Pengertian Majas Hipalase

Majas hipalase adalah gaya bahasa yang menggunakan ungkapan yang seharusnya digunakan untuk kata lain dari yang sebenarnya dimaksud. Contohnya: ia berbaring di atas sebuah bantal yang gelisah. Sebetulnya orang yang berbaring yang gelisah, bukan bantalnya.

Pengertian di atas sejalan dengan Keraf (2010, hlm. 142) yang berpendapat bahwa hipalase adalah semacam gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata tertentu untuk menerangkan sebuah kata yang seharusnya dikenakan pada sebuah kata yang lain.

Dapat dismpulkan bahwa majas hipalase adalah gaya bahasa yang menerapkan sesuatu pada satuan gramatika yang satu padahal sebenarnya maksudnya adalah untuk satuan gramatika dua (yang lain). Untuk lebih jelasnya berikut adalah beberapa contoh kemungkinan penggunaan majas hipalase.

Contoh Majas Hipalase

Hipalase merupakan salah satu gaya bahasa yang cukup sulit untuk diaplikasikan dengan baik. Berikut adalah 10 contoh majas hipalase yang diaplikasikan pada kalimat.

  1. Pada akhir pekan biasanya Aku terbaring sepanjang hari di ranjang mendengkur.
  2. Setelah memahami kesalahannya, Ia tak berhenti berkaca di depan cermin perenungan.
  3. Rani tak bisa berhenti tersenyum di bawah payung ceria siang itu.
  4. Tak lama setelah persidangan itu usai ia memasuki jeruji penyesalan.
  5. Topi gelisah itu menemaninya di sepanjang jalan menuju rumah sakit.
  6. Ia terkikih-kikih sendiri kala melangkah di sepanjang jalan kenangan.
  7. Ia berbicara perlahan melewati pasir berbisik yang berhembus ke telinga pria itu.
  8. Pak Fathan kebakaran jenggot saat tetangganya membeli kulkas baru.
  9. Hujan turun di dalam bandara ketika Rangga mengucapkan perpisahan tanpa kata.
  10. Ia duduk di bangku merajuk kala sang kekasih pergi meninggalkannya.

Karakter & Opsi Penggunaan Hipalase

Hipalase memberikan kekuatan lebih pada berbagai konteks yang menyelubungi suatu teks. Cara kerjanya hampir mirip dengan majas personifikasi yang membuat alam memiliki sifat manusia. Tak heran jika cerita fantasi banyak menggunakan majas ini untuk membuat suasana fantasi lebih terasa bagi pembaca atau penontonnya.

Mengapa? Karena perhatian pemirsa akan lebih teralihkan pada alam, suasana, benda, atau konteks lainnya yang berada di sekitar tokoh. Cerita fantasi membutuhkan itu, karena nilai jual terbesar dari cerita ini bukan pada tokoh, plot, dan alurnya saja. Penonton harus benar-benar tenggelam dalam dunia yang diciptakan oleh cerita fantasi.

Misalnya: tendangan maut, jelas bahwa maut adalah konsekuensi yang akan didapatkan oleh makhluk yang ditendang. Namun dengan menggunakan hipalase pembaca akan lebih menghargai dan terkait dengan jurus tendangan sakti tersebut, bukan dampak atau orang yang menendangnya saja.

Tokoh dalam suatu teks merupakan unsur yang sangat kuat dan terkadang terlalu kuat hingga mengalihkan perhatian pembaca dari berbagai imaji dan latar belakang yang ingin ditonjolkan oleh penulis. Majas hipalase dapat membantu penulis untuk menetralkan kekuatan tokoh tersebut.

Referensi

  1. Keraf, Gorys. (2010). Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *