Motivasi atau motivation dalam manajemen secara umum ditujukan pada sumber daya manusia, khususnya staf nonmanajemen. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan.

Meskipun ditujukan untuk bawahan atau staf nonmanajemen, motivasi ini akan mempengaruhi efektivitas seluruh staf di perusahaan, termasuk manajer dan atasan lainnya. Hal ini karena motivasi akan mempengaruhi iklim keseluruhan dari sumber daya manusia di suatu organisasi atau perusahaan.

Motivasi dapat dilihat sebagai suatu system yang akan mampu meramalkan perilaku dan kinerja staf. Manajemen membutuhkan penciptaan dan pemeliharaan iklim ini agar dapat seluruh anggota organisasi bekerja sama dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Dengan kata lain, manajer atau pengelola manajemen tak akan dapat melaksanakan pekerjaan ini tanpa mengetahui apa yang menggerakkan (motivates) manusia.

Pembinaan faktor-faktor penggerak ke dalam peran-peran organisasi haruslah dibangun berdasarkan pengetahuan tentang motivasi. Dengan demikian, agar kita mampu melaksanakan seluruh fungsi dan peran manajemen dengan baik, penting bagi kita untuk mengetahui dan memahami seluk-beluk dari motivasi yang dapat dikatakan sebagai hal yang cukup kompleks. Berikut adalah berbagai pengetahuan, konsep, dan langkah praktik motivasi.

Pengertian Motivasi

Motivation atau Motivasi berasal dari kata movere yang berarti “dorongan” atau “menggerakkan” (Firmansyah & Mahardhika, 2018, hlm. 164). Menurut Gibson (1984 dalam Krisnandi dkk, 2019, hlm. 155), motivasi adalah suatu proses yang menentukan pilihan antara beberapa alternatif dari kegiatan sukarela. Sebagian dari perilaku dipandang sebagai kegiatan yang dapat dikendalikan orang secara sukarela, dan agar kegiatan itu dapat dilakukan secara sukarela, maka diperlukan motivasi.

Sementara itu Kreitner dan Kinicki (1998) berpendapat bahwa motivasi adalah proses psikologis yang meningkatkan dan mengarahkan perilaku untuk mencapai tujuan. Pernyataan tersebut memberikan implikasi bahwa tujuan adalah hakikat utama dari motivasi.

Selanjutnya, Krisnandi dkk (2019, hlm. 155) berpendapat bahwa motivasi merupakan suatu pembentukan perilaku yang dicirikan oleh berbagai aktivitas melalui suatu proses psikologis yang dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik untuk mengarahkan seseorang menuju tujuan.

Dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah proses psikologis yang mendorong, meningkatkan, dan mengarahkan pembentukan perilaku seseorang untuk secara sukarela bahkan senang melakukan berbagai aktivitas untuk mencapai tujuan.

Motif, Motivasi, dan Motivasi Kerja

Pada dasarnya, perilaku bawahan dalam suatu kehidupan berorganisasi cenderung berorientasi tugas (Wahjosumidjo, 1984). Hal tersebut mencerminkan bahwa perilaku bawahan biasanya didorong oleh suatu keinginan untuk mencapai tujuan. Pencapaian tujuan itu harus senantiasa diobservasi, diarahkan, dan dimonitor agar tidak berlawanan dengan norma organisasi. Untuk melakukannya, diperlukan observasi terhadap prilaku serta analisis motif, motivasi, dan motivasi kerja.

  1. Motif
    Motif didefinisikan sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, dimulai dari dorongan dalam diri, dan diakhiri dengan penyesuaian diri (Krisnandi dkk, 2019, hlm. 154). Penyesuaian diri dapat dikatakan dilakukan untuk memuaskan motif. Dengan demikian, motif dapat diartikan pula sebagai dorongan yang mendasari seseorang untuk menjalankan suatu aktivitas.
  2. Motivasi
    Motivasi merupakan hal ataupun situasi yang membentuk suatu dorongan. Berdasarkan definisi tersebut, motif dapat disimpulkan sebagai dorongan berupa kebutuhan dari dalam diri seseorang yang harus dipenuhi agar orang tersebut dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan di sekitarnya. Dengan kata lain, motivasi merupakan situasi yang menggerakkan seseorang untuk mencapai tujuan motifnya.
  3. Motivasi Kerja
    Motivasi kerja ialah suatu situasi yang mempengaruhi pembentukan, pengarahan dan pemeliharaan terhadap perilaku terkait lingkungan kerja (Krisnandi dkk, 2019, hlm. 155).

Jenis-jenis Motivasi

Motivasi setidaknya dapat dibagi menjadi dua jenis. Menurut Hasibuan (2019, hlm. 150) jenis-jenis motivasi tersebut adalah sebagai berikut.

  1. Motivasi Positif (Insentif Positif)
    Motivasi Positif adalah Manajer memotivasi (merangsang) bawahan dengan memberikan hadiah/reward kepada mereka yang berprestasi di atas prestasi standar.
  2. Motivasi Negatif (Insentif Negatif)
    Motivasi Negatif adalah Manajer memotivasi bawahan dengan standar mereka akan mendapatkan hukuman. Dengan motivasi negatif ini semangat bekerja bawahan dalam waktu pendek akan meningkat karena mereka takut dihukum, tetapi untuk jangka panjang dapat berakibat kurang baik.

Pendekatan Motivasi

Terdapat banyak macam pendekatan yang dapat digunakan untuk mengelola motivasi. Pada umumnya, motivasi dijalankan dengan beberapa pendekatan sebagai berikut.

Pendekatan Tradisional (Klasik)

Pendekatan motivasi klasik pertama kali diperkenalkan oleh FW. Taylor. Dinamakan pendekatan klasik karena Taylor hanya memandang motivasi pekerja dari segi pemenuhan terhadap kebutuhan fisiknya. Kebutuhan tersebut bisa dipenuhi melalui gaji/upah dan insentif berupa uang maupun barang sebagai imbalan atas capaian prestasi tertentu. Tanpa imbalan tersebut, pekerja tidak akan berupaya keras untuk meningkatkan prestasi kerjanya.

Namun dibalik kegunaannya yang sudah terbukti sejak lama ini, motivasi dengan pendekatan tradisional memiliki kekurangan. Hal tersebut karena motivasi kerja yang dilandasi oleh keinginan untuk memperoleh gaji atau  insentif untuk memenuhi kebutuhan jasmani memicu pekerja menjadi kurang perhatian terhadap sasaran organisasi, sehingga mengurangi rasa kepemilikan terhadap organisasi.

Pendekatan Hubungan Manusia

Pendekatan motivasi ini pertama kali diperkenalkan oleh Elton Mayo. Secara garis besar, pendekatan ini menyangkal argumentasi pendekatan tradisional karena manusia dinilai tidak hanya membutuhkan uang, tetapi juga interaksi dengan orang lain. Seorang karyawan dapat kehilangan motivasinya apabila menjalankan pekerjaan yang repetitif serta tidak mendapatkan suatu pengakuan atau penghargaan dari organisasi.

Oleh karena itu, pendekatan hubungan manusia menekankan pentingnya pengakuan dan penghargaan terhadap kebutuhan sosial karyawan. Sebagai salah satu faktor produksi, manusia semestinya memang ditempatkan di posisi yang penting demi tingginya pencapaian produktivitas. Dalam hal ini, Mayo meyakini bahwa pimpinan bisa memotivasi karyawannya dengan cara mengakui kebutuhan sosial mereka serta membuat mereka merasa senang, berguna, dan dipentingkan di lingkungan kerja.

Pendekatan Sumber Daya Manusia

Pendekatan klasik dan hubungan manusia cenderung menekankan pemenuhan oleh pimpinan terhadap kebutuhan karyawan. Artinya, pimpinan berwenang penuh terhadap karyawan, sementara kepentingan dari karyawan itu sendiri cenderung diabaikan.

Akhirnya, Douglas McGregor beserta para ahli lainnya memberikan kritik keras terhadap kedua pendekatan tersebut. Mereka berpendapat bahwa kedua pendekatan tersebut cenderung mengarah ke upaya manipulasi terhadap karyawan dan cenderung terlalu menyederhanakan motivasi, yakni dengan berfokus ke satu faktor saja, seperti uang dan hubungan sosial.

Menurut pendekatan motivasi sumber daya manusia, seorang manusia tidak otomatis memandang suatu pekerjaan sebagai hal yang tidak dikehendaki (teori Y), tetapi sebagai peluang untuk berkarier yang mampu menimbulkan kepuasan. Pendekatan SDM mempunyai tiga prinsip utama, yakni sebagai berikut.

  1. Pekerja memperoleh kepuasan dari suatu prestasi.
  2. Insentif dan pengakuan sosial tidak melandasi pekerja untuk berprestasi.
  3. Motivasi kerja ditimbulkan oleh kesadaran untuk mencapai prestasi kerja (Krisnandi dkk, 2019, hlm. 156).

Pendekatan Kontemporer

Pendekatan motivasi kontemporer didominasi oleh tiga jenis teori. Tiga jenis teori kontemporer dalam motivasi tersebut adalah sebagai berikut.

  1. Teori isi,
    yakni pendekatan yang menekankan analisis yang melandasi berbagai kebutuhan manusia.
  2. Teori proses,
    yakni pendekatan yang berkaitan dengan serangkaian proses pemikiran yang mempengaruhi suatu perilaku. Teori ini berfokus pada cara yang ditempuh oleh karyawan dalam mencari penghargaan kerja.
  3. Teori penguatan,
    adalah teori penguatan yang berfokus pada bagaimana karyawan mempelajari perilaku kerja yang diharapkan.

Teori Motivasi

Teori motivasi juga terbagi menjadi beberapa konsepsi yang dikemukakan oleh para ahli. Sebagai gambaran awal, setidaknya terdapat dua jenis teori motivasi, yakni:

  1. Teori kepuasan yang cenderung menekankan berbagai faktor internal yang mendukung, memperkuat, mengarahkan, dan menghentikan; dan
  2. Teori proses yang menganalisis bagaimana perilaku tersebut didukung, diperkuat, diarahkan, dan dihentikan. Di antara banyak teori motivasi, ada tiga nama yang paling mempengaruhi pemikiran terkait teori kepuasan, yakni Abraham Maslow, Frederich Herzberg dan David McCelland.

Teori Kebutuhan Maslow

Menurut Maslow, seseorang memiliki lima kebutuhan umum yang keseluruhannya dapat diatur berdasarkan hierarki kepentingannya. Kebutuhan yang paling mendasar dan pertama kali harus dipuaskan ialah kebutuhan fisiologis yang kemudian diikuti oleh kebutuhan rasa aman, sosial, penghargaan dan aktualisasi diri yang akan dijelaskan pada pemaparan berikut.

  1. Kebutuhan fisiologis,
    yakni kebutuhan dasar yang menunjang kehidupan manusia, mulai dari sandang, pangan, hingga papan. Tidak terpenuhinya kebutuhan fisiologis akan menyebabkan kebutuhan lainnya menjadi tidak mampu memotivasi manusia.
  2. Kebutuhan rasa aman,
    yakni kebutuhan untuk terbebas dari bahaya fisik dan rasa takut, baik ketakutan kehilangan pekerjaan maupun materi.
  3. Kebutuhan sosial,
    yakni kebutuhan terhadap pergaulan dan interaksi sosial serta untuk menjadi bagian dari suatu kelompok.
  4. Kebutuhan penghargaan,
    yakni kebutuhan untuk dihargai oleh orang lain.
  5. Kebutuhan aktualisasi diri,
    yakni kebutuhan untuk mengembangkan diri menjadi sosok yang diimpikan (Krisnandi dkk, 2019, hlm. 158).

Teori Dua Faktor Herzberg

Teori dua factor Herzberg didasari atas pengklasifikasian hierarki Maslow ke dalam kebutuhan atas dan bawah. Menurut Herzberg, situasi yang dapat memenuhi kebutuhan atas ialah penghargaan dan aktualisasi diri yang kemudian akan menambah motivasi kerja (Krisnandi dkk, 2019, hlm. 159). Suatu organisasi juga perlu memfasilitasi pemenuhan kebutuhan tingkat bawah dari karyawannya untuk mempertahankan karyawan yang bersangkutan agar tetap bersedia untuk bekerja di organisasi tersebut, bukan untuk memotivasi perilaku kerjanya.

Dua faktor motivasi yang dikemukakan Herzberg ialah faktor yang membuat orang merasa puas dan tidak puas. Dua faktor dalam teori motivasi Herzberg juga dipandang mempunyai dua situasi, yakni:

  1. situasi dimana orang merasa sehat dan situasi dimana diperlukan faktor motivasi; dan
  2. faktor intrinsik dan ekstrinsik (Krisnandi, 2019, hlm. 159).

Teori Motivasi McClelland

Hasil penelitian McClelland (1968) menunjukkan bahwa kebutuhan kuat untuk berprestasi dan dorongan untuk sukses berketerkaitan dengan sejauh mana seseorang termotivasi dalam menjalankan tugasnya. Kebutuhan yang dikemukakan oleh McClelland antara lain kebutuhan atas prestasi, afiliasi dan kekuasaan. Orang berkebutuhan tinggi cenderung tertarik untuk mempertanggungjawabkan pemecahan terhadap berbagai permasalahan, menetapkan sasaran yang relatif sulit baginya dan mengambil risiko yang telah terkalkulasi untuk mencapai sasaran tersebut.

Teori Keadilan (Equity Theory)

Faktor motivasi kerja utama ialah pengevaluasian terhadap keadilan atas suatu penghargaan. Dalam hal ini, bawahan membandingkan usaha yang dilakukannya dan imbalan yang diterimanya dengan usaha dan imbalan yang dilakukan dan diterima oleh orang lain pada iklim kerja serupa. Dalam konteks ini, keadilan itu sendiri ialah komparasi antara input dari pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang dengan imbalan yang diperolehnya. Pada teori ini, kunci utama motivasi individu ialah kepuasan akibat perlakuan yang sama.

Ketidakadilan yang dirasakan karyawan akan mendorong karyawan tersebut untuk mengupayakan sesuatu sebagai bentuk responsnya terhadap ketidakadilan tersebut, misalnya dengan menurunkan tingkat produktivitas. Tendensi lain dari ketidakadilan yang dirasakan karyawan antara lain meliputi:

  1. Karyawan mengubah jumlah input dan outputnya sendiri ataupun orang lain;
  2. Karyawan mempengaruhi orang lain untuk mengurangi ataupun mengubah input dan outputnya;
  3. Karyawan berperilaku mengubah input dan outputnya sendiri;
  4. Karyawan mencari pembanding lain; dan
  5. Karyawan meninggalkan pekerjaannya.

Teori Harapan (Expectancy Theory)

Teori harapan berasumsi bahwa orang akan memilih suatu cara berperilaku dari berbagai alternatif berdasarkan harapannya terhadap hal yang akan diperolehnya dari setiap tindakan. Harapan tersebut mencerminkan persepsi seseorang terkait kesukaran pencapaian perilaku tertentu serta terkait probabilitas ketercapaian perilaku tersebut.

Teori harapan dilandasi oleh asumsi berikut ini terkait perilaku dalam organisasi.

  1. Setiap individu memiliki tujuan serta tingkat kebutuhan dan keinginan yang berbeda.
  2. Perilaku individu ditentukan oleh kombinasi dari berbagai faktor internal dan eksternal.
  3. Individu membuat pilihan di antara berbagai alternatif perilaku berdasarkan ekspektasinya terhadap suatu perilaku yang berpotensi untuk memberi hasil yang diinginkannya.
  4. Keputusan terkait perilaku dalam organisasi dibuat secara sadar oleh individu terkait.

Prinsip utama dari teori harapan dapat dijelaskan sebagai berikut.

  1. P = F (M X A)
    Performance (P) atau prestasi merupakan fungsi (F) perkalian antara Motivasi (M), yakni kekuatan, dan ability (A).
  2. M-F (V1 X E)
    Motivasi (M) merupakan fungsi (F) perkalian antara Valensi dari setiap hasil tingat pertama (V1) dan expectancy (E) atau harapan bahwa perilaku tertentu akan diikuti oleh suatu hasil tingkat pertama. Jika harapannya rendah, maka motivasinya akan kecil. Sebaliknya, jika nilai valensi dari suatu perolehan adalah nol, maka nilai mutlak ataupun variasi dari besarnya harapan untuk menyelesaikannya pun tidak akan berpengaruh sama sekali.
  3. V1 = (V2 X I)
    Valensi yang berkaitan dengan beragam hasil tingkat satu (V1) merupakan fungsi (F) perkalian antara jumlah valensi tingkat dua (V2) dan instrumentalitas (I) ataupun pertalian antara pencapaian tingkat pertama dengan tingkat kedua.

Teori Penguatan (Reinforcement Theory)

Berbeda dari teori kepuasan yang menjelaskan “apa”, teori proses berupaya menguraikan “bagaimana”, yakni bagaimana konsekuensi dari perilaku di masa lalu dapat mempengaruhi tindakan mendatang dalam suatu proses pembelajaran. Menurut teori penguatan, perilaku yang dibalas secara menyenangkan dengan reward cenderung akan diulangi kembali pada masa mendatang, sebaliknya, perilaku yang dibalas secara tidak menyenangkan dengan hukuman (punishment) cenderung tidak akan diulangi kembali pada masa mendatang (Krisnandi dkk, 2019, hlm. 164).

Agar bisa mengubah perilaku seseorang melalui penguatan, manajer perlu mengubah konsekuensi dari setiap perilaku yang mungkin ditunjukkan seseorang. Metode untuk mengubah perilaku seseorang antara lain yaitu sebagai berikut.

  1. Konsekuensi Positif
    Seseorang diberi konsekuensi positif apabila ia dapat mengubah kebiasaannya. Misalnya, kalau mahasiswa yang biasa terlambat datang itu bisa mengubah perilakunya dengan menepati jam masuk kuliah, maka yang bersangkutan akan dijamin untuk lulus ujian.
  2. Kritik dan Evaluasi
    Kebiasaan datang terlambat kuliah juga bisa diubah dengan selalu mengkritik dan menilai kebiasaan itu, yaitu dengan mengatakan bahwa kebiasaan itu sangat jelek.
  3. Abai
    Tidak peduli apakah yang bersangkutan bisa datang tepat waktu atau terlambat, yang penting proses kuliah tetap jalan sesuai jadwal. Tidak ada kelonggaran atas keterlambatan masuk kuliah.
  4. Hukuman
    Metode ini dipandang sangat ekstrem, tapi cukup efektif. Penggunaan hukuman untuk mengubah perilaku mahasiswa tadi bertujuan untuk memberinya peluang agar bisa melihat kembali perilaku buruknya dan berupaya untuk memperbaiki perilaku tersebut (Krisnandi dkk, 2019, hlm. 164).

Penerapan Teori Motivasi

Mendesain dan menjalankan program motivasi yang sukses bukanlah suatu hal mudah. Pimpinan tidak bisa sekadar memilih suatu teori untuk kemudian diterapkan secara harfiah karena pada realitanya, suatu organisasi memiliki dinamika tersendiri dan dikelilingi oleh berbagai faktor yang bisa mempengaruhi keutuhan penerapan teori motivasi.

Penerapan dari teori motivasi sendiri tentunya amatlah beragam. Ambil contoh kita akan menerapkan teori motivasi Maslow, maka beberapa tindakan yang dapat dilakukan sebagai praktik pengelolaan motivasi adalah sebagai berikut.

  1. Memberi imbalan finansial (upah, gaji) untuk memenuhi kebutuhan fisik.
  2. Memberikan kontrak kerja dan jaminan pensiun agar para karyawan merasa terjamin dan aman.
  3. Memberikan identitas organisasi agar karyawan bisa merasa menjadi bagian di dalamnya (mulai dari hal-hal seperti etos dan tujuan perusahaan, sampai rincian kecil-kecil seperti pakaian kerja, yang mencerminkan identitas perusahaan tersebut.
  4. Memberi imbalan ataupun hadiah uang, promosi serta pengakuan dalam berbagai bentuk atas prestasi ataupun pelaksanaan kerja yang baik.
  5. Secara tidak langsung, walaupun gaji yang diterima dapat memungkinkan karyawan untuk melakukan hal-hal yang membantu mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dirinya, organisasi terkait bisa memberikan mereka suatu lingkup kerja dan tanggung jawab bagi mereka untuk melakukan hal itu (Krisnandi dkk, 2019, hlm. 166).

Tindakan yang dapat dilakukan oleh pimpinan antara lain sebagai berikut.

  1. Memastikan bahwa karyawan memperoleh imbalan finansial sesuai haknya.
  2. Memastikan bahwa karyawan memahami aturan dan program organisasi yang mendukung rasa aman mereka, dan bila memang mungkin angkatlah sebagai karyawan tetap.
  3. Menciptakan atmosfer tim di antara karyawan, misalnya melalui konsultasi serta pembagian kontrol dan tanggung jawab.
  4. Memberi pengakuan kepada setiap karyawan dengan cara memperhatikan perkembangan tiap karyawan tersebut dan memuji setiap kontribusinya terhadap tim dan organisasi.
  5. Membantu pengembangan diri karyawan, yakni dalam aspek responsibilitas, independensi, dan inisiatif (Krisnandi, 2019, hlm. 166).

Referensi

  1. Firmansyah, Anang dan Mahardhika, Budi W. (2018). Pengantar manajemen. Yogyakarta: Penertbit Deepublish.
  2. Hasibuan, Malayu S. P. (2019). Manajemen: dasar, pengertian, dan masalah. Jakarta : Bumi Aksara.
  3. Krisnandi H., Efendi S., Sugiono E. (2019). Pengantar manajemen. Jakarta: LPU-UNAS.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *