Konsumsi dan tabungan masyarakat merupakan salah satu variabel penting dalam ekonomi makro. Konsumsi seseorang berbanding lurus dengan pendapatannya. Hal ini berarti semakin besar pendapatan semakin besar pula pengeluran konsumsinya. Perilaku tabungan juga dipengaruhi oleh faktor pendapatan. Dengan demikian maka jika pendapatan bertambah baik konsumsi maupun tabungan akan sama-sama bertambah.

Perbandingan besarnya tambahan pengeluaran konsumsi terhadap pendapatan disebut hasrat marginal untuk konsumsi atau MPC, sedangkan besarnya tambahan tabungan terhadap pendapatan dinamakan hasrat marginal untuk menabung atau MPS.

Pebedaan antara masyarakat negara yang sudah maju dengan negara yang sedang berkembang bukan hanya terletak dalam atau dicerminkan oleh perbandingan relatif besar kecilnya angka MPC atau MPS, akan terjadi juga dalam pola konsumsi itu sendiri. Pola konsumsi masyarakat yang sedang berkembang didominasi oleh konsumsi kebutuhan pokok atau kebutuhan primer. Sedang pada masyarakat yang sudah maju cenderung lebih banyak teralokasi kebutuhan sekunder atau tersier.

Dengan demikian, meskipun tampak jelas dan sederhana, nyatanya teori konsumsi akan menghasilkan banyak perbedaan antara keadaan satu dengan yang lain berdasarkan variabelnya. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah beberapa pemaparan teori konsumsi dalam hubungannya dengan ilmu ekonomi, terutama makro ekonomi.

Macam-Macam Teori Konsumsi

Terdapat beragam teori konsumsi yang telah dikembangkan oleh para ahli ekonomi makro. Salah satu teori yang paling berpengaruh dan memiliki relevansi tinggi dalam kaitannya dengan ekonomi adalah teori konsumsi Keynes.

Teori Konsumsi Keynes

Keynes menyatakan bahwa ada pengeluaran konsumsi minimum yang harus dilakukan oleh masyarakat pengeluaran konsumsi akan meningkatkan dengan bertambahnya penghasilan (Priyono & Chandra, 2016, hlm. 50). Artinya, besar kecilnya pengeluaran konsumsi hanya didasarkan pada besar kecilnya tingkat pendapatan masyarakat.

Namun demikian, Menurut Keynes, ada batas konsumsi minimal yang tidak tergantung pada tingkat pendapatan yang rtinya, tingkat konsumsi tersebut harus dipenuhi, walaupun tingkat pendapatan sama dengan nol yang disebut sebagai konsumsi autonomus (Putranto dkk, 2019, hlm. 79). Jika pendapatan disposable meningkat, maka konsumsi juga akan meningkat. Hanya saja peningkatan konsumsi tersebut tidak sebesar peningkatan pendapatan disposable dengan formula atau fungsi sebagai berikut.

Fungsi/Rumus Teori Konsumsi Keynes

Dalam perkembangan selanjutnya timbul pertanyaan bagaimanakah hubungan yang sebenarnya antara pengeluaran konsumsi dan pendapatan serta faktor-faktor pendapatan? Hubungan yang menyangkut factor-faktor lain itulah yang akan dibicarakan oleh berbagai teori lain mengenai konsumsi, dengan fungsi:

C = Co + bYd

Di mana:

C = konsumsi

Co = konsumsi otonomus

b = marginal propensity to consume (MPC)

Yd = pendapatan disposable 0 ≤ b ≤ 1

Sumber: Putranto dkk (2019, hlm. 80)

Teori Konsumsi Siklus Hidup

Teori konsumsi dengan hipotesis ini dikemukakan oleh Ando,Brimberg, dan Modigliani, tiga Ekonom besar yang hidup di abad 18. Menurut teori konsumsi siklus hidup, faktor sosial ekonomi seseorang sangat mempengaruhi pola konsumsi orang tersebut (Priyono & Chandra, 2016, hlm. 50). Teori ini membagi pola konsumsi menjadi 3 bagian berdasarkan umur seseorang, yakni sebagai berikut.

  1. Dari seseorang berumur 0 tahun sampai usia di mana orang tersebut bisa menghasilkan pendapatan sendiri maka ia mengalami Disaving (berkonsumsi tetapi tidak menghasilkan pendapatan).
  2. Di mana usia seseorang yang sudah bisa bekerja kemudian menghasilkan pendapatan sendiri dan lebih besar dari pengeluaran konsumsinya maka ia mengalami saving.
  3. Di mana seseorang berada pada usia yang sudah tidak bisa bekerja lagi ia mengalami dissaving (Priyono & Chandra, 2016, hlm. 51).

Teori Konsumsi Dengan Hipotesis Pendapatan Relatif (Relatif Income Hypotesis)

Teori dengan menggunakan hipotesis pendapatan relatif ini dikemukakan oleh James Duesenberry, dalam teorinya, Duesenberry membuat 2 asumsi yaitu:

  1. Selera semua rumah tangga atas barang konsumsi adalah independent yaitu terpengaruh atas pengeluaran yang dilakukan oleh tetangganya;
  2. Pengeluaran Konsumsi adalah irreversible, artinya pola pengeluaran pada saat penghasilan naik berbeda dengan pola pengeluaran pada saat penghasilan mengalami penurunan (Priyono & Chandra, 2016, hlm. 54).

Duesenberry menyatakan bahwa teori konsumsi atas dasar penghasilan absolute sebagaimana dikemukakan oleh Keynes tidak mempertimbangkan aspek ekologi konsumen. Duesenberry menyatakan bahwa pengeluaran konsumsi suatu rumah tangga sangat tergantung pada posisi rumah tangga tersebut pada masyarakat di sekelilingnya. Apabila konsumen senantiasa melihat pola konsumsi tetangganya yang lebih kaya, maka ada efek demontrasi (demontrasi effect). Akan tetapi peniruan pola konsumsi tetangga harus dianalisis dengan melihat kedudukan relatif rumah tangga tersebut pada masyarakat sekelilingnya.

Contohnya, suatu rumah tangga yang berpenghasilan 3 juta perbulan dan tinggal di daerah masyarakat yang rata-rata berpenghasilan Rp. 500.000. akan cenderung untuk menabung lebih banyak dan berkonsumsi lebih sedikit, sebab penghasilannya relatif lebih tinggi dari masyarakat sekitarnya.

Sebaliknya apabila rumah tangga tersebut tinggal di daerah yang rata-rata penghasilan masyarakat sebesar 5 juta, maka rumah tangga dengan penghasilan 3 juta cenderung akan mempunyai pengeluaran konsumsi yang lebih besar dari tabungan yang lebih sedikit, sebab penghasilannya relatif lebih rendah dari penghasilan masyarakat sekitarnya.

Teori Konsumsi Dengan Hipotesis Pendapatan Permanen (Permanent Income Hypothesis)

Teori konsumsi dengan hipotesis pendapatan permanen ini dikemukakan oleh M Friedman berdasarkan teori ini pendapatan yang diterima masyarakat dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu pendapatan permanen dan pendapatan sementara.

  1. Pendapatan Permanen (Permanent Income)
    Pendapatan permanen adalah pendapatan yang selalu diterima pada setiap periode tertentu dan dapat diperkirakan terlebih dahulu, misalnya pendapatan dari upah, gaji. Hasil dari semua faktor yang menentukan kekayaan seseorang(yang menciptakan kekayaan). Kekayaan sebuah rumah tangga terdiri dari dua kategori, yaitu kekayaan non-manusia dan kekayaan manusia. Kekayaan non manusia misalnya kekayaan fisik(barang konsumsi tahan lama, gedung dan sebagainya) dan kekayaan financial(saham,sumbangan berharga), sedangkan kekayaan manusia adalah kekayaan yang melekat pada diri manusia itu sendiri, seperti keahlian, keterampilan, pendidikan.
  2. Pendapatan Sementara (Transitory Income)
    Yang dimaksut pendapatan sementara adalah pendapatan yang baik dapat dihasilkan terlebih dahulu dan nilainya dapat positif apabila nasibnya baik atau negatif apabila mendapat nasib buruk. Seseorang yang mendapatkan pendapatan transitory positif, sedangkan seorang petani yang gagal panen karena iklim/ cuaca buruk dikatakan mendapatkan pendapatan transitory yang negative (Priyono & Chandra, 2016, hlm. 59).

Fungsi Konsumsi dan Tabungan

Pengeluaran konsumsi terdiri atas konsumsi pemerintah (government consumption) dan konsumsi rumah tangga/masyarakat (household consumption/private consumption). Pada dasarnya, faktor utama yang mempengaruhi tingkat konsumsi masyarakat adalah pendapatan, di mana korelasi keduanya bersifat positif, yaitu semakin tinggi tingkat pendapatan (Y ) maka konsumsinya (C) juga makin tinggi atau dijabarkan dengan fungsi:

C = f (Y)

Sumber: Putranto dkk (2019, hlm. 79)

Fungsi Konsumsi

Sebenarnya banyak sekali faktor-faktor yang turut menentukan besarnya konsumsi, namun dalam model yang kita pakai kita menggunakan asumsi bahwa besar kecilnya konsumsi tergantung kepada besar kecilnya pendapatan nasional. Hubungan antara besarnya konsumsi dengan besarnya pendapatan nasional dapat kita lihat dari bentuk fungsi konsumsinya itu sendiri. Dalam bentuknya yang umum, fungsi konsumsi yang berbentuk garis lurus mempunyai persamaan:

C = a + bY

Dengan:

a = menunjukkan besarnya konsumsi pada pendapatan nasional sebesar nol, sedangkan

b = menunjukkan besarnya marginal propensity to consume.

Sumber: Dinar & Hasan (2018, hlm. 136)

Marginal propensity to consume adalah angka perbandingan antara besarnya perubahan konsumsi dengan besarnya perubahan pendapatan nasional yang mengakibatkan adanya perubahan konsumsi termaksud. Dalam bentuk persamaan, definisi tersebut dapat kita ungkapkan:

MPC = DC / DY

Sumber: Dinar & Hasan (2018, hlm. 137)

dimana MPC merupakan singkatan daripada marginal propensity to consume,DC menunjukkan besarnya perubahan konsumsi, dan DY menunjukkan besarnya perubahan dalam pendapatan nasional yang mengakibatkan perubahan besarnya konsumsi termaksud.

Seperti telah disebutkan di atas, kadang-kadang kita dihadapkan kepada persoalan mengenai bagaimana caranya kita dapat menemukan persamaan garis suatu fungsi konsumsi. Kalau kita mengetahui besarnya konsumsi pada dua tingkat pendapatan nasional yang berbeda, maka selama fungsi konsumsi mempunyai bentuk persamaan garis lurus dengan menggunakan formula di bawah ini kita akan dapat menemukan persamaan fungsinya. Adapun formula tersebut adalah :

C = (APCn – MPC) Yn+ MPC .Y

Sumber: Dinar & Hasan (2018, hlm. 137)

Di mana APCn menunjukkan besarnya average propensity to consume pada tingkat pendapatan nasional sebesar “n”. Yang dimaksud dengan average propensity to consume ialah perbandingan antara besarnya konsumsi pada suatu tingkat pendapatan nasional dengan besarnya tingkat pendapatan nasional itu sendiri. Jadi average propensity to consume pada pendapatan n sama dengan besarnya konsumsi pada pendapatan sebesar n dibagi dengan tingkat pendapatan nasional sebesar n. Kalau dinyatakan dalam bentuk persamaan yang berlaku umum:

APC = Cn/Yn

Sumber: Dinar & Hasan (2018, hlm. 138)

Fungsi Tabungan

Tabungan atau penabungan dapat didefinsikan sebagai bagian daripada pendapatan nasional per tahunnya yang tidak dikonsumsi. Dengan menggunakan singkatan dapat kita tulis:

S = Y – C

Kalau persamaan di atas kita hubungkan dangan persamaan umum fungsi konsumsi, kita akan menemukan persamaan umum daripada fungsi tabungan.

S = Y – C

C = a + bY

Maka

S = Y – (a + bY)

= Y – a – Bay

S = (1 – b) Y – a

Contoh: Menemukan fungsi tabungan.

Diketahui: Fungsi konsumsi suatu masyarakat mempunyai persamaan:

C = 20 + 0,75 Y

Soal : Berdasarkan data di atas, hitung dan gambarkanlah fungsi tabungan pada masyarakat tersebut!

Jawab : Dengan menggunakan perumusan:

S = (1 – b) Y – a

S = (1 – 0,75) Y – 20

S = 0,25 Y – 20

Jika fungsi konsumsi mengenal marginal propensity to consume dan average propensity to consume, fungsi tabungan juga mengenal marginal propensity to save dan average propensity to save. Yang dimaksud dengan marginal propensity to save adalah perbandingan antara bertambahnya tabungan dengan bertambahnya pendapatan nasional yang mengakibatkan bertambahnya tabungan tersebut. Oleh karena itu perumusannya ialah:

MPS = ∆S / ∆Y

Sumber: Dinar & Hasan (2018, hlm. 142)

Untuk fungsi tabungan berbentuk garis lurus besarnya marginal propensity to save pada semua tingkat pendapatan nasional adalah sama.

Yang dimaksud dengan average propensity to consume adalah perbandingan antara besarnya besarnya tabungan pada suatu tingkat pendapatan nasional dengan besarnya pendapatan nasional bersangkutan. Jadi, formulanya adalah:

APSn = Sn / Yn

Sumber: Dinar & Hasan (2018, hlm. 142)

Referensi

  1. Dinar, M., Hasan, M. (2018). Pengantar ekonomi: teori dan aplikasi. Bekasi: Pustaka Taman Ilmu.
  2. Priyono., Chandra, T. (2016). Esensi ekonomi makro. Jakarta: Zifatama Publisher.
  3. Putranto, A.T., Nurmasari, I., Susanti, F. (2019). Pengantar ilmu ekonomi. Tangerang: Unpam Press.

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *