Daftar Isi ⇅
show
Masa kemerdekaan Indonesia adalah puncak perjuangan bangsa dalam menghadapi berbagai ketidakadilan yang telah lama berlangsung di nusantara. Proses kemerdekaan ini tidaklah mudah dan singkat. Berbagai pergolakan terjadi dalam segala bidang. Bagaimana keadaan masa kemerdekaan di Indonesia? Simak berbagai pemaparan dan penjelasannya di bawah ini.
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Kemerdekaan Indonesia tentunya dapat terjadi melalui peristiwa proklamasi kemerdekaan. Teks Proklamasi kemerdekaan dibacakan oleh oleh Ir. Soekarno di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945. Mengapa perlu dilaksanakan proklamasi kemerdekaan? Apa maknanya bagi kehidupan bangsa Indonesia pada masa sekarang? Bagaimana keadaan Indonesia di masa kemerdekaan? dan seperti apa proses untuk mencapai kemerdekaan Indonesia? Berikut adalah pemaparan yang dapat menjawab berbagai pertanyaan tersebut.
Persiapan Kemerdekaan Indonesia
Menjelang akhir tahun 1944, posisi Jepang dalam Perang Asia Pasifik semakin terdesak. Satu demi satu daerah jajahannya jatuh ke tangan pasukan Sekutu. Untuk membantu menghadapi Sekutu, Jepang mencari dukungan kepada bangsa-bangsa yang diduduki dengan memberikan janji kemerdekaan.
Pada tanggal 7 September 1944, Perdana Menteri Jenderal Kuniaki Koiso menjanjikan kemerdekaan kepada Indonesia yang dikemukakan di depan Parlemen Jepang, dengan tujuan menarik simpati bangsa Indonesia (Tim Kemdikbud, 2017, hlm. 201). Sebagai pembuktiannya, ia mengizinkan pengibaran bendera merah putih di kantor-kantor Indonesia, asalkan berdampingan dengan bendera Jepang.
Bersamaan dengan janji tersebut, maka Indonesia juga mulai melakukan rangkaian persiapan kemerdekaan, yang di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Pembentukan BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia)
Berkaitan dengan janji yang telah dikemukakan oleh pihak Jepang, pada 1 Maret 1945, diumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI). BPUPKI terdiri atas 63 orang yang diketuai Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat.
Dalam aktivitasnya, BPUPKI mengadakan sidang sebanyak dua kali. Sidang pertama dilaksanakan pada 29 Mei hingga1 Juni 1945 dan sidang kedua dilaksanakan pada 10 hingga 17 Juli 1945.
Sidang Pertama BPUPKI
Sidang BPUPKI yang pertama membahas tentang rumusan dasar negara Indonesia merdeka. Untuk mendapatkan rumusan dasar negara yang benar-benar tepat, maka acara dalam sidang ini adalah mendengarkan pidato dari tiga tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, yaitu Mr. Mohammad Yamin, Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno.
Sampai akhir masa sidang pertama ini, belum ditemukan kesepakatan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang dianggap benar-benar tepat. Maka, dibentuklah suatu panitia kecil beranggotakan sembilan orang yang diketuai oleh Ir. Soekarno dan dinamakan panitia Sembilan.
Tugas panitia sembilan adalah mengolah usulan dari anggota BPUPKI mengenai dasar negara Republik Indonesia. Pertemuan Panitia Sembilan menghasilkan rumusan yang disebut Jakarta Charter atau Piagam Jakarta, yang disetujui secara bulat dan ditandatangani pada 22 Juni 1945.
Sidang Kedua BPUPKI
Sidang kedua membahas rencana Undang-Undang Dasar (UUD). Sidang ini juga membicarakan bentuk negara. Mengenai bentuk negara, mayoritas peserta sidang setuju dengan bentuk Republik.
Selanjutnya BPUPKI membentuk panitia kecil yang beranggotakan 19 orang untuk mempercepat kerja sidang. Panitia ini bernama Panitia Perancang UUD yang diketuai Ir. Soekarno.
Panitia ini menyepakati Piagam Jakarta dijadikan sebagai inti pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD). Panitia Perancang UUD juga membentuk panitia lebih kecil beranggotakan 7 orang yang diketuai oleh Soepomo untuk merumuskan batang tubuh UUD.
Pada tanggal 14 Juli 1945 Panitia Perancang UUD yang diketuai Soekarno melaporkan hasil kerja panitia, yaitu:
- Pernyataan Indonesia Merdeka;
- Pembukaan Undang-Undang Dasar; dan
- Batang Tubuh UUD.
Dengan demikian, Panitia Perancang UUD telah selesai melaksanakan tugasnya. Pada tanggal 16 Juli 1945, BPUPKI menerima dengan bulat naskah Undang-Undang Dasar yang dibentuk Panitia Perancang UUD.
2. Pembentukan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia)
Pada 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan karena dianggap telah menyelesaikan tugasnya, yaitu menyusun rancangan Undang-Undang Dasar bagi negara Indonesia. Selanjutnya dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Ketua PPKI adalah Ir. Soekarno dan wakilnya Drs. Mohammad Hatta, sebagai penasihat diangkat Mr. Achmad Subardjo. Pada awal pembentukannya, jumlah anggota PPKI terdiri atas 21 orang, kemudian ditambah 6 orang, jadi jumlahnya 27 orang.
Tugas utama PPKI adalah mempersiapkan segala sesuatu berkaitan dengan keperluan pergantian kekuasaan dari pihak Jepang kepada bangsa Indonesia. Secara simbolik, PPKI dilantik oleh Jendral Terauchi, pada tanggal 9 Agustus 1945 dengan memanggil tiga tokoh nasional yakni: Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, dan Dr. Radjiman Wiedyodiningrat.
Ketiga tokoh nasional tersebut dipanggil ke Saigon/Dalat di Vietnam untuk menerima informasi tentang kemerdekaan Indonesia. Informasi tersebut tak lain adalah pelaksanaan kemerdekaan akan dapat dilakukan dengan segera dan wilayah Indonesia adalah seluruh wilayah bekas jajahan Hindia Belanda.
Peristiwa Rengasdengklok
Peristiwa Rengasdengklok diawali oleh peristiwa menyerahnya Jepang tanpa syarat kepada pasukan Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945. Berita tentang menyerahnya Jepang kepada Sekutu diketahui oleh beberapa tokoh pemuda, terutama Sutan Syahrir.
Kemudian Syahrir dan beberapa tokoh pemuda segera menemui Mohammad Hatta yang saat itu baru pulang dari Dalat, Vietnam. Bersama Mohammad Hatta, Syahrir dan beberapa pemuda menemui Soekarno di rumahnya.
Syahrir mengusulkan Soekarno-Hatta agar secepatnya memproklamasikan kemerdekaan tanpa melalui PPKI karena Sekutu akan menganggap kemerdekaan Indonesia sebagai suatu kemerdekaan hasil pemberian Jepang.
Usulan Syahrir tersebut tidak disetujui oleh Soekarno-Hatta. Mereka berpendapat pelaksanaan proklamasi harus melalui PPKI sesuai dengan prosedur maklumat Jepang, yaitu pada tanggal 24 Agustus 1945. Alasannya, meskipun Jepang telah kalah, kekuatan militernya di Indonesia harus diperhitungkan.
Perbedaan sikap ini mendorong para pemuda kembali berunding pada pukul 24.00 menjelang 16 Agustus 1945. Rapat itu dihadiri oleh Sukarni, Chaerul Saleh, Yusuf Kunto, dr. Muwardi, Syudanco Singgih, dan dr. Sucipto.
Hasil perundingan itu menyepakati untuk membawa Soekarno-Hatta ke luar kota dengan tujuan menjauhkan mereka dari pengaruh Jepang. Selanjutnya, Pada 16 Agustus 1945 pukul 04.30, Soekarno-Hatta dibawa para pemuda ke Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat.
Sesampainya di Rengasdengklok, Soekarno-Hatta dan rombongannya disambut baik oleh pasukan Peta pimpinan Syudanco Subeno. Niat para pemuda untuk mendesak Soekarno-Hatta tidak terlaksana.
Soekarno-Hatta tetap kukuh pada pendiriannya. Mereka tetap tidak ingin melaksanakan proklamasi kemerdekaan sebelum ada pernyataan resmi dari pihak Jepang mengenai kekalahan Jepang kepada Sekutu. Selain itu, kemerdekaan tetap harus dimusyawarahkan dulu dalam sidang PPKI.
Di tengah suasana tersebut, Ahmad Soebardjo datang beserta sekretaris pribadinya, Sudiro pada pukul 17.30 WIB. Ahmad Soebardjo memberitahukan kebenaran menyerahnya Jepang kepada Sekutu. Mendengar berita itu, Soekarno-Hatta akhirnya bersedia memproklamasikan kemerdekaan RI di Jakarta.
Ahmad Soebardjo memberikan jaminan dengan nyawanya sendiri bahwa proklamasi kemerdekaan akan dilaksanakan esok hari selambat-lambatnya pukul 12.00 WIB. Dengan jaminan yang meyakinkan tersebut, Syudanco Subeno pun akhirnya bersedia melepaskan Soekarno-Hatta.
Perumusan Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Pada malam hari, 16 Agustus 1945, pukul 20.00 WIB, Soekarno-Hatta beserta rombongan berangkat menuju Jakarta. Mereka tiba di Jakarta pada pukul 23.00, lalu menuju rumah kediaman Laksamana Maeda.
Tempat itu dianggap aman dari ancaman militer Jepang, karena Laksamana Maeda adalah Kepala Kantor Penghubung Angkatan Laut di daerah kekuasaan Angkatan Darat. Di kediaman Laksamana Maeda inilah rumusan teks proklamasi disusun.
Ir. Soekarno menuliskan konsep proklamasi kemerdekaan Indonesia yang akan dibacakan esok harinya. Moh. Hatta dan Ahmad Subardjo menyumbangkan pikirannya secara lisan. Kalimat pertama dari teks proklamasi merupakan saran Ahmad Subardjo sedangkan kalimat terakhir merupakan sumbangan dari Moh. Hatta.
Kalimat pertama berisi pernyataan kehendak Bangsa Indonesia untuk merdeka, dan kalimat kedua berisi pernyataan mengenai pemindahan kekuasaan. Pada pukul 04.00 WIB, Soekarno membacakan hasil rumusan tersebut. Akhirnya, seluruh tokoh yang hadir pada saat itu menyetujui secara bulat konsep proklamasi tersebut.
Permasalahan muncul mengenai siapa yang harus menandatangani teks proklamasi tersebut. Hatta mengusulkan agar teks proklamasi itu ditandatangani oleh seluruh yang hadir sebagai wakil bangsa Indonesia. Sukarni dari golongan muda mengajukan usul bahwa teks proklamasi cukup ditandatangani oleh Soekarno dan Hatta saja atas nama bangsa Indonesia.
Sukarni juga mengusulkan agar Soekarno yang membacakan teks proklamasi tersebut. Usulan dari Sukarni diterima, kemudian Soekarno meminta kepada Sayuti Melik untuk mengetik naskah proklamasi dengan beberapa perubahan yang telah disetujui. Tiga perubahan pada naskah hasil ketikan Sayuti Melik, yaitu:
- Kata ”tempoh” diganti menjadi ”tempo”.
- Kata ”wakil-wakil bangsa Indonesia” diganti menjadi ”Atas nama bangsa Indonesia”.
- Penulisan tanggal yang tertera ”Djakarta, 17-8-05” menjadi ”Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen ‘05”.
Selanjutnya, Sukarni mengusulkan agar pembacaan proklamasi dilakukan di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta. Usulan itu diterima, dan pertemuan kemudian dibubarkan setelah waktu upacara pembacaan proklamasi kemerdekaan telah ditentukan, yakni tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB.
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
Sejak pagi tanggal 17 Agustus 1945, persiapan upacara pembacaan proklamasi kemerdekaan dilakukan di Jalan Pegangsaan Timur No. 56. Halaman rumah Soekarno sudah dipadati oleh massa menjelang pembacaan teks proklamasi.
Dr. Muwardi memerintahkan kepada Latief Hendraningrat untuk menjaga keamanan pelaksanaan upacara. Latif dalam melaksanakan pengamanan dibantu oleh Arifin Abdurrahman untuk mengantisipasi gangguan tentara Jepang.
Tepat pukul 10.00 WIB, upacara proklamasi kemerdekaan Indonesia dimulai. Setelah pidato dan pembacaan proklamasi selesai, kemudian dilakukan pengibaran bendera Merah Putih oleh Latief Hendraningrat dan S. Suhud. Rakyat yang hadir serempak menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Upacara proklamasi ditutup oleh sambutan Wali Kota Jakarta, Suwiryo dan dr. Muwardi.
Peristiwa yang sangat bersejarah tersebut berlangsung secara sederhana dan hanya memakan waktu kurang dari satu jam. Meskipun demikian, peristiwa tersebut membawa pengaruh yang luar biasa hebatnya bagi bangsa Indonesia.
Sambutan Rakyat terhadap Proklamasi Kemerdekaan
Puncak perjuangan bangsa dalam merebut kemerdekaan dari tangan penjajah adalah dengan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Sebagian besar rakyat Indonesia dapat dengan cepat menanggapi hakikat dari makna proklamasi itu.
Namun demikian, ada juga yang menanggapi kemerdekaan itu adalah bebas dari segala-galanya, sehingga mereka berusaha melawan kekuatan yang selama ini membelenggunya. Sikap inilah yang pada gilirannya memunculkan perlawanan-perlawanan baik terhadap tentara Jepang maupun kepada penguasa pribumi yang pada zaman kolonial Belanda maupun Jepang berpihak kepada penjajah.
Rapat Raksasa di Lapangan Ikada
Rakyat Indonesia, baik di pusat maupun di daerah, pada umumnya melakukan aksi-aksi yang mendukung diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia. Seperti para pemuda yang dipelopori oleh Komite van Aksi Menteng 31.
Mereka menghendaki agar para pemimpin perjuangan kemerdekaan mau bertemu dengan rakyat dan berbicara di hadapan mereka mengenai kemerdekaan Indonesia sebagai puncak perjuangan bangsa. Rencana ini dilaksanakan dengan dua cara, yaitu persiapan pengerahan massa dan menyampaikan rencana itu kepada presiden.
Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta yang terpilih secara aklamasi oleh PPKI, menyetujui rencana tersebut, demikian juga dengan para menteri yang telah dilantik. Presiden dan wakil presiden serta para menteri kemudian menuju ke Lapangan Ikada.
Ternyata Lapangan Ikada telah dipenuhi oleh massa yang lengkap dengan senjata tajam. Tampak pula tentara Jepang bersiap siaga senjata lengkap dan tank-tanknya.
Melihat kondisi ini tampaknya bentrokan antara pasukan Jepang dengan massa dapat terjadi sewaktu-waktu. Mobil presiden dan wakil presiden diberhentikan sebentar oleh komandan jaga sebelum dipersilahkan masuk ke Lapangan Ikada.
Soekarno menuju panggung dan menyampaikan pidato singkat setelah memasuki Lapangan Ikada. Soekarno meminta dukungan dan kepercayaan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk mematuhi kebijaksanaan-kebijaksanaannya, patuh, dan disiplin dalam pidatonya.
Imbauan tersebut ternyata dipatuhi oleh massa yang memadati Lapangan Ikada. Melihat fenomena ini, rapat raksasa di Lapangan Ikada ini adalah manifestasi pertama dari kewibawaan pemerintah Republik Indonesia kepada rakyatnya.
Tanggapan di Berbagai Daerah terhadap Proklamasi
Berita proklamasi segera menyebar ke berbagai daerah di Indonesia. Pekik merdeka mewarnai salam masyarakat Indonesia di setiap gang, pasar, lembaga pendidikan, dan berbagai tempat umum lainnya. Rasa syukur atas kemerdekaan dilakukan dengan berbagai cara.
Doa syukur berkumandang di tempat-tempat ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Rasa syukur terhadap kemerdekaan bukan hanya diucapkan dengan lisan, tetapi juga dibuktikan dengan perbuatan. Semangat kemerdekaan telah membakar keberanian rakyat Indonesia di berbagai daerah.
Terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia
Pada saat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia belum memiliki kepala pemerintahan dan sistem administrasi wilayah yang jelas. Oleh karena itu, setelah proklamasi kemerdekaan dilakukan, segera dibentuk kelengkapan pemerintahan dengan tujuan agar pembangunan dapat berlangsung dengan baik.
Para pemimpin segera membentuk lembaga pemerintahan dan kelengkapan negara sehari setelah proklamasi dikumandangkan. PPKI segera menyelenggarakan rapat-rapat yang menghasilkan beberapa keputusan penting sebagai berikut.
- Pengesahan UUD 1945,
sebagai landasan hukum yang kuat dalam hidup bernegara dengan menentukan arahnya sendiri. - Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden,
secara aklamasi dalam musyawarah untuk mufakat, yakni Soekarno dan Hatta. - Pembagian Wilayah Indonesia,
menjadi delapan provinsi di seluruh bekas jajahan Hindia Belanda. Kedelapan provinsi tersebut adalah Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kecil, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan. - Pembentukan Kementerian,
pada 2 September 1945, dibentuk susunan kabinet RI yang pertama. Kabinet ini merupakan kabinet presidensial yang bertanggung jawab kepada presiden. - Pembentukan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP),
tanggal 22 Agustus 1945 PPKI kembali menyelenggarakan rapat pembentukan KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) yang akan mengantikan PPKI. - Membentuk Kekuatan Pertahanan dan Keamanan,
pada tanggal 23 Agustus, Presiden Soekarno mengesahkan secara resmi Badan Keamanan Rakyat (BKR) sebagai badan kepolisian yang bertugas menjaga keamanan.
Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan
Setelah memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia masih harus menghadapi Belanda yang ingin mengembalikan kekuasaannya atas Indonesia. Dalam mempertahankan kemerdekaannya, bangsa Indonesia melakukan berbagai upaya. Upaya apa saja yang dilakukan? Berikut adalah pemaparannya.
Perjuangan Fisik
Perjuangan yang melibatkan pertumpahan darah masih terjadi di seluruh pelosok Indonesia ketika kemerdekaan telah diproklamasikan. Berikut adalah beberapa pertempuran dan insiden yang terjadi dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
1. Insiden Hotel Yamato
Insiden Hotel Yamato adalah peristiwa perobekan bendera Belanda (merah-putih-biru) menjadi bendera Indonesia (merah-putih). Insiden Hotel Yamato terjadi pada tanggal 19 September 1945 di Hotel Yamato, Surabaya.
2. Pertempuran Surabaya
Pertempuran Surabaya merupakan satu rangkaian peristiwa pertempuran yang terjadi antara tentara Indonesia dan tentara Sekutu yang berlangsung sejak tanggal 27 Oktober sampai 20 November 1945. Pertempuran yang paling besar terjadi pada tanggal 10 November 1945.
3. Pertempuran Lima Hari di Semarang
Pertempuran lima hari di Semarang terjadi antara rakyat Indonesia di Semarang dengan tentara Jepang pada pada tanggal 15 sampai dengan 20 Oktober 1945. Peristiwa ini berawal ketika para tawanan veteran angkatan laut Jepang yang dipindahkan dari Cepiring ke Bulu.
4. Pertempuran Ambarawa
Pertempuran Ambarawa adalah peristiwa perlawanan rakyat Indonesia terhadap tentara Sekutu yang terjadi di Ambarawa, Jawa Tengah. Peristiwa ini diawali dengan kedatangan tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Jenderal Bethel di Semarang pada 20 Oktober 1945.
5. Bandung Lautan Api
Peristiwa Bandung Lautan Api adalah peristiwa kebakaran besar yang terjadi di kota Bandung, Jawa Barat pada tanggal 23 Maret 1946. Kota Bandung sengaja dibakar oleh Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan rakyat setempat dengan maksud agar tentara Sekutu tidak dapat menggunakan kota Bandung sebagai pos-pos militer.
6. Pertempuran Medan Area
Pertempuran Medan Area adalah sebuah peristiwa perlawanan rakyat terhadap tentara Sekutu yang terjadi di Medan, Sumatra Utara pada tanggal 9 Oktober 1945. Kedatangan tentara Sekutu ini ternyata diboncengi oleh tentara NICA yang bertujuan mengambil alih pemerintahan. Hal ini memicu munculnya perlawanan rakyat di kota Medan.
7. Pertempuran Puputan Margarana
Pertempuran Puputan Margarana merupakan salah satu pertempuran antara Indonesia dan Belanda yang terjadi pada tanggal 20 November 1945. Pertempuran ini diawali dengan kedatangan pasukan Belanda yang berjumlah sekitar 2000 tentara disertai tokoh-tokoh yang bersedia bekerja sama dengan Belanda di Bali.
8. Serangan Umum 1 Maret 1949
Serangan umum 1 Maret 1949 adalah serangan yang dilaksanakan pada tanggal 1 Maret 1949. Serangan ini bertujuan menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Republik Indonesia cukup kuat untuk mempertahankan kemerdekaan, meskipun ibu kotanya telah diduduki oleh Belanda.
Perjuangan Diplomasi
Melalui perjuangan diplomasi, bangsa Indonesia berupaya menunjukkan kepada dunia internasional bahwa kemerdekaan dan kedaulatan yang telah diraih bangsa Indonesia pantas untuk dibela dan dipertahankan. Berikut adalah beberapa upaya diplomasi yang dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan.
1. Perundingan Linggajati
Perundingan Linggajati adalah perundingan antara Indonesia dan Belanda yang dilaksanakan di Linggajati, Kuningan, Jawa Barat. Perundingan Linggajati dilaksanakan pada tanggal 10 November 1946. Perundingan ini menghasilkan beberapa kesepakatan yang ditandatangani secara resmi oleh kedua negara pada tanggal 25 Maret 1947.
2. Perundingan Renville
Agresi Militer Belanda I mendapat reaksi keras dari dunia internasional, khususnya dalam forum PBB. Dalam rangka usaha penyelesaian damai, maka Dewan Keamanan PBB membentuk Komisi Tiga Negara (KTN).
3. Perundingan Roem–Royen
Untuk mengatasi agresi militer Belanda, PBB mengadakan sidang pada tanggal 22 Desember 1948 dan menghasilkan sebuah resolusi yang isinya mendesak supaya permusuhan antara Indonesia dan Belanda segera dihentikan dan pemimpin Indonesia yang ditahan segera dibebaskan.
4. Konferensi Meja Bundar
Konferensi Meja Bundar (KMB) adalah sebuah pertemuan yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda, dari 23Agustus sampai 2 November 1949. Konferensi Meja Bundar merupakan tindak lanjut dari perundingan-perundingan sebelumnya. Konferensi ini merupakan titik terang bagi bangsa Indonesia dalam upaya mempertahankan kemerdekaannya.
Perkembangan Politik Indonesia pada Masa Kemerdekaan
Berbagai pergolakan politik banyak terjadi pada masa kemerdekaan. Mulai dari perubahan bentuk negara, hingga gangguan-gangguan keamanan dalam negeri. Berikut adalah beberapa perkembangan politik Indonesia yang terjadi pada Masa Kemerdekaan.
Republik Indonesia Serikat
Sesuai hasil kesepakatan Konferensi Meja Bundar, bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia berubah menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS). Republik Indonesia Serikat (RIS) berdiri pada tanggal 27 Desember 1949 dengan Undang-Undang Dasar Sementara sebagai konstitusinya.
Yang tergabung dalam federasi Republik Indonesia Serikat adalah sebagai berikut.
- Negara bagian yang meliputi: Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, Negara Jawa Timur, Negara Madura, Negara Sumatra Selatan, Negara Sumatra Timur, dan Republik Indonesia.
- Satuan-satuan kenegaraan yang meliputi: Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tenggara, Banjar, Dayak Besar, Bangka, Belitung, Riau, dan Jawa Tengah.
- Daerah Swapraja yang meliputi Kota Waringin, Sabang, dan Padang.
Kembali Menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia
Bentuk negara Republik Indonesia Serikat (RIS) ternyata tidak sesuai dengan cita-cita kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, muncul gerakan-gerakan untuk mengubah bentuk negara kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Rakyat di negara-negara bagian mengadakan demonstrasi untuk membubarkan RIS dan menuntut kembali ke dalam NKRI.
Gangguan Keamanan
Selain pergolakan bentuk negara dan pemerintahan, dalam masa kemerdekaan Indonesia juga mengalami beberapa gangguan keamanan. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.
- Pemberontakan PKI Madiun 1948
Pemberontakan ini terjadi pada tanggal 18 September 1948 yang dipimpin oleh Muso. Tujuan dari pemberontakan PKI Madiun adalah ingin mengganti dasar negara Pancasila dengan komunis serta ingin mendirikan Republik Indonesia Soviet. - Pemberontakan DI/TII (Daarul Islam/Tentara Islam Indonesia)
Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) adalah suatu gerakan yang menginginkan berdirinya sebuah negara Islam Indonesia. Pemberontakan DI/TII bermula di Jawa Barat, kemudian menyebar ke daerah-daerah lain, seperti Jawa Tengah, Aceh, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Selatan.
Perkembangan Ekonomi Indonesia pada Masa Kemerdekaan
Pada masa kemerdekaan keadaan ekonomi bangsa Indonesia masih belum stabil. Hal ini disebabkan oleh masalah-masalah ekonomi yang terjadi saat itu. Masalah-masalah tersebut antara lain sebagai berikut.
- Permasalahan Inflasi
Beberapa bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan, bangsa Indonesia mengalami infl asi yang terlalu tinggi (hiperinflasi). Inflasi terjadi karena mata uang Jepang beredar secara tak terkendali. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah mengambil kebijakan berlakunya mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda dan mata uang pendudukan Jepang. - Blokade Laut
Blokade laut yang dilakukan oleh Belanda dimulai pada bulan November 1945. Blokade ini menutup pintu keluar masuk perdagangan Indonesia. Akibatnya, barang-barang dagangan milik Indonesia tidak dapat diekspor, dan Indonesia tidak dapat memperoleh barang-barang impor yang sangat dibutuhkan. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah sebagai berikut: a) Melaksanakan program pinjaman nasional; b) Melakukan diplomasi ke India; c) Mengadakan hubungan dagang langsung ke luar negeri.
Kehidupan Masyarakat Indonesia pada Masa Kemerdekaan
Kemerdekaan telah membawa perubahan yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat Indonesia. Perubahan-perubahan tersebut adalah sebagai berikut.
- Kehidupan Sosial
Sebelum kemerdekaan, telah terjadi diskriminasi rasial dengan membagibagi kelas-kelas masyarakat. Saat itu, masyarakat Indonesia didominasi oleh warga Eropa dan Jepang. Warga pribumi hanyalah masyarakat rendahan yang menjadi pekerja bagi para bangsawan dan penguasa. Setelah Indonesia merdeka, segala bentuk diskriminasi rasial dihapuskan dan semua warga Indonesia dinyatakan memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam segala bidang. - Pendidikan
Pada masa penjajahan, kesempatan memperolah pendidikan bagi anakanak Indonesia sangat terbatas. Dari sejumlah anak-anak usia sekolah, hanya sebagian kecil saja yang sempat menikmati sekolah. Oleh karena itu, segera setelah Proklamasi Kemerdekaan, pemerintah mengangkat Ki Hajar Dewantara sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan (PP dan K). - Kebudayaan
Dalam bidang kesenian, banyak muncul lagu yang bertemakan nasionalisme yang diciptakan oleh para komponis seperti Cornel Simajuntak, Kusbini, dan Ismail Marzuki. Lagu-lagu tersebut antara lain, Bagimu negeri, Halo-Halo Bandung, Selendang Sutra, dan Maju Tak Gentar.
Referensi
- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2017). Ilmu Pengetahuan Sosial SMP/MTs Kelas IX. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.