogikan mekanisme kerja berpikir manusia seperti mekanisme mesin elektronik atau komputer (seperti berpikir komputasional).

Pengertian Teori Belajar Sibernetik

Teori sibernetik merupakan salah satu teori belajar yang menyatukan antara teori dan praktik seperti pada Laboratorium Komputasi. Teori belajar sibernatik adalah teori belajar yang menganggap bahwa komputasi tidak hanya dapat digunakan untuk mengolah data, membuat database, presentasi, dan alat komunikasi, tetapi dapat juga digunakan sebagai suatu alat untuk memancing dan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada peserta didik untuk menciptakan dan membangun pengetahuan baru peserta didik (Thobroni, 2015, 168).

Dalam teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Proses belajar memegang peranan penting, namun yang lebih penting lagi adalah pengolahan sistem informasi. Dengan kata lain, sistem informasi dipandang sangat memegang peranan penting dalam memudahkan penyampaian materi pembelajaran yang akan disajikan kepada siswa.

Asumsi lain dari teori sibernetik adalah bahwa tidak ada satu proses belajar manapun yang ideal untuk segala situasi dan cocok untuk semua siswa, karena cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi. Menurut teori belajar sibernetik, pebelajar menggunakan jenis-jenis memori yang berbeda selama belajar karena situasinya berbeda-beda (Husamah & Pantiwati, 2016, hlm. 175).

Pengelolaan pembelajaran dalam teori belajar sibernetik, menuntut pembelajaran untuk diorganisir dengan baik yang memperhatikan kondisi internal dan eksternal.

  1. Kondisi internal siswa yang mempengaruhi proses belajar melalui proses pengolahan informasi, dan yang sangat penting untuk diperhatikan oleh guru dalam mengelola pembelajaran yaitu kemampuan awal peserta didik, motivasi, perhatian, persepsi, ingatan, lupa, retensi, transfer.
  2. Sedangkan kondisi eksternal yang sangat berpengaruh terhadap proses belajar dengan proses pengolahan informasi antara lain kondisi belajar, tujuan belajar, pemberian umpan balik.

Proses Berpikir Sibernetik

Teori sibernetik digagas oleh beberapa tokoh, di antaranya adalah Lev N. Landa, Pask dan Scott. Lev N. Landa merupakan salah seorang ahli psikolog yang beraliran sibernetik. Menurut landa, ada dua macam proses berpikir yaitu proses berpikir algoritmik dan proses berpikir heuristik.

  1. Proses berpikir algoritmik,
    yaitu proses berpikir sistematis, tahap demi tahap, linear, konvergen, lurus menuju ke satu target tujuan tertentu.
  2. Proses berpikir heuristik,
    yaitu cara berpikir divergen, menuju ke beberapa target tujuan sekaligus. Memahami suatu konsep yang mengandung arti ganda dan penafsiran biasanya menuntut seseorang untuk menggunakan cara berpikir heuristik (Anwar, 2017, hlm. 395).

Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran (dalam sibernetik disebut sistem informasi) yang hendak dipelajari atau masalah yang hendak dipecahkan diketahui ciri-cirinya. Materi pelajaran tertentu akan lebih tepat disajikan dalam urutan yang teratur, linier, sekuensial, sedangkan materi pelajaran lainnya akan lebih tepat jika disajikan dalam bentuk terbuka dan memberi kebebasan kepada siswa untuk berimajinasi dan berpikir.

Selain Landa, tokoh yang menganut aliran sibernetik ialah Pask dan Scott. Menurut Pask dan Scott, ada dua macam cara berpikir dalam pembelajaran, yaitu cara berpikir surealis dan menyeluruh. Pendekatan surealis memiliki kesamaan dengan pendekatan algoritmik, namun sesuatu yang dikatakan sebagai cara berpikir menyeluruh tidak sama dengan cara berpikir heuristik. Cara berpikir menyeluruh ialah berpikir yang cenderung melompat ke depan, langsung ke gambaran lengkap sebuah sistem informasi.

Sebagai penganut sibernetik, Pask dan Scott memiliki pandangan tersendiri mengenai belajar. Menurut mereka, proses belajar bergantung pada strategi yang digunakan oleh peserta didik. Tujuan belajar yang dipecah menjadi sub yang lebih kecil agar peserta didik bisa fokus (Anwar, 2017, hlm. 398). Dengan demikian secara ringkas dapat dikatakan bahwa teori sibernetik merupakan teori belajar yang menekankan pada penyampaian informasi. Dalam penyampaian informasi, interaksi antar pendidik dan peserta didik hendak diperhatikan agar pemahaman mengenai informasi yang disampaikan dapat diterima, diproses dan tersimpan dengan baik di memori peserta didik.

Pemrosesan Informasi dalam Teori Belajar Sibernetik

Menurut Anwar (2017, hlm. 392) pemrosesan informasi mengacu pada cara-cara orang menangani rangsangan dari lingkungan, mengorganisasi data, melihat masalah, mengembangkan konsep dan memecahkan masalah dengan menggunakan lambang/simbol, baik verbal maupun nonverbal. Dalam kaitannya dengan teori belajar sibernetik, pemrosesan informasi ini berhubungan dengan cara seseorang untuk menelaah informasi di lingkungannya dan memahami pengalaman tersebut.

Teori belajar sibernetik telah dikembangkan oleh beberapa tokoh dalam pembelajaran diantaranya adalah pendekatan-pendekatan yang berorientasi pada pemrosesan informasi yang dikembangkan oleh Gagne dan Berline, Biehler, Snowman, Baine, dan Tennyson. Teori pemrosesan informasi umumnya berpijak pada tiga asumsi sebagai berikut.

  1. Antara stimulus dan respons berpijak pada asumsi, yaitu pemrosesan informasi ketika pada masing-masing tahap dibutuhkan sejumlah waktu tertentu.
  2. Stimulus yang diproses melalui tahap-tahapan tadi akan mengalami perubahan bentuk ataupun isinya.
  3. Salah satu tahapan mempunyai kapasitas yang terbatas.

Dari ketiga asumsi tersebut, dikembangkan mengenai komponen struktur dan pengatur alur pemrosesan informasi. Komponen-komponen pemrosesan informasi di pilih berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas bentuk informasi, serta proses terjadinya lupa. Ketiga komponen tersebut adalah adalah sensor memory, working memory dan short term memory, long term memory.

Sensory Memory/ Sensory Receptor (SM/SR)

Sensory Memory atau Sensory Receptor (SM/SR) merupakan sel tempat pertama kali informasi diterima dari luar. Sensory memory menerima informasi atau stimuli dari lingkungan (seperti sinar, suara, bau, panas, warna dan lain-lain) terus menerus melalui alat-alat penerima (receptors). Receptors biasanya disebut sebagai alat-alat indera, merupakan sebuah mekanisme tubuh untuk melihat, mendengar, merasakan, membau, meraba dan perasaan (feeling). Informasi yang diterima disimpan dalam sensori memory untuk beberapa saat saja, sangat singkat, informasi yang ada mudah terganggu dan berganti (Husamah & Pantiwati, 2016, hlm. 173).

Working Memory (WM) dan Short Term Memory (STM)

Working Memory adalah bagian dari memori manusia, diasumsikan mampu menangkap informasi yang diberi perhatian oleh individu dan menyimpan informasi menjadi pikiran-pikiran. Informasi yang diterima oleh seseorang dan mendapatkan perhatian selanjutnya dikirim ke dalam sistem memori Short Term Memory. Informasi yang masuk dalam Short Term Memory (STM) berasal dari sensory memory dan mungkin dapat pula dari komponen dasar ketiga sistem memori (Husamah & Pantiwati, 2016, hlm. 175).

Salah satu cara untuk menjaga ingatan terhadap informasi dalam Short Term Memory adalah mengulang dengan latihan. Oleh karena itu, latihan sangat penting dalam proses belajar. Tanpa diulang dan dilatihkan, maka informasi akan hilang, apalagi jika individu telah mendapatkan informasi lain yang baru dan lebih kuat.

Long Term Memory (LTM)

Dalam Long Term Memory, diasumsikan berisi semua pengetahuan yang telah dimiliki individu, mempunyai kapasitas tidak terbatas, sekali informasi disimpan di dalam LTM, ia tidak akan pernah terhapus atau hilang. Persoalan lupa pada tahapan ini disebabkan oleh kesulitan atau kegagalan memunculkan kembali informasi yang diperlukan. Ini berarti jika informasi ditata dengan baik maka akan memudahkan proses penelusuran dan pemunculan kembali informasi jika diperlukan (Thobroni, 2015, hlm. 154).

Kelebihan Pembelajaran Sibernetik

Menurut Husamah & Pantiwati (2016, hlm. 175) kelebihan pembelajaran yang berpijak pada teori belajar sibernetik adalah sebagai berikut.

  1. cara berpikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol,
  2. penyajian pengetahuan memenuhi aspek ekonomis,
  3. kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap,
  4. adanya keterarahan seluruh kegiatan belajar kepada tujuan yang ingin dicapai,
  5. adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang sesungguhnya,
  6. kontrol belajar memungkinkan belajar sesuai dengan irama masing-masing individu,
  7. balikan informatif memberikan rambu-rambu yang jelas tentang tingkat unjuk kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk kerja yang diharapkan.

Penerapan Teori Sibernetik

Berdasarkan berbagai uraian di atas, kita dapat menerapkan teori sibernetik dalam suatu dengan mengikuti beberapa langkah di bawah ini.

  1. Menentukan tuuan instruksional.
  2. Menentukan materi pelajaran.
  3. Mengkaji sistem informasi yang terkandung dalam materi yang akan disampaikan
  4. Menentukan pendekatan belajar yang sesuai dengan informasi (algoritmik/heuristik).
  5. Menyusun materi dalam urutan yang sesuai dengan sistem informasinya.
  6. Menyajikan materi dan membimbing peserta didik belajar dengan pola yang sesuai dengan urutan pelajaran (sistem informasi).

Referensi

  1. Anwar, Chairul. (2017). Teori-Teori Pendidikan Klasik Hingga Kontemporer. Yogyakarta: IRCiSoD.
  2. Husamah  & Pantiwati, Y. (2016). Pantiwati, Belajar dan Pembelajaran. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang. 2016), h. 167-168.
  3. Thobroni. (2015). Belajar & Pembelajaran, Teori dan Praktik. Yogyakarta: ArRuzz Media.

Join the Conversation

1 Comment

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *