Etika komunikasi merupakan suatu konsekuensi bagi segala hal yang dilakukan atau dipraktikan bagi semua ilmu, studi, praktik, maupun seni apa pun, termasuk komunikasi. Baik buruk suatu tindakan adalah ha pokok yang harus disertakan dalam pembahasan semua ilmu, meskipun menurut pengetahuan yang dianggap ilmiah ilmu ini bersifat bebas nilai. Oleh karena itu, etika komunikasi adalah persoalan penting yang harus disoroti dalam mempelajari maupun mempraktikan teori ekonomi. Berikut adalah literasi atau beberapa uraian mengenai etika komunikasi.

Pengertian Etika Komunikasi

Etika komunikasi amatlah dekat dengan filsafat, tepatnya filsafat komunikasi yang salah satu pembahasannya adalah mengenai aksiologi (nilai) dari sebuah ilmu. Oleh karena itu, pelanggaran etika merupakan pelanggaran terhadap kebenaran logika pula. Etika sendiri merupakan salah satu bidang nilai (aksiologi) dalam filsafat. Bersama dengan logika dan estetika, etika melengkapi aspek penilaian. Apabila logika berbicara mengenai nilai kebenaran, estetika nilai keindahan, maka etika berbicara mengenai nilai kebenaran (Effendi, dalam Yusuf, 2021, hlm. 91).

Secara etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu “ethos” yang artinya “karakter”, “sifat”, atau “disposition” yang maksudnya adalah bagaimana seseorang diminta harus berbuat (Yusuf, 2021, hlm. 92). Ada pula yang mengatakan bahwa “ethos” berarti watak kesusilaan dan adat kebiasaan (custom). Pada intinya, etika berkait dengan nilai perbuatan seseorang. Dapat disimpulkan bahwa secara etimologi, etika berkaitan dengan penilaian baik-buruk dan bagaimana seharusnya yang harus dilakukan.

Sementara itu Fran Magnis (dalam Yusuf, 2021, hlm. 92) mendefinisikan etika sebagai penyelidikan filsafat tentang bidang mengenai kewajiban-kewajiban manusia serta tentang yang baik dan buruk. Oleh karena itu etika didefinisikan sebagai filsafat moral. Jelasnya, etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan bagaimana manusia harus bertindak (Effendi, dalam Yusuf, 2021, hlm. 93).

Pengertian tersebut mencakup berbagai unsur kepribadian yang meliputi sikap, opini, dan perilaku atau perbuatan. Suatu perbuatan dapat disebut baik atau buruk juga amat terkait dengan kondisi pelakunya. Dapat disebut buruk ketika pelakunya sadar. Disebut sadar karena itu dapat diamati. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa etika komunikasi adalah penilaian baik-buruk dan bagaimana seharusnya komunikasi dilakukan oleh seseorang.

Terdapat banyak etika komunikasi yang telah didefinisikan, atau terdefinisikan sendiri secara kolektif oleh masyarakat, dan setiap kode etik yang dihasilkan terkait pada suatu konteks seperti kebidangan, budaya, maupun konteks komunikasi lainnya. Beberapa etika komunikasi berdasarkan berbagai konteksnya tersebut di antaranya adalah sebagai berikut.

Etika Komunikasi Massa

Menurut Shoemaker (dalam Yusuf, 2021, hlm. 93) Dalam komunikasi massa terdapat beberapa etika yang harus diperhatikan yang di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Tanggung Jawab
    Media massa harus bertanggung jawab di hadapan Tuhan yang Maha Esa, masyarakat, profesi, dan dirinya sendiri atas apa yang disiarkannya.
  2. Kebebasan Pers
    Media massa memiliki tanggung jawab, namun juga memiliki kebebasan, atau dalam kata lain kebebasan yang bertanggung jawab.
  3. Masalah Etis
    Seorang jurnalis harus bebas dari berbagai kepentingan, baik itu kepentingan pribadi, kelompok, maupun institusi media di mana dia bekerja. Di Indonesia, wartawan sudah memiliki kode etik wartawan Indonesia (KEWI) dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ). (silahkan download dan diskusikan).
  4. Ketepatan dan Objektivitas
    Dalam penulisan berita, wartawan harus akurat, cermat dan berusaha menghindari kesalahan.
  5. Tindakan Adil untuk Semua Orang
    Media harus berkuasa atas dirinya sendiri. Tidak boleh ada campur tangan pihak yang mengintervensi pemberitaan.

Etika Jurnalisme

Bill Kovac dan Tom Rosentiel (dalam Yusuf, 2021, hlm. 94) mengungkapkan bahwa tugas utama dari jurnalis adalah menyampaikan kebenaran (the truth). Di ranah jurnalisme, kebenaran adalah fakta-fakta empiris yang didukung bukti-bukti yang menyakinkan dan telah diverifikasi. Upaya mencari kebenaran tersebut haruslah dilakukan dengan perangkat analisis, logika dan pengetahuan (Nasution, dalam Yusuf, 2021, hlm. 94).

Khalayak pendengar, pembaca, pemirsa pada umumnya berpikir bahwa apa yang disampaikan oleh media itu benar dan bukan hoax. Namun kebenaran yang ada pada jurnalisme adalah kebenaran faktual. Hal ini untuk membatasi adanya kebenaran mutlak yang hanya milik Allah Swt, Sang Penguasa Alam Semesta.

Banyak prinsip etika jurnalisme di dunia ini dan bahkan hampir setiap negara memiliki kode etik yang dijadikan rujukan oleh para jurnalisnya. Namun secara umum, menurut Zulkarimein Nasution (dalam Yusuf, 2021, hlm. 95) beberapa etika komunikasi jurnalisme di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Akurasi,
    didefinisikan sebagai suatu kondisi atau kualitas sebagaimana yang benar; tepat (correct); pasti (exact); persis (precision); dan kepastian (exactness).
  2. Independensi,
    atau tidak ada intevensi dari pihak lain.
  3. Objektivitas (disebut juga balanced),
    atau keberimbangan, misalnya liputan yang selalu cover both sides atau liputan dua sisi, bahkan cover all sides. Prinsip ini terkait dengan penghindatan subjektifitas wartawan.
  4. Balance,
    atau keberimbangan dalam porsi pemberitaan, misalnya dalam berita konflik.
  5. Fairness,
    atau peliputan yang transparan, terbuka, jujur dan adil. Prinsip ini terkait dengan pemberian kesempatan yang seimbang dan setara bagi berbagai pihak yang terkait, dalam menuliskan suatu berita.
  6. Imparsialitas,
    penekanan kembali akan ketidakberpihakan jurnalis dan media pada satu pihak dalam mencari, menulis dan menyiarkan berita.
  7. Menghormati privasi,
    seperti melindungi identitas yang tidak dikehendaki sumber.
  8. Akuntabilitas kepada publik,
    prinsip ini mengacu kepada hak khalayak sebagai salah satu unsur penting dalam proses komunikasi.

Etika Kehumasan (Public Relations)

Humas yang merupakan akronim dari Hubungan Masyarakat adalah salah satu bidang kajian ilmu komunikasi yang saat ini telah menjadi profesi. Secara keilmuan, komunikasi bukanlah hanya teori, melainkan juga suatu praktik dan keterampilan atau seni. Humas dapat mewakili ketiga hal tersebut. Dalam profesi kehumasan juga dikenal beberapa kode etik.

International Public Relation Association (IPRA) menyatakan kode etik humas, termasuk kode etik komunikasi humas yang kemudian diterima dalam konvensi-nya di Venice pada Mei 1961, isinya adalah sebagai berikut.

  1. Integritas pribadi dan profesional, reputasi yang sehat, ketaatan pada konstitusi dan kode IPRA
  2. Perilaku kepada klien dan karyawan: a) perlakuan yang adil terhadap klien dan karyawan; b) tidak mewakili kepentingan yang berselisih bersaing tanpa persetujuan; c) menjaga kepercayaan klien dan karyawan; d) tidak menerima upah, kecuali dari klien lain atau majikan lain; d) tidak menggunakan metode yang menghina klien atau majikan lain; e) menjaga kompensasi yang bergantung pada pencapaian suatu hasil tertentu.
  3. Perilaku terhadap publik dan media: a) memperhatikan kepentingan umum dan harga diri seseorang; b) tidak merusak integritas media komunikasi; c) tidak menyebarkan secara sengaja informasi yang palsu atau menyesatkan; d) memberikan gambaran yang dapat dipercaya mengenai organisasi yang dilayani; e) tidak menciptakan atau menggunakan pengorganisasian palsu untuk melayani kepentingan pribadi yang terbuka.
  4. Perilaku terhadap teman sejawat: a) tidak melukai secara senaga reputasi profesional atau praktek anggota lain; b) tidak berupaya mengganti anggota lain dengan kliennya; c) bekerja sama dengan anggota lain dalam menjunjung tinggi dan melaksanakan kode etik ini.

Referensi

  1. Yusuf, F.M. (2021). Buku ajar pengantar ilmu komunikasi. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Ilmu.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *