Compliance adalah suatu bentuk pengaruh sosial yang meliputi permintaan langsung dari seseorang kepada orang lain (Baron & Byrne dalam Mulyadi dkk, 2016, hlm. 6). Dalam Bahasa Indonesia, compliance dapat diterjemahkan sebagai kepatuhan atau kesepakatan. Namun demikian compliance yang dimaksud dalam psikologi sosial lebih ke arah penelitian mengapa kesepakatan dapat terjadi pada setiap individu, bukan seperti kepatuhan pada tax compliance. Sementara itu studi mengenai kepatuhan dalam psikologi sosial disebut sebagai obidience.

Belum banyak penelitian mengenai compliance di Indonesia. Salah satu riset mengenai kesepakatan, terutama berkaitan dengan ingratiation memperlihatkan perbedaan mengenai taraf ingratiation terhadap atasan oleh karyawan pria dan wanita di mana karyawan wanita lebih memiliki keluwesan dalam melakukan ingratiation terutama yang berkaitan dengan kesepakatan kerja (Hutahaean, 2005).

Sementara itu beberapa penelitian dari luar negeri justru memperlihatkan keterkaitan antara kesepakatan dengan hal-hal menarik seperti yang dijabarkan di bawah ini.

  1. Kesepakatan dalam hal keamanan kerja dan kesehatan lebih tinggi pada perawat pria dibandingkan pada perawat wanita. Hasil penelitian ini juga memperlihatkan bahwa mood dapat memengaruhi dilakukannya kesepakatan (Clark, 2006 dalam Mulyadi dkk, 2016, hlm. 9).
  2. Kesepakatan dan komitmen dalam usaha perbaikan kesehatan mental sangat membantu pasien yang memunculkan gejala depresi (Conklin, 2009 dalam Mulyadi dkk, 2016, hlm. 10).

Dalam psikologi sosial, compliance merupakan salah satu pengaruh sosial yang dapat terjadi ketika seseorang patuh atau conform (memiliki daya konformitas) hingga mampu mengubah keyakinan, sikap, dan perilakunya agar sesuai dengan lingkungan sosial yang dalam konteks compliance ini adalah kesepakatan yang terjadi.

Pelaku Compliance

Pelaku compliance adalah semua individu yang terlibat dalam suatu permintaan dan penawaran yang terjadi dalam sebuah compliance. Seorang individu dapat disebut sebagai pelaku compliance apabila mampu membuat orang lain yang menjadi targetnya berkata iya (comply) dan menjadi patuh atas kesepakatan yang ditawarkan. Para pelaku kesepakatan itu antara lain meliputi:

  1. penjual barang,
  2. orang-orang di bidang periklanan,
  3. pelobi politik,
  4. pencari dana,
  5. politisi,
  6. oknum penipu,
  7. negosiator profesional, dll (Mulyadi dkk, 2016, hlm. 7).

Prinsip-Prinsip Dasar Compliance

Bagaimana seseorang dapat menyepakati atau patuh pada suatu compliance yang terjadi? Tentunya terdapat beberapa asas atau prinsip yang mampu menyetir individu terlibat dalam pengaruh sosial complience. Menurut Brown (dalam Mulyadi, 2016, hlm. 7-8) beberapa hal yang menjadi prinsip-prinsip dasar compliance adalah sebagai berikut.

  1. Pertemanan dan rasa suka
    Pada umumnya, individu akan lebih bersedia memenuhi permintaan dari teman atau orang-orang yang disukai daripada permintaan orang asing atau orang-orang yang tidak disukai.
  2. Komitmen dan konsistensi
    Komitmen akan menyebabkan individu lebih bersedia untuk memenuhi permintaan mengenai tingkah laku yang konsisten dengan posisi atau tindakan tersebut daripada permintaan yang tidak konsisten dengan posisi atau tindakan tersebut.
  3. Kelangkaan
    Pada umumnya individu menghargai dan berusaha untuk mempertahankan hasil atau objek yang langka atau yang ketersediaanya terus berkurang. Sebagai akibatnya, akan lebih memungkinkan bagi individu untuk memenuhi permintaan yang berpusat pada kelangkaan daripada terhadap permintaan yang sama sekali tidak terkait dengan isu tersebut.
  4. Timbal balik atau resiprositas
    Pada umumnya, individu lebih bersedia dalam memenuhi permintaan dari orang yang sebelumnya telah memberikan bantuan atau kemudahan bagi dirinya daripada menuruti seseorang yang tidak berbuat baik kepadanya. Dengan kata lain, individu merasa harus membayar apa yang telah dilakukan oleh orang lain kepada dirinya.
  5. Validasi sosial
    Individu pada umumnya lebih bersedia dalam memenuhi permintaan untuk melakukan beberapa tindakan jika tindakan tersebut konsisten dengan apa yang dia percaya dilakukan atau dipikirkan oleh orang lain yang mirip dengannya. Individu ingin menjadi benar, dan salah satu caranya adalah dengan berpikir dan bertindak seperti orang lain.
  6. Kekuasaan
    Pada umumnya, individu lebih bersedia untuk memenuhi permintaan dari seseorang yang memiliki kekuasaan sah atau seseorang yang tampaknya memiliki kekuasaan semacam itu.

Teknik untuk Mendapatkan Compliance

Kesepakatan merupakan pengaruh sosial positif yang diharapkan oleh banyak pihak, karena kebanyakan compliance atau kesepakatan ini akan menguntungkan semua pihak yang dilibatkan. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui berbagai cara, langkah dan teknik untuk mencapai kesepakatan. Menurut Brown (dalam Mulyadi dkk, 2016, hlm. 8-9) terdapat beberapa teknik dalam mendapatkan kesepakatan oleh individu yang di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Teknik ingratiation
    Yakni suatu teknik untuk memperoleh kesepakatan di mana pemohon pertama mengusahakan agar target menyukai mereka, kemudian berusaha untuk mengubah tingkah laku sesuai dengan yang diinginkan.
  2. Teknik foot-in-the-door
    Suatu teknik untuk memperoleh kesepakatan di mana pemohon memulai dengan permintaan yang kecil dan kemudian ketika permintaan ini disetujui meningkat ke permintaan yang lebih besar yang memang sudah diinginkan sejak awal.
  3. Teknik lowball
    Suatu teknik untuk memperoleh kesepakatan di mana suatu penawaran atau persetujuan diubah (menjadi lebih tidak menarik) setelah orang yang menjadi target menerimanya.
  4. Teknik door-in-the-face
    Suatu teknik untuk memperoleh kesepakatan di mana pemohon memulai dengan permintaan yang lebih besar dan kemudian ketika permintaan ini ditolak mundur ke permintaan yang lebih kecil (yang memang mereka inginkan sejak awal).
  5. Teknik that’s-not-all
    Suatu teknik untuk memperoleh kesepakatan di mana pemohon menawarkan keuntungan tambahan kepada orang-orang yang menjadi target, sebelum mereka memutuskan apakah mereka hendak menuruti atau menolak permintaan spesifik yang diajukan.
  6. Teknik jual mahal
    Suatu teknik untuk memperoleh kesepakatan dengan memberikan kesan bahwa seseorang atau objek adalah langka dan sulit diperoleh.
  7. Teknik deadline
    Suatu teknik untuk memperoleh kesepakatan di mana orang yang menjadi target diberitahu bahwa mereka memiliki waktu yang terbatas untuk mengambil keuntungan dari beberapa tawaran atau untuk memperoleh suatu barang.
  8. Teknik pique
    Suatu teknik untuk memperoleh kesepakatan di mana minat orang yang menjadi target distimulasi oleh permintaan yang tidak umum. Sebagai akibatnya, mereka tidak menolak secara otomatis seperti yang sering terjadi.

Referensi

  1. Mulyadi, S., Rahardjo, W., Asmarany, A.I, Pranandari, K.(2016). Psikologi sosial. Jakarta: Penerbit Gunadarma.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *