Fonologi merupakan cabang Linguistik (ilmu bahasa) yang mengkaji bunyi-bunyi bahasa, baik dari proses terbentuk, maupun perubahannya. Dalam ilmu bahasa, fonologi mengacu pada studi fonemik yang memperhatikan pembeda makna dari bunyi. Namun dalam ranah umum, fonologi merupakan ilmu yang dapat mempelajari dua sub-bidang, yakni fonemik (memperhatikan pembeda makna), dan fonetik (tidak mempedulikan pembeda makna).

Terkadang hal tersebut dapat menjadi agak membingungkan. Namun pada intinya fonologi pada studi kebahasaan mengacu pada fonemik, yakni studi bunyi yang memperhatikan perbedaan makna. Mengapa? karena fonetik tidak mempedulikan pembeda makna, sehingga lebih terkait dengan bidang ilmu lain seperti fisika dan ilmu kesehatan. Berikut adalah berbagai uraian mengenai fonologi secara umum, baik sebagai fonemik yang memperhatikan makna, maupun fonetik yang tidak memperhatikan makna.

Pengertian Fonologi

Secara etimologis kata fonologi berasal dari gabungan kata fon yang berarti “bunyi, dan logi yang berarti “pengetahuan”. Dengan demikian fonologi dapat diartikan sebagai pengetahuan atau ilmu mengenai bunyi. Namun bunyi yang dipelajari pada fonologi spesifik mengenai bunyi ujaran yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Seperti yang dikemukakan oleh Chaer (2015, hlm. 1) bahwa secara umum fonologi dapat diartikan sebagai bagian dari kajian linguistik yang mempelajari, membahas, membicarakan, dan menganalisis bunyi ujaran yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.

Chaer (2015, hlm. 5) juga menekankan bahwa dalam mempelajari fonologi, objek studinya adalah bunyi bahasa sebagai satuan terkecil dari ucapan bersama dengan “kombinasi” bunyi yang menghasilkan suku kata serta unsur suprasegmentalnya seperti tekanan, nada, hentian, dan durasi. Apa yang ditekankan di sini adalah fonologi sebagai ilmu yang mengkaji bahasa individu yang mengacu langsung pada sub-disiplin fonemik, misalnya fonologi Bahasa Indonesia. Hal ini karena fonemik merupakan sub-disiplin fonologi yang paling berkaitan langsung dengan bahasa, sementara fonologi dari sisi fonetiknya berkaitan erat pula dengan ilmu kesehatan dan fisika (bunyi tanpa makna).

Dapat disimpulkan bahwa fonologi adalah cabang linguistik yang menyelidiki, mempelajari, membahas, dan menganalisis bunyi ujaran yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang dapat meliputi sub-disiplin fonetik atau tidak memperhatikan perbedaan makna dari bunyi, maupun fonemik yang memperhatikan makna dari satuan terkecil bunyi ujaran bahasa hingga unsur-unsur suprasegmentalnya seperti tekanan, nada, hentian, dan durasi.

Pengertian Fonologi menurut Para Ahli

Untuk memastikan kesahihan pengertian atau definisi dari fonologi kita dapat membandingkan beberapa pendapat para ahli mengenai ilmu ini. Berikut adalah beberapa pengertian fonologi menurut para ahli.

Chaer

Menurut Chaer (2015, hlm. 102) fonologi adalah bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis, dan membicarakan runtutan bunyi-bunyi bahasa.

Muslich

Fonologi merupakan cabang linguistik yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya (Muslich, 2018, hlm.1).

Zaenal Arifin dkk

Arifin dkk (2017, hlm. 3) menjelaskan bahwa fonologi adalah bidang bahasa yang menganalsis bunyi bahasa secara umum.

Marsono

Fonologi atau fonemik (phonoloy/phonemics) merupakan cabang ilmu linguistik yang meneliti bunyi bahasa dengan melihat fungsi bunyi sebagai pembeda makna dalam suatu bahasa (Marsono, 2019, hlm.1).

Sejarah Fonologi

Sejarah fonologi dapat dilacak melalui riwayat pemakaian istilah fonem dari waktu ke waktu. Misalnya, bagaimana istilah fonem pertama kali diperkenalkan oleh Antoni Dufriche-Desgenette sebagai phoneme (bahasa Prancis) yang diartikan satuan bunyi untuk suatu bahasa teretentu atau bunyi universal. Ia menyampaikan usulannya mengenai istilah phoneme tersebut dalam acara Sidang Masyarakat Linguistik Paris pada 24 mei tahun 1873.

Sementara itu, Saussure dalam bukunya “ Memorie Sur Le Systeme Primitif Des Voyelles Dan Les Langues Indo-Europeennes” ‘memoir tentang sistem awal vokal bahasa – bahasa Indo eropa ‘ yang terbit pada tahun 1878, mendefinisikan fonem sebagai prototip unik dan hipotetik yang berasal dari bermacam bunyi dalam bahasa –bahasa anggotanya. Kelahiran fonem ini dikatikan dengan awal mula kemunculan fonologi yang merupakan payung utama dari fonem sebagai salah satu sub-disiplinnya.

Perkembangan fonologi juga dipelajari dari berbagai alirannya yang muncul dari masa ke masa. Uraian dan gambaran mengenai berbagai aliran fonologi dari masa ke masa tersebut adalah sebagai berikut.

Aliran Kazan

Aliran ini dipelopori oleh Mikolaj Kreszewski. Aliran Kazan mendefinisikan fonem sebagai satuan fonetis tak terbagi yang tidak sama dengan antropofonik yang merupakan kekhasan tiap individu. Tokoh utama aliran kazan adalah Baudoin de Courtenay (1895). Menurut Courtenay, bunyi-bunyi yang secara fonetis berlainan disebut alternan, yang berkerabat secara histiris dan etimologis. Dengan begitu, meskipun dilafalkan berbeda, bunyi-bunyi itu berasal dari satu bentuk yang sama.

Aliran Praha

Kelahiran fonologi tidak dapat dilepaskan dari “Proposition 22” atau Usulan 22 yang diajukan oleh R. Jakobson, S. Karczewski dan N. Trubetzkoy pada konggres Internasional I para linguisdi La Haye, april 1928. Trubetskoy adalah pelopor dari fonologi aliran Praha (Prague). Berbeda dengan aliran lain, Trubetskoy dan para pengikutnya tidak menganggap fonem sebagai unit analisis minimal, sebaliknya, aliran Praha mendefinisikan fonem sebagai kumpulan ciri pembeda (ciri khas/ciri distingtif).

Mengapa? Karena mereka beranggapan bahwa fonem merupakan sejumlah ciri fonis yang mampu membedakan bunyi bahasa tertentu dari yang lain, sebagai cara untuk membedakan makna kata (Jakobson, 1932). Dengan demikian, konsep fonem merupakan sejumlah ciri pembeda (ciri distingtif).

Aliran Amerika

Tokoh aliran Amerika adalah Edward Sapir (1925), yang merupakan seorang Enolog dan linguis ternama yang berfokus memeliti bahasa-bahasa Indian di Amerika. Menurutnya, sistem fonologi bersifat bersifat fungsional. Kiprah Sapir diteruskan oleh penerusnya dari Yale, Leonard Bloomfield, yang karyanya “Language” menjadikan dirinya bapak linguistik Amerika selama 25 tahun. Pada buku itu Bloomfield menjelaskan banyak hal tentang definisi–definisi mutakhir tentang fonem, istilah ciri pembeda, zona penyebaran fonem, kriteria dasar dalam menentukan oposisi fonologis, dll.

Selanjutnya pionir fonologi Amerika lainnya, W.F Twaddell pada 1935 menerbitkan monografi yang di dalamnya menegaskan bahwa satuan-satuan fonologis bersifat relasional. Dengan demikian pada aliran ini selain dianggap fungsional fonem juga bersifat relasional atau memiliki keterhubungan terhadap konteksnya.

Aliran Inggris

Daniel Jones adalah pelopor dari Aliran Fonetik Inggris. Sejak 1907 ia mengajar fonetik di University of London. Setelah itu ia kemudian lebih banyak menggelti praktik fonologi (fonemik) di Inggris. Kegiatannya di jurusan fonetik di University of college lebih difokuskan pada transkripsi fonetis dan pengajaran pelafalan Bahasa-bahasa dunia. Perhatiannya pada dua hal itu membuat dirinya memiliki konsep tersendiri tentang fonem. Pada 1919, dalam “ Colloquial Sinhalese Reader” yang diterbitkannya bersama H.S Parera, Jones memberikan definisi fonem yang berciri distribusional.

Terinspirasi oleh Baudoin de Courtenay, yang memakai fonem sebagai realitas psikofonetis, Jones menggambarkan fonem sebagai realitas mental. Maksudnya, dalam studi tentang sifat alamiah fonem, kita juga dapat menggunakan baik intuisi, rasa bahasa maupun cara-cara lain yang bersifat psikologis. Hal ini menunjukkan bahwa Jones lebih suka pada sifat fonem, alih-alih fungsinya. Dengan sudut pandang seperti itu sebenarnya Jones sudah memasuki daerah kerja fonologi, dalam analisisnya ia memasukkan data fonologi tertentu, namun dengan menyingkirkan sudut pandang fonologis.

Fonologi di Indonesia

Tentunya fonologi sebagai ilmu yang dapat mengkaji suatu bahasa tertentu juga dapat diterapkan pada bahasa Indonesia. Dengan demikian fonologi juga mengalami perkembangan di negeri ini. Perkembangan Fonologi di Indonesia pada sekitar tahun 1960-an sampai 1970-an menandai dimulainya kajian-kajian empiris tentang bahasa Indonesia maupun Bahasa-bahasa lain. Contoh karya-karya yang muncul antara lain adalah sebagai berikut.

  1. Artikel mengenai fonologi bahasa jawa dan sistem fonemena dan ejaan (1960) oleh samsuri. Ciri-ciri penelitian pada saat itu adalah dipengaruhi oleh gerakan deskriptivisme, menganut aliran neo Bloomfieldian dan bersifat behavioristik, ketat dalam metodologi dan bahasa lisan menjadi objek utama.
  2. Pada tahun 1970an masuk konsep fonem dan wawasan tentang unsur suprasegmental oleh amran halim, dan Hans Lapoliwa dengan fonologi generatifnya. Namun, untuk mengetahui perkembangan mutakhir linguistic Indonesia saat ini diperlukan survei lanjutan yang lebih mendalam.

Sub-Disiplin Fonologi

Berdasarkan kajian utamanya, kita data membagi fonologi menjadi dua sup-disiplin. Pertama, fonetik yang tidak mempedulikan perbedaan makna dari bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Kedua, fonemik yang justru lebih meneliti bagaimana bunyi dari alat ucap manusia dapat memanipulasi serta membedakan makna bunyi ujarannya.

Sebagai catatan, dalam studi kebahasaan tertentu yang spesifik seperti Bahasa Indonesia fonologi akan langsung mengacu pada fonemik karena dalam studi bahasa perbedaan makna dari bunyi ujaran adalah yang utama. Jadi Fonologi Bahasa Indonesia dapat pula dikatakan sebagai Fonemik Bahasa Indonesia. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah pemaparan mengenai fonetik dan fonemik.

Fonetik

Fonetik merupakan cabang linguistik yang mempelajari bunyi ujaran bahasa tanpa memperhatikan makna. Artinya fonetik meneliti bunyi bahasa tanpa melihat bahwa bunyi tersebut dapat membedakan arti atau tidak. Cakupan dafi fonetik meliputi:

  1. Fonetik organis/artikulatoris, yang mempelajar mekanisme alat ucap dapat menghasilkan bunyi dan klasifikasinya;
  2. Fonetik akustik, yang mempelajari bahasa sebagai peristiwa fisis (fisika);
  3. Fonetik auditoris, yang mengungkap mekanisme penerimaan bunyi-bunyi bahasa oleh telinga.

Dari ketiga disiplin fonetik di atas yang paling dianggap berkaitan dengan ilmu bahasa adalah fonetik artikulatoris. Pembahasan lengkap mengenai fonetik dapat disimak pada artikel di bawah ini.

Baca: Fonetik: Artikulatoris, Akustik, Auditoris, Alat Ucap & Bicara

Fonemik

Fonemik merupakan sup-disiplin fonologi yang mempelajari bunyi bahasa dengan memperhatikan jika bunyi-bunyi tersebut berfungsi sebagai pembeda maknanya. Fokus utama dari fonemik adalah satuan-satuan bahasanya yang meliputi fonem dan alofon. Selain itu fonemik juga mempelajari bagaimana makna dapat dibedakan melalui unsur suprasegmental seperti tekanan, nada, durasi, jeda, dsb. Pembahasan lengkap mengenai fonemik dapat di baca pada artikel di bawah ini.

Baca: Fonemik : Pengertian, Realisasi, Variasi & Suprasegmental

Referensi

  1. Arifin, Z., Sumarti, Rokhayati, R., Muzaki, A. (2017). Fonologi bahasa indonesia. Tangerang: Pustaka Mandiri.
  2. Chaer, Abdul. (2015). Linguistik umum. Jakarta: RinekaCipta.
  3. Marsono. (2019). Fonologi bahasa kndonesia jawa dan jawa kuna. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
  4. Muslich, Masnur. (2018). Fonologi bahasa indonesia. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Gabung ke Percakapan

1 Komentar

  1. syukronkatsiiron atas karya tulisnya , saya mohon izin untuk merujuk artikel bapak sebagai marooji

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *