Gerak dasar tari adalah tumpuan utama dari seni tari karena gerak adalah materi dasar dari tari dan pada hakikatnya setiap manusia dapat bergerak, sehingga dapat menari (Tim Kemdikbud, 2018, hlm. 121). Seni tari adalah salah satu karya seni tak benda karena tari tidak menggunakan sarana lain kecuali tubuh manusia itu sendiri yang menghasilkan gerak. Hal itu berbeda dengan jenis seni lain yang kebanyakan menghasilkan benda seni atau artifak. Meskipun hari ini, seni tari dapat menghasilkan artifak berupa dokumentasi rekaman video.

Namun demikian untuk dapat menari dengan baik, perlu dibangun pengetahuan dan rasa kinestetis (kinesthetic sense) pada tubuh dan semua bagian-bagiannya. Rasa kinestesis akan menyadarkan penari akan tubuhnya. Kesadaran tubuh atau body awareness adalah suatu kemampuan untuk memahami dan mengendalikan tubuh dan seluruh bagian tubuhnya.

Kita juga harus mampu mengenali berbagai gerakan unik yang membuat suatu gerak menarik atau indah ketika diperagakan. Mengapa? Karena gerak adalah hal dasar yang kita lakukan sehari-hari, namun ketika kita melakukan gerak tari, gerak itu harus menghasilkan sesuatu yang lebih dari gerak sehari-hari. Oleh karena itu, tanpa adanya keunikan, sulit untuk meragakan gerak tari yang berhasil. Berbagai gerak unik tari dapat kita perhatikan dan pelajar dari gerakan tari tradisi di seluruh Indonesia.

Selanjutnya, agar kita lebih memahami bagaimana cara menarik yang baik kita juga harus mengetahui berbagai konsep-konsep  ragam gerak dasar tari, teknik dan prosedur dalam tari tradisional. Berbagai konsep gerak tari tersebut akan di bahas pada pemaparan di bawah ini.

Konsep Gerak Tari

Gerak tari memiliki bentuk atau wujud yang beraneka ragam. Setiap tarian memiliki ciri khas atau keunikan geraknya masing-masing. Sehingga gerak tari sebetulnya tidak hanya terpaku pada gerak tari baku, melainkan dapat dikembangkan juga menjadi gerak tari kreasi. Meskipun tari tradisi adalah gerakan yang telah diturunkan dari masa ke masa, pada hakikatnya dahulu juga gerak tari tradisi dapat menjadi suatu gerak tari kreasi terlebih dahulu. Hal tersebut dapat dilihat pada adanya variasi-variasi berbeda namun dengan nuansa yang sama pada tari tradisi di suatu wilayah Indonesia yang berdekatan.

Konsep Gerak Dasar Tari Betawi

Contohnya, Tari Betawi dikelompokkan menjadi dua jenis tari yaitu bentuk tari Topeng dan tari Cokek. Ragam gerak dasar pada tari Betawi terdiri dari Gibang, selancar, rapat nindak, kewer, pakblang, goyang plastik dan gonjingan. Dari ragam gerak dasar tersebut dapat dikembangkan lagi menjadi gerak yang lebih ritmis dengan ruang gerak yang lebih luas.

tari betawi

Konsep Gerak Dasar Tari Bali

Di Bali, tari merupakan salah satu bagian dari kehidupan masyakatnya. Bahkan, hampir semua rutinitas upacara keagaman maupun upacara adat Bali, di dalamnya pasti memiliki unsur tari. Ragam gerak dasar tari Bali terdiri dari: ngumbang, agem, angsel, piles dan ngeseh. Gerakkan tari Bali sangat dimanis dengan ciri khas yang paling kuat terdapat gerakan matanya yang bergerak ke kiri dan ke kanan atau disebut nyeledet.

gerak agem pada tari bali

Konsep Gerak Dasar Tari Toraja

Seorang penari yang menari di atas Gendang menjadi ciri khas dari tari Pa’gellu dari Toraja, Sulawesi Selatan. Ragam gerak dasar tari Pa’gellu meliputi gerak Pa’gellu, Pa’tabe, Pa’gellu Tua, Pang’rapa Pentalun, Panggirik Tangtaru, Pa’tutu. Tari pa’gellu di pertunjukkan di setiap upacara/ritual syukuran atau “Rambu Tuka” di kalangan suku Toraja dengan dirinngi instrumen gendang. Setiap gerakan tari dalam tari Pa’gellu adalah simbol keseharian masyarakat Toraja yang memiliki nilai filosofi yang dianut dalamaturan dan adat leluhur mereka.

gerak tari khas tari pagellu

Konsep Gerak Dasar Tari Jawa

Gerak pada tarian daerah Jawa biasanya tertuju pada gerak yang bertumbuh dan berkembang di keraton atau istana. Gerak-gerak yang berkembang di keraton memiliki aturan-aturan tersendiri dalam melakukannya. Setiap gerak memiliki makna dan filosofi tersendiri. Gerak dasar pada tari Jawa terdapat srisig, sabetan, hoyog, lumaksana, kengser, seblak sampur, ulap-ulap. Geraknya yang lembut menjadi ciri khas gerak tari Jawa.

Gerak Dasar Tari Murni pada Tari Tradisi

Di dalam suatu gerak, terkandung atau terlepas tenaga / energi yang mencakup ruang dan waktu. Artinya, gejala yang menimbulkan gerak adalah tenaga dan bergerak berarti menjelajahi ruang dan membutuhkan waktu ketika proses gerak berlangsung. Rudolf Von Laban (dalam Tim Kemdikbud, 2018, hlm. 126) membagi aspek gerak menjadi beberapa bagian, yaitu:

  1. gerak bagian kepala,
  2. kaki,
  3. tangan,
  4. badan, dan
  5. jarak.

Jarak disebut juga dengan rentangan atau tingkatan gerak (space). Kemudian, gerak dibagi menjadi:

  1. gerak yang kuat,
  2. lemah,
  3. elastis, dan
  4. gerak penekanan (dynamic).

Timbulnya gerak tari dapat diamati berasal dari hasil proses pengolahan yang telah mengalami stilasi (digayakan) dan distorsi (pengubahan), yang kemudian melahirkan dua jenis gerak yaitu gerak murni dan gerak maknawi. Gerak murni adalah gerak yang secara murni memberikan gerakan keindahan saja, sementara gerak maknawi adalah gerak yang mampu menyampaikan suatu makna, pesan, atau cerita tertentu.

Berikut ini adalah beberapa gerak murni yang terdapat pada tari tradisi.

  1. Pada gerak dasar kaki
      1. Adeg-adeg (Jawa) adalah kesiapan sikap dasar kaki pada saat mulai menari.
      2. Wedhi kengser (Jawa) dan seser (sunda) adalah gerak menggeser tel apak kaki ke samping kanan dan kiri.
      3. Trecet adalah gerakan bergeser ke samping (kiri atau kanan) dengan kaki jinjit dan lutut di tekuk.
      4. Trisig (Jawa) adalah gerakan berpindah tempat, maju mundur dan berputar dengan berlari kecil, jinjit dan tubuh agak merendah.
  2. Pada gerak dasar tari bagian tangan dan lengan terdapat gerakan ngiting, nyampurit (Sunda), nyempurit (Jawa), ngrayung, pa’blang dan kewer (Betawi ), capang (Sunda) dan gerak ukel.
  3. Pada gerak dasar tari bagian kepala
      1. Gilek adalah kepala membuat lengkungan ke bawah, kiri dan kanan.
      2. Galieur adalah gerak halus pada kepala yang dimulai dari menarik dagu, kemudian ditarik dengan leher kembali ke arah tengah.
      3. Pacak gulu dan jiling adalah gerak kepala ke kiri dan ke kanan secara cepat.

Teknik dan Prosedur Gerak Tari

Untuk dapat melakukan gerak tari yang baik pada setiap tari diperlukan teknik dan prosedur khusus yang berbeda. Teknik berhubungan dengan cara melakukan gerak, sedangkan prosedur berhubungan dengan tahapan-tahapan dalam melakukan gerak. Gerak berjalan misalnya, ada yang dilakukan dengan teknik jinjit. Sementara itu, prosedur untuk melakukan gerak berjalan dengan jinjit misalnya dimulai dengan badan tertumpu pada tumit dan melangkah setahap demi setahap.

Melakukan gerak pada tari terdiri dari gerak kepala, gerak tangan, gerak badan dan gerak kaki, berikut adalah penjelasan dari masing-masing jenis gerak menurut Tim Kemdikbud (2018, hlm. 127-130).

Gerakan Badan

Gerakan badan pada tari, di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Hoyog, yaitu gerakan badan dicondongkan ke samping kanan atau kiri.
  2. Engkyek, yaitu gerakan badan dicondongkan ke kiri atau ke kanan, dengan sikap tangan lurus ke samping.
  3. Polatan, yaitu gerakan arah pandangan.
  4. Oklak, yaitu menggerakkan pundak ke depan dan belakang.
  5. Entrag, yaitu menghentakkan badan ke bawah berkali-kali, seolah-olah badan mengeper.

gerak badan hoyog

Gerakan Kepala

Pada tari Jawa Barat, gerak tari bagian kepala meliputi: galeong, gelieur dan gelengan kepala tengok kanan dan kiri.

gerak kepala galeong

Gerakan Kaki

Gerak tari pada bagian kaki di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Debeg, yaitu menghentakkan ujung telapak kaki.
  2. Gejuk, yaitu menghentakkan kaki ke belakang dengan jinjit.
  3. Kengser, yaitu bergerak ke kiri atau ke kanan dengan menggerakkan kedua telapak kaki.
  4. Srisig, yaitu lari kecil dengan berjinjit.
  5. Trecet, yaitu telapak kaki jinjit bergerak ke kiri dan ke kanan.
  6. Tunjak tancep, yaitu sikap berdiri diam.

gerak kaki gejuk dan debek

Gerakan Tangan

Gerakan tangan meliputi beberapa gerak di bawah ini.

  1. Lenggang, yaitu menggerakkan kedua tangan dengan arah yang berlawanan.
  2. Pakblang, yaitu meluruskan kedua tangan ke atas dengan tepak tangan mengarah ke atas dan ke bawah.
  3. Ngerayung, yaitu gerak telapak tangan membuka dan ibu jari di tekuk ke telapak tangan.

gerak tangan ngerayung lenggang dan pakblang

Bentuk, Jenis, dan Nilai Estetis Gerak Tari

Tari tersusun atas gerak satu dengan gerak lainnya, sementara gerak sendiri tersusun atas motif-motif gerak. Oleh karena itu, setiap gerak memiliki bentuk yang berbeda-beda. Gerak agem misalnya, terebntuk atas gerak tangan, badan dan juga kaki. Agem inilah yang disebut dengan bentuk gerak. Demikian pula dengan gerak trisik (berjalan dengan kaki jinjit) merupakan bentuk gerak yang terbentuk dari gerak berjalan dan gerak tangan.

Sementara itu, gerak juga memiliki jenis tersendiri. Ada gerak yang tidak mendapat sentuhan stilisasi, ada juga gerak yang diberi stilisasi. Kedua jenis gerak ini menyatu dalam sebuah tari. perpaduan antara bentuk dan jenis gerak inilah nilai-nilai estetika pada tari dinikmati selain pendukung tari seperti tata rias dan tata busana serta properti.

Bentuk Gerak Tari (form)

Bentuk (form) sangat berhubungan dengan penataan dan komposisi tari. Menurut Autard (dalam Tim Kemdikbud, 2018, hlm. 138) bentuk (form) dalam hubungannya dengan penataan dan komposisi tari adalah suatu proses penataan atau pembentukan sebuah komposisi tari yang menghasilkan “bentuk keseluruhan”. Kata bentuk atau form digunakan pada bentuk seni manapun untuk menjelaskan sistem yang dilalui oleh setiap proses pekerjaan karya seni tersebut.

Ide ataupun emosi yang dikomunikasikan penciptanya tercakup di dalam bentuk tersebut. Bentuk merupakan aspek yang secara estetis dievaluasi oleh penonton di mana penonton pada umumnya tidak melihat setiap elemen karya seni yang ditampilkan tetapi memperoleh kesan secara keseluruhan dari karya tersebut. Jadi, jika dalam seni rupa bentuk adalah wujud dari suatu gambar, dalam tari bentuk mengacu pada bentuk dan kesan keseluruhan yang diberikan oleh seluruh penataan, komposisi, dan berbagai ragam serta gerak yang ditampilkan pada suatu tari.

John Martin (dalam Tim Kemdikbud, 2018, hlm. 139) menyatakan bahwa bentuk dapat didefinisikan sebagai hasil dari penyatuan berbagai elemen tari, yang dipersatukan secara kolektif sebagai kekuatan estetis, yang tanpa proses penyatuan ini bentuk tersebut tidak akan terwujud. Keseluruhan atau kesatuan bentuk itu, menjadi lebih bermakna dari pada beberapa bagiannya yang terpisah. Proses menyatukan, untuk memperoleh bentuk itu, dinamakan komposisi.

Berdasarkan dari pengertian bentuk pada tari maka dapat disimpulkan bentuk tari berdasarkan geraknya, yaitu:

  1. Tari representasional,
    yakni tari yang menggambarkan sesuatu dengan jelas (wantah), seperti tari tani yang menggambarkan seorang petani, tari nelayan yang menggambarkan nelayan dan tari Bondan yang menggambarkan kasih sayang ibu kepada anaknya.
  2. Tari non representasional,
    yaitu tari yang melukiskan sesuatu secara simbolis, biasanya menggunakan gerak-gerak maknawi. Contohnya tari Topeng Klana, tari Srimpi, tari Bedaya.

Jenis Gerak Tari

Gerakan tari yang indah berasal dari proses pengolahan yang telah mengalami stilasi (digayakan) dan distorsi (pengubahan) sehingga lahirlah dua jenis gerak yaitu gerak murni, dan gerak maknawi (gesture).

  1. Gerak murni atau disebut gerak wantah adalah gerak yang disusun dengan tujuan untuk mendapatkan bentuk artistik (keindahan) dan tidak mempunyai maksud-maksud tertentu.
  2. Gerak maknawi (gesture) atau gerak tidak wantah adalah gerak yang yang mengandung arti atau maksud tertentu dan telah distilasi, misalnya gerak ulap-ulap (dalam tari Jawa) merupakan stilasi dari orang yang sedang melihat sesuatu yang jauh letaknya (Tim Kemdikbud, 2018, hlm. 140).

Nilai Estetis dalam Gerak Tari

Nilai estetis pada tari tidak hanya dilihat secara keseluruhan tetapi juga dapat dilihat pada unsur geraknya. Berbagai nilai estetis pada tari dapat diperoleh melalui penglihatan (visual) dan pendengaran atau auditif. Nilai estetika secara visual dilihat berdasarkan dari gerak yang dilakukan, sedangkan secara auditif berdasarkan iringan musiknya. Saat tari sesuai dengan musik iringannya, kita juga dapat menikmati nilai estetis dari tari berdasarkan audio-visual secara sekaligus.

Nilai estetika sebetulnya bersifat subjektif. Gerak tari tertentu bagi orang tertentu mungkin memiliki nilai estetika baik, tetapi bagi orang lain mungkin kurang baik. Penilaian ini tidak berarti tari yang ditampilkan baik atau kurang baik. Pada fase subjektif seperti ini, berarti nilai estetis sangat tergantung dari selera penontonnya. Terdapat berbagai penilaian objektif yang dapat dilakukan untuk menilai baik atau tidaknya tari melalui analisis dan kritik seni.

Berbagai jenis tari memiliki nilai estetis yang berbeda-beda pula. Gerak pada tari merak misalnya, merupakan ungkapan keindahan dari gerak gerik kehidupan burung merak, dan keindahan tersebut dituangkan dari gerak satu ke gerak lain sehingga menjadi satu kesatuan utuh. Demikian juga tari yang berkembang di daerah Dayak terinspirasi dari keindahan burung Enggang. Kepak sayap Enggang diwujudkan dalam bentuk gerakan yang gemulai tetapi cekatan dan tangkas.

nilai estetis tari merk dan tari enggang

Berbagai jenis nilai estetis dari tarian yang lainnya meliputi beberapa tari di bawah ini.

berbagai nilai estetis tari tradisi

Persepsi dan Impresi

Nilai estetika dapat dikatakan pula sebagai persepsi dan impresi. Persepsi adalah tahap di mana sensasi itu telah berkesan. Persepsi menggerakkan proses asosiasi-asosiasi dan mekanisme lain seperti komparasi (perbandingan), diferensiasi (pembedaan), analogi (persamaan), sintesis (penyimpulan) dari penontonnya.

Semua proses asosiasi dan mekanisme tersebut menghasilkan pengertian yang lebih luas dan mendalam dan menjadi sebuah keyakinan yang disebut impresi. Sehingga dapat dikatakan bahwa impresi adalah  esan pertama terhadap gerak yang dilihat dan persepsi merupakan interpretasi terhadap gerak tersebut. Pada nilai estetika impresi dan persepsi merupakan dua sisi yang saling melengkapi.

Referensi

  1. Tim Kemdikbud. (2018). Seni Budaya X. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.

Gabung ke Percakapan

1 Komentar

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *