Daftar Isi ⇅
show
Teori perkembangan kognitif yang dicetuskan oleh Jean Piaget menjelaskan bagaimana anak beradaptasi dengan dan menginterpretasikan objek serta kejadian-kejadian di sekitarnya (Thahir, 2018, hlm. 18). Misalnya bagaimana anak mempelajari ciri-ciri dan fungsi dari objek-objek, seperti mainan, perabot, dan makanan, serta objek-objek sosial seperti diri sendiri, orang tua, dan teman.
Menurut Piaget, kemampuan atau perkembangan kognitif adalah hasil dari hubungan perkembangan otak dan sistem syaraf dan pengalaman-pengalaman yang membantu individu untuk beradaptasi dengan lingkungannya.
Asumsi dasar dari teori perkembangan kognitif adalah manusia secara genetik sama dan mempunyai pengalaman yang hampir sama, mereka dapat diharapkan untuk sungguh-sungguh memperlihatkan keseragaman dalam perkembangan kognitif mereka.
Perkembangan Kognitif Piaget
Berdasarkan hasil observasi dan penelitiannya terhadap anak-anak, Piaget berpendapat bahwa tingkatan perkembangan manusia pada dasarnya sama atau dapat digeneralisir. Empat tahap tingkatan perkembangan kognitif selama masa kanak-kanak hingga remaja yang diusulkan oleh Piaget adalah sebagai berikut.
- Sensori Motor (0-2 tahun)
Menunjuk pada konsep permanensi objek, yaitu kecakapan psikis untuk mengerti bahwa suatu objek masih tetap ada. Meskipun pada waktu itu tidak tampak oleh kita dan tidak bersangkutan dengan aktivitas pada waktu itu. Tetapi, pada stadium ini permanen objek belum sempurna; - Praoperasional (2-7 tahun)
Perkembangan kemampuan menggunakan simbol-simbol yang menggambarkan objek yang ada di sekitarnya. Berpikir masih egosentris dan berpusat; - Praoperasional Konkret (7-11 tahun)
Mampu berpikir logis. Mampu konkret memperhatikan lebih dari satu dimensi sekaligus dan juga dapat menghubungkan dimensi ini satu sama lain. Kurang egosentris, belum bisa berpikir abstrak. - Operasional Formal (11-dewasa)
Pada tahap ini, manusia mampu berpikir abstrak dan dapat menganalisis masalah secara ilmiah dan kemudian menyelesaikan masalah (Thahir, 2018, hlm. 19).
Keempat tahapan perkembangan kognitif Piaget memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Walau tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi urutannya selalu sama. Tidak ada ada tahapan yang diloncati dan tidak ada urutan yang mundur.
- Universal (tidak terkait budaya).
- Bisa digeneralisasi: representasi dan logika dari operasi yang ada dalam diri seseorang berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan.
Tahapan-tahapan perkembangan kognitif ini juga berupa keseluruhan yang terorganisasi secara logis. Urutan tahapan bersifat hirarkis yang artinya setiap tahapan mencakup elemen-elemen dari tahapan sebelumnya, tapi lebih terdiferensiasi dan terintegrasi. Tahapan perkembangan kognitif merepresentasikan perbedaan secara kualitatif dalam model berpikir, bukan hanya perbedaan kuantitatif. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah uraian dan penjelasan mendetail dari masing-masing tahap atau periode perkembangan kognitif Piaget.
1. Tahap Sensorimotor (0-2 tahun)
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode yang menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan, yakni sebagai berikut.
- Sub-tahapan skema refleks,
muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks. - Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer,
dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan. - Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder,
muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan. - Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder,
muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek). - Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier,
muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan. - Sub-tahapan awal representasi simbolik,
berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas (Thahir, 2018, hlm. 20-21).
2. Tahap Praoperasional
Tahapan prasoperasional dalam teori perkembangan Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek (Thahir, 2018, hlm. 21). Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul.
Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Hal tersebut karena egosentris berarti mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain.
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda. Dalam tahapan ini juga anak mulai mampu mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar, akan tetapi hal ini masih bersifat intuitif, bukan logis.
Di tahap praoperasional, anak masih kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.
3. Tahap Operasional konkret
Tahapan operasional konkret adalah tahapan ketiga dari empat tahapan perkembangan Piaget yang muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah sebagai berikut.
- Pengurutan
Kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil. - Klasifikasi
Kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan). - Decentering
Anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi. - Reversibility
Anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya. - Konservasi
Memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain. - Penghilangan sifat Egosentrisme
Kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain, bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah.
4. Tahap Operasional Formal
Tahap operasional formal bermula pada umur 11 atau 12 tahun di mana remaja tidak lagi terikat pada realitas fisik yang konkret dari apa yang ada, ia juga mulai mampu berhadapan dengan aspek-aspek yang hipotesis dan abstrak dari realitas (Ajhuri, 2019, hlm. 127). Misalnya aturan-aturan dari orang tua, status remaja dalam kelompok sebayanya, dan aturan-aturan yang diberlakukan padanya tidak lagi dipandang sebagai hal-hal yang tak mungkin berubah.
Karakteristik tahap operasional formal adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada “gradasi abu-abu” di antaranya.
Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkret.
Pada umumnya kemampuan-kemampuan berpikir yang baru ini memungkinkan individu untuk berpikir secara abstrak, hipotesis dan kontrafaktual, yang pada gilirannya kemudian memberikan peluang bagi individu untuk mengimajinasikan kemungkinan lain untuk segala hal. Imajinasi ini bisa terkait pada kondisi masyarakat, diri sendiri, aturan-aturan orang tua, atau apa yang akan dia lakukan dalam hidupnya. Singkatnya, segala sesuatu menjadi fokus dari kemampuan berpikir hipotesis, kontrafaktual, dan imajinatif remaja.
Struktur Tingkah Laku yang Terorganisir
Selain menjelaskan perkembangan kognitif anak hingga remaja, teori perkembangan kognitif PIaget juga menghasilkan beberapa konsepsi mengenai tingkah laku atau perilaku yang terorganisir. Menurutnya terdapat pola berupa struktur-struktur yang membentuk suatu tingkah laku menjadi terorganisir yang terbagi atas skema atau struktur kognitif, dan adaptasi atau struktur fungsionalnya. Berikut adalah pemaparannya.
Skema/Struktur Kognitif
Skema atau struktur kognitif adalah proses atau cara mengorganisir dan merespons berbagai pengalaman. Hal ini juga dapat diartikan bahwa kognisi individu memiliki suatu pola sistematis dari tindakan, perilaku, pikiran, dan strategi pemecahan masalah yang memberikan suatu kerangka pemikiran dalam menghadapi berbagai tantangan dan jenis situasi. Contohnya, gerakan refleks menghisap pada bayi, ada gerakan otot pada pipi dan bibir yang menimbulkan gerakan menghisap.
Adaptasi/Struktur Fungsional
Piaget menggunakan istilah ini untuk menunjukkan pentingnya pola hubungan individu dengan lingkungannya dalam proses perkembangan kognitif. Piaget yakin bahwa bayi manusia ketika dilahirkan telah dilengkapi dengan kebutuhan-kebutuhan dan juga kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Menurut Piaget, terdapat dua macam proses adaptasi, yaitu:
- Asimilasi,
yakni Integrasi antara elemen-elemen eksternal (dari luar) terhadap struktur yang sudah lengkap pada organism. Asimilasi terjadi ketika individu menggunakan informasi baru ke dalam pengetahuan mendalam yang sudah ada. Contohnya adalah seorang bayi yang menghisap puting susu ibunya atau dot botol susu, akan melakukan tindakan yang sama (menghisap) terhadap semua objek baru. - Akomodasi,
yakni menciptakan langkah baru atau memperbarui atau menggabung-gabungkan istilah lama untuk menghadapi tantangan baru. Akomodasi kognitif berarti mengubah struktur kognitif yang telah dimiliki sebelumnya untuk disesuaikan dengan objek stimulus eksternal. Contoh : bayi melakukan tindakan yang sama terhadap ibu jarinya, yaitu menghisap. Ini berarti bahwa bayi telah mengubah puting susu ibu menjadi ibu jari (Thahir, 2018, hlm. 25-26).
Referensi
- Ajhuri, K.F. (2019). Psikologi perkembangan pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Yogyakarta: Penebar Media Pustaka.
- Thahir, A. (2018). Psikologi perkembangan. Lampung: Aura Publishing.