Daftar Isi ⇅
show
Unsur-unsur budaya adalah berbagai konsep yang menyelubungi budaya secara umum. Unsur ini dibagi menjadi: wujud, unsur-unsur kebudayaan, dan prinsip holistik. Namun, jika yang Anda cari adalah unsur-unsur kebudayaan, maka unsur tersebut adalah satuan terkecil yang membentuk kebudayaan secara umum.
Unsur-unsur kebudayaan sering disebut unsur kultural universal yang terdiri dari: sistem peralatan hidup, mata pencaharian, religi, pengetahuan, organisasi sosial, kesenian, dan bahasa. Baik budaya maupun kebudayaan, keduanya akan dibahas secara komprehensif pada artikel ini.
Wujud Kebudayaan dalam Unsur-Unsur Budaya
Sebelum mempelajari wujud budaya dan teori pembentukannya, kita harus memiliki pegangan definisi dari budaya itu sendiri. Budaya adalah kesepakatan bersama suatu masyarakat mengenai suatu prinsip atau tata cara kehidupan secara umum yang tumbuh untuk diikuti, dipertahankan dan atau dikembangkan.
Namun demikian, sebetulnya kebudayaan tidak hanya dapat diartikan seperti itu. Bahkan A.L. Kroeber dan C. Kluckhohn berhasil mengumpulkan 160 definisi budaya dalam buku yang mereka tulis.
Sementara itu, Koentjaraningrat (2015) salah satu tokoh antropologi Indonesia mendefinisikan kebudayaan sebagai ”keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan bermasyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.”
Dalam definisi tersebut, kebudayaan bermakna sangat luas dan beragam, sehingga lebih mewakili definisi umum dari kebudayaan. Penjelasan lengkap mengenai pengertian budaya dan kebudayaan dapat dibaca pada artikel di bawah ini.
Sementara itu, wujud dari kebudayaan sendiri terdiri dari beberapa sistem yang membentuknya. Seperti diutarakan oleh Koentjaraningrat (2015, hlm.186) yang membagi kebudayaan dalam tiga wujud, yaitu: 1) ideas (sistem ide); 2) activities (sistem aktivitas); 3) artifacts (sistem artifak). Berikut adalah penjabaran dari masing-masing wujud kebudayaan.
1. Sistem Ide
Wujud kebudayaan sebagai sistem bersifat abstrak dan tidak dapat dilihat atau diraba dan hanya terasa dan tersimpan dalam pikiran individu dan kelompok penganut kebudayaan tersebut. Bentuknya dalam kehidupan sehari-hari mewujud pada adat istiadat, norma, agama, hukum dan undang-undang.
Contohnya nyatanya sebetulnya sudah cukup jelas dari contoh bentuk yang telah diuraikan. Misalnya norma sosial yang tidak ditetapkan namun sepakat diikuti oleh masyarakat agar menjaga kehidupan sosial. Terdapat pula aturan tertulis yang ditetapkan oleh pemimpin sebagai payung perlindungan hukum bagi masyarakatnya.
2. Sistem Aktivitas
Seperti namanya, wujud kebudayaan ini merupakan kegiatan atau aktivitas sosial yang memiliki pola tertentu dari individu dalam suatu masyarakat. Sistem ini dapat terjadi melalui interaksi antar manusia yang berinteraksi dengan sesamanya. Berbeda dengan wujud ide, wujud aktivitas dapat dilihat dan dirasakan langsung kehadirannya.
Contohnya adalah upacara perkawinan adat tertentu, kegiatan kampanye untuk mendukung calon pemimpin, dsb. Setiap upacara adat tertentu pasti memiliki suatu aktivitas yang kontinu (secara turun-temurun sama). Partai tertentu juga memiliki kegiatan dengan pola, visi dan misi yang sama dan dijaga pula konsistensinya.
3. Sistem Artifak
Artifak adalah wujud yang paling konkret dari kebudayaan. Berbentuk benda fisik yang bisa dilihat, diraba dan dirasakan langsung oleh pancaindra. Misalnya, wayang golek dari Jawa, dan kain ulos dari Batak.
Benda-benda tersebut merupakan perwujudan dari ide hingga aktivitas individu dari suatu masyarakat. Terkadang beberapa wujud aktivitas membutuhkan artifak khusus, begitu pula sebaliknya. Tidak hanya adat-istiadat, kegiatan kampanye juga biasanya dapat diiringi oleh lambang-lambang partai pada bendera, kaus, dan atribut lainnya.
Unsur Unsur Kebudayaan
Sampailah kita pada unsur-unsur kebudayaan, yakni satuan terkecil namun dapat berupa unsur besar yang membentuk suatu kebudayaan. Koentjaraningrat (2015, hlm.2) berpendapat bahwa terdapat tujuh unsur kebudayaan, yaitu:
1. Sistem Bahasa
Bahasa adalah sarana berkomunikasi manusia yang sangat dibutuhkan dalam berbudaya. Bahkan, Koentjaraningrat (2015) berpendapat bahwa bahasa atau sistem perlambangan manusia baik secara tertulis maupun lisan yang digunakan adalah salah satu ciri terpenting dari suatu kebudayaan suku bangsa.
Masih senada, Keesing berpendapat bahwa kemampuan manusia dalam membangun tradisi budaya dan mewariskannya ke generasi penerusnya sangatlah bergantung pada bahasa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bahasa memiliki andil yang sangat signifikan dalam menjadi salah satu unsur unsur budaya dari kebudayaan manusia.
2. Sistem Pendidikan
Sejatinya kebudayaan adalah pengetahuan yang diikuti oleh masyarakat penganutnya. Sehingga sistem pengetahuan dalam konteks kultural universal sangatlah dibutuhkan. Misalnya, bagaimana sistem peralatan hidup hingga sistem kalender pertaian tradisional yang disebut sistem pranatamangsa telah digunakan sejak dahulu oleh nenek moyang kita untuk menjalankan pertaniannya.
Menurut Marsono, sistem pranatamangsa tersebut telah digunakan oleh masyarakat Jawa lebih dari 2000 tahun yang lalu. Sistem tersebut digunakan untuk menentukan kaitan tingkat curah hujan dengan kemarau, sehingga petani akan mengetahui kapan saat yang tepat untuk mengolah tanah, saat menanam dan masa panen yang baik.
Menurut Koentjaraningrat, sistem pengetahuan pada awalnya belum menjadi pokok pembahasan dari penelitian antropologi (studi budaya), karena para Ahli berasumsi bahwa suatu kebudayaan di luar bangsa Eropa tidak mungkin memiliki sistem pendidikan yang lebih maju. Namun, asumsi tersebut terpatahkan secara lambat laun, karena tidak ada suatu masyarakat yang sanggup berbudaya atau bahkan bertahan hidup jika tidak memiliki sistem pengetahuan yang diwariskan kepada penerusnya.
3. Sistem Kekerabatan dan Organisasi Sosial
Unsur budaya berupa sistem ini merupakan usaha antropologi untuk memahami bagaimana manusia membentuk masyarakat melalui kelompok sosial. Menurut Koentjaraningrat, setiap kelompok masyarakat kehidupannya diatur oleh aturan-aturan dan adat istiadat dari kesatuan yang ada di lingkungan sehari-hari masyarakat tersebut.
Satuan terkecil dari kelompok yang menghasilkan aturan dan adat tersebut adalah keluarga inti. Kemudian, kesatuan lain yang lebih besar dapat berupa letak geografis, suku, hingga kerajaan ataupun kebangsaan.
Sistem kekerabatan dan organisasi sosial dapat dilihat melalui beberapa cara mereka melakukan: jenis perkawinan, prinsip menentukan pasangan (mencari jodoh), adat menetap, dan jenis keluarga. Berikut adalah pemaparan sistem kekerabatan dan organisasi sosial sebagai salah satu unsur dari unsur unsur budaya.
a. Jenis perkawinan
Perkawinan dapat memiliki beberapa jenis. Jenis yang dimaksud adalah bagaimana hubungan perkawinan itu terjalin, apakah hanya menikah dengan satu orang (monogami) atau dengan beberapa pasangan? berikut pemaparan jenis-jenis perkawinan menurut Marvin Harris.
- Monogami, menikah dengan satu pasangan/orang saja.
- Poligami, menikah dengan beberapa orang.
- Poliandri, seorang perempuan yang menikahi lebih dari satu pria.
- Poligini, seorang pria yang menikah lebih dari satu perempuan.
- Perkawinan kelompok, jenis perkawinan yang memperbolehkan pria melakukan hubungan intim dengan beberapa wanita satu sama lain.
- Levirat, perkawinan antar janda dengan saudara laki-laki dari suaminya yang telah meninggal.
- Sororat, perkawinan antarseorang duda dengan saudara perempuan istrinya yang telah meninggal.
b. Prinsip Jodoh Ideal
Selain jenisnya, perkawinan juga dapat memiliki prinsip jodoh ideal yang ditetapkan oleh suatu budaya. Berikut adalah beberapa prinsip jodoh ideal yang diketahui.
- Prinsip Endogami, prinsip yang memilih jodoh atau calon pasangan perkawinan dari kerabatnya sendiri. Misalnya masyarakat Jawa Kuno biasanya cenderung memilih pasangan dari sepupu jauh untuk menjaga kemurnian kebangsawanan atau kasta pada masyarakat Bali.
- Prinsip Eksogami, merupakan prinsip yang memilih calon pasangan yang berasal dari luar kerabat atau klan. Masyarakat Batak menerapkan prinsip ini dengan memilih marga lain yang disebut dengan konsep dalihan na tolu.
c. Adat Menetap
Setelah perkawinan berlangsung tempat menetap atau tinggal juga menjadi bahasan unsur kekerabatan. Koentjaraningrat mengatakan bahwa terdapat tujuh macam adat menetap setelah menikah, di antaranya adalah sebagai berikut.
- Utrolokal, kebiasaan menetap di sekitar kerabat suami atau istri.
- Virilokal, adat yang menetapkan pengantin harus menetap di sekitar kediaman kerabat suami.
- Uxorilokal, adat yang menetapkan pengantin menetap di sekitar kediaman kerabat istri.
- Biolokal, adat yang menetapkan pengantin harus menetap di sekitar kediaman kerabat suami dan istri secara bergantian.
- Avunlokal, adat yang menetapkan pengantin untuk tinggal di sekitar tempat kediaman saudara laki-laki dari suami ibu.
- Natolokal, adat yang menetapkan pengantin untuk tinggal terpisah dan suami tinggal di rumah kerabatnya.
- Neolokal, adat yang menetapkan pengantin untuk tinggal di kediaman baru yang tidak dekat dengan kedua kerabat pengantin (suami ataupun istri).
d. Jenis Keluarga: Keluarga Batih (Inti), Konjugal, dan Keluarga Luas
Melalui perkawinan terbentuk keluarga batih, yaitu keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Keluarga batih/keluarga inti atau nuclear family adalah kelompok terkecil dari masyarakat yang didasarkan atas hubungan darah dari anggotanya. Berikut ini adalah beberapa jenis keluarga:
- Keluarga batih (inti), terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anaknya.
- Keluarga konjugal, keluarga inti (ayah, ibu, dan anak) yang terdapat interaksi dengan kerabat salah satu atau dua pihak orang tua ayah dan ibu dari keluarga inti.
- Keluarga luas, meliputi hubungan antara paman, bibi, kakek, keluarga kakek, dsb.
4. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi
Sistem peralatan dan teknologi adalah salah satu unsur kebudayaan yang menadi perhatian awal dari para antropolog dalam memahami kebudayaan manusia. Rasanya jelas alasannya, karena peralatan hidup dan teknologi yang mereka gunakan akan banyak memberikan informasi mengenai kehidupan sehari-hari dari masyarakat.
Koentjaraningrat mengatakan bahwa masyarakat tradisional terdapat delapan macam sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik yang digunakan oleh masyarakat dalam budayanya. Berikut adalah beberapa sistem peralatan tersebut.
a. Alat-alat produktif
Alat produktif adalah alat untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang menghasilkan sesuatu yang memiliki nilai guna bagi individu atau masyarakat dan budaya secara umumnya. Dapat sesederhana batu untuk menumbuk padi, atau alat kompleks untuk menenun kain.
b. Senjata
Sebagai alat produktif, senjata digunakan untuk berburu binatang atau menangkap ikan. Namun, alat ini juga digunakan untuk melindungi diri dari binatang buas hingga berperang.
c. Wadah
Yakni alat untuk menyimpan, memuat, dan menimbun barang. Awalnya wadah tampak sepele bagi masyarakat, namun seiring dengan meningkatnya aktivitas ekonomi, wadah menjadi kebutuhan primer dan terus dikembangkan. Misalnya, salah satu wadah yang paling besar dan permanen adalah lumbung padi.
d. Alat Menyalakan Api
Api merupakan unsur penting dalam kehidupan masyarakat. Sehingga cara menyalakannya menuntut sistem dan teknologi yang lebih maju. Pada zaman prasejarah, manusia membuat api dengan cara menggesek-gesek dua buah batu. Cara tersebut terus berkembang menjadi menggesekkan kayu kering di atas dedaunan kering, minyak hingga penggunaan gas.
e. Kuliner (Makanan, Minuman, Jamu-jamuan, dsb)
Sistem pengetahuan cara memasak setiap kelompok masyarakat berbeda-beda. Dalam antropologi, jenis dan bahan makanan tertentu dapat memberikan arti dan simbol khusus bagi masyarakatnya, atau dikaitkan dengan keagamaan tertentu.
Misalnya, babi diyakini haram oleh kaum muslim, sehingga umat Islam tidak akan memiliki tata cara memasak babi. Sebaliknya, di Papua babi justru menjadi simbol makanan penting dan biasa dijadikan mahar dalam pesta pernikahan.
f. Pakaian dan Tempat Perhiasan
Pembahasan fungsi pakaian sebagai alat produktif dalam studi antropologi termuat pada “bagaimana teknik pembuatan dan cara menghias pakaian dan tempat perhiasan?”. Suatu masyarakat biasanya selalu memiliki tradisi atau adat istiadat dalam pembuatan pakaian adat.
Sehingga setiap negara atau bahkan suku bangsa memiliki ciri khas pakaian kebesarannya sendiri. Pakaian ini juga dapat berfungsi sebagai simbol-simbol budaya tertentu yang merepresentasikan adat istiadat, norma dan nilai-nilai suku bangsa tersebut.
g. Tempat Berlindung dan Perumahan
Seperti pakaian, setiap suku bangsa dan negara cenderung memiliki rumah khas yang berbeda dengan kebudayaan lain. Manusia juga cenderung membangun rumah yang disesuaikan dengan kebutuhan dan letak geografis yang ditempatinya.
Masyarakat Jawa membangun rumah dengan jendela yang besar karena suhu udara tropis yang lembab. Sementara masyarakat eskimo justru memanfaatkan bongkahan es yang tersedia di sekitarnya karena bahan yang terbatas dan ternyata cara itu berhasil menghindarkan mereka dari kedinginan.
h. Alat-Alat Transportasi
Manusia selalu memiliki kebutuhan untuk berpindah dan bergerak dari titik 1 ke titik 2. Kebutuhan mobilitas tersebut semakin tinggi hingga dibutuhkan alat transportasi yang bukan hanya untuk memindahkan manusia saja, namun untuk memindahkan barang-barang hasil dari perekonomian yang semakin maju.
Beberapa contoh dari alat transportasi adalah sesederhana sepatu, binatang yang dilatih, alat seret, kereta beroda, rakit dan perahu. Kini, manusia sudah memanfaatkan alat transportasi yang lebih canggih seperti kereta api, kapal laut, mobil, hingga kapal terbang.
5. Sistem Ekonomi/Mata Pencaharian Hidup
Sistem ini menjadi fokus kajian penting dari etnografi. Bagaimana masyarakat mencari mata pencaharian atau bagaimana sistem perekonomian mereka dapat mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakatnya. Sistem ekonomi pada masyarakat tradisional meliputi: 1) berburu dan meramu; 2) beternak; 3) bercocok tanam di ladang; 4) menangkap ikan; 5) bercocok tanam, menetap dengan sistem irigasi.
Namun setelah terpengaruh oleh arus modernisasi dengan patokan utama berkembangnya sistem industri, pola hidup manusia berubah dan tidak hanya mengandalkan mata pencaharian tradisional. Di dalam masyarakat modern, individu masyarakat lebih banyak mengandalkan pendidikan dan keterampilannya dalam mencari pekerjaan untuk mendapatkan upah.
6. Sistem Religi
Koentjaraningrat menyatakan bahwa asal mula permasalahan fungsi religi dalam masyarakat adalah dua pertanyaan berikut: 1) mengapa manusia percaya kepada adanya suatu kekuatan gaib atau supranatural yang dianggap lebih tinggi daripada manusia?, 2) Mengapa manusia melakukan berbagai cara untuk berkomunikasi dan mencari hubungan-hubungan dengan kekuatan-kekuatan supranatural tersebut?
Usaha menjawab kedua pertanyaan tersebutlah yang menjadi penyebab lahirnya sistem religi. Selain itu, pendekatan antropologi dalam memahami unsur sistem religi tidak dapat dipisahkan dari religious emotion atau emosi keagamaan.
Emosi keagamaan adalah perasaan dalam diri manusia yang mendorongnya untuk melakukan tindakan-tindakan yang bersifat religius. Emosi keagamaan ini pula yang memunculkan konsep benda-benda sakral dalam kehidupan manusia.
Dalam sistem religi terdapat tiga unsur yang harus dipahami selain emosi keagamaan, yaitu: 1) sistem keyakinan, 2) sistem upacara keagamaan, dan 3) umat yang menganut religi itu.
Sistem religi juga mencakup mengenai dongeng, legenda, atau cerita (teks) yang dianggap suci mengenai sejarah para dewa-dewa (mitologi). Cerita keagamaan tersebut terhimpun dalam buku-buku yang dianggap sebagai kesusastraan suci. Selain teks keagamaan, unsur lain yang menjadi bagian dari sistem religi adalah sebagai berikut.
- Tempat dilakukannya upacara keagamaan, seperti candi, pura, kuil, surau, masjid, gereja, wihara atau tempat-tempat lain yang dianggap suci oleh umat beragama.
- Waktu dilakukannya upacara keagamaan, yaitu hari-hari yang dianggap keramat atau suci atau hari yang telah ditentukan untuk melaksanakan acara religi tersebut.
- Benda-benda dan alat-alat yang digunakan dalam upacara keagamaan, yaitu patung-patung, alat bunyi-bunyian, kalung sesajen, tasbih, rosario, dsb.
- Orang yang memimpin suatu upacara keagamaan, yaitu orang yang dianggap memiliki kekuatan religi yang lebih tinggi dibandingkan anggota kelompok keagamaan lainnya. Misalnya, ustad, pastor, dan biksu. Dalam masyarakat yang tingkat religinya masih relatif sederhana pemimpin keagamaan adalah dukun, saman atau tetua adat.
7. Kesenian
Perhatian antropologi terhadap seni bermula dari penelitian etnografi mengenai aktivitas kesenian suatu masyarakat tradisional. Data yang dikumpulkan berupa deskripsi mengenai benda-benda atau artifak yang memuat unsur seni seperti: patung, ukiran, dan hiasan. Awalnya, teknis pembuatan adalah hal yang paling diperhatikan.
Namun seiring perkembangan ilmu pengetahuan, penelitian mendalam mengenai teks, simbol dan kepercayaan yang menyelubungi seni dalam berbagai wujudnya mulai dari seni rupa, tari, drama, dikaji dan diteliti pula.
Prinsip Holistik dalam Memahami Unsur Unsur Budaya (Kultural Universal)
Pengertian holistik adalah memahami keterkaitan antara satu unsur dengan unsur yang lain dalam sebuah kesatuan kebudayaan. Untuk menyusun etnografi berdasarkan atas unsur-unsur budaya tersebut maka harus dicari salah satu unsur yang berkaitan dan saling melengkapi unsur yang lain dalam kebudayaan.
Misalnya, suatu unsur pengetahuan yang berkembang di dalam masyarakat Jawa akan berhubungan dengan sistem mata pencaharian seperti pertanian karena adanya sistem pranatamangsa di dalam masyarakat Jawa.
Selanjutnya, teknologi berkaitan dengan sistem pengetahuan manusia karena suatu hasil karya teknologi berdampak pada semakin majunya sistem pengetahuan masyarakat. Selain itu, teknologi juga berpengaruh pada sistem kekerabatan dan organisasi sosial suatu masyarakat karena adanya pergeseran norma dan nilai sosial sebagai dampak penerapan suatu teknologi baru.
Referensi
- Koentjaraningrat. (2015). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.