Neurosains adalah sistem ilmu baru yang mempelajari tentang sistem kerja saraf manusia melalui pendekatan multidisipliner. Istilah ini berasal dari Bahasa Inggris, yakni “neural” dan “Science” yang artinya “saraf” dan “ilmu pengetahuan”. Dengan demikian, secara etimologi neurosains adalah ilmu pengetahuan mengenai saraf.

Dalam bidang psikologi dan pendidikan, neurosains merupakan ilmu yang dilakukan melalui pendekatan multidisipliner, yang artinya tidak hanya melibatkan satu bidang studi saja. Hal ini karena studi mengenai syaraf ini dipelajari untuk mengetahui implikasinya pada manusia.

Misalnya bagaimana neurosains digunakan oleh para cendekia psikologi untuk mempelajari perilaku manusia. Seperti yang diungkapkan oleh Pasiak (dalam Asrori, 2020, hlm. 25) bahwa neurosains adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku manusia dengan memberi perhatian pada sistem saraf otak. Para ahli pendidikan juga sering menggunakan pendekatan neurosains dalam melakukan penelitian terhadap peserta didiknya.

Secara terminologi, neurosains merupakan bidang ilmu yang mengkhususkan pada studi saintifik terhadap sistem saraf. Seperti yang diungkapkan oleh oleh Hernanta (dalam Asrori, 2020, hlm. 26) bahwa neurosains merupakan bidang ilmu yang menghususkan pada studi saintifik dari sistem saraf otak manusia. Atas dasar tersebut, neurosains juga sering disebut ilmu yang mempelajari otak dan seluruh fungsi saraf belakang.

Tujuan Neurosains

Ikrar (dalam Asrori, 2020, hlm. 26) berpendapat bahwa neurosains adalah ilmu yang rumit dan menantang karena menyangkut otak yang menjadi pusat kehidupan. Prinsip dasar neurosains dimaksudkan untuk memberikan pemahaman yang sangat mendasar tentang cara kerja sistem saraf manusia.

Dalam ilmu kesehatan dan kedokteran neurosains tetunya dipelajari atas dasar pengetahuan apa adanya yang dibutuhkan. Namun melalui pendekatan multidisipliner, baik dari bidang psikologi maupun pendidikan, neurosains diperlakukan sebagai dasar-dasar empiris jasmaniah yang dapat dilihat dan rasakan langsung untuk meneliti berbagai hal lain yang tidak dapat dilihat atau diteliti secara langsung.

Misalnya, menurut Iyan (dalam Asrori, 2020, hlm. 26) Jika dikaitkan dengan perkembangan hakikat diri manusia, neurosains adalah ilmu yang mengkaji diri manusia sebagai proses yang berlangsung pada tingkat sel saraf hingga proses perhubungan manusia dengan Tuhan. Hal ini kemudian menghasilkan studi baru yang biasa disebut dengan neurospiritual.

Para ahli telah mengembangkan dan mendorong kemaujuan neurosains menjadi ilmu modern dan ilmu masa depan yang bisa berimplikasi sangat luas terhadap kehidupan manusia. Tujuan utama dari neurosains adalah mempelajari dasar-dasar biologis dari setiap perilaku (Asrori, 2020, hlm. 26). Artinya, tugas utama dari neurosains adalah menjelaskan perilaku manusia dari sudut pandang aktivitas saraf yang terjadi di dalam tubuhnya.

Neurosains dan Perilaku Manusia

Pada dasarnya, neurosains tetaplah berfokus pada penelitian mengenai organ saraf manusia itu sendiri. Oleh karena itu, sistem saraf manusia merupakan pengetahuan dan asumsi dasar yang akan digunakan untuk melakukan studi multidisipliner. Berikut adalah beberapa contoh nyata dari penelitian neurosains sebagai ilmu multidisipliner untuk mempelajari perilaku manusia.

Cortex Prefrontal

Dalam Neurosains, cortex prefrontal dianggap sebagai penghubung utama antara emosi dan kognisi manusia, melalui ciri emosi dan kognisi manusia dikelola. Bagian hubungan kognisi dan emosi inilah yang menjadikan manusia berbeda dengan makhluk yang lain. karena makhluk yang lain tidak memiliki kemampuan menghubungkan kognisi dan emosi.

Kerusakan pada cortex prefontal dapat menyebabkan hilangnya kemampuan dalam kendali emosi. Salah satu contoh kasus terkait dengan kerusakan cortex prefontal ini ialah kasus yang terjadi pada Phineas Gage. Secara kronologis Gage mengalami kecelakaan saat dia bekerja, batang besi menembus kepalanya dan merusak bagian cortex prefontal. Setelah dilakukan pengangkatan besi tersebut, Gage tidak mengalami perubahan terkait kemampuan intelektualnya, tetapi Gage mengalami perubahan-perubahan kepribadian salah satu buktinya dia tidak bisa mengambil keputusan dan mentaati peraturan sistem sosial (Asrori, 2020, hlm. 28).

Perasaan, emosi, dan afeksi adalah hal yang selalu ingin diketahui oleh banyak bidang termasuk seni karena berkaitan dengan performans seorang seniman baik di panggung maupun artifak berupa lukisan. Melalui pendekatan neurosains yang spesifik membahas cortex prefrontal, praktisi bidang lain mampu mendapatkan berbagai referensi empiris yang dapat dikaitkan dengan bidang ilmunya sendiri.

Cerebrum

Cerebrum adalah bagian otak yang berhubungan dengan kemampuan asosiasi manusia. Oleh karena itu, serebrum juga sering disebut sebagai area asosiasi atau otak besar. Area ini terdiri dari beberapa komponen yaitu lobus parietalis, lobus frontalis, lobus temporalis, dan lobus occipitals. Yang mana komponen ini berfungsi sebagai fungsi kognitif, emosi, dan pencarian makna hidup, artinya pada area asosiasi inilah tempat kesadaran di proses. Berhubungan dengan spiritualiatas, kemudian area ini lebih spesifik lagi membagi kepada area asosiasi visual, asosiasi atensi, asosiasi orientasi, serta asosiasi konseptual verbal.

Asosiasi visual yang terletak pada lobus temporal erat kaitannya dengan spiritualitas manusia. Lobus temporal berfungsi untuk memvisualisasikan persepsi yang ada dalam diri seseorang sesuai dengan stimulus yang ada. Seperti visualisasi dalam meditasi atau doa. Jika terjadi kerusakan pada area ini maka dia tidak akan mampu mengenali apapun terkait dengan kemampuan kognisi maupun memori, dan yang lebih parahnya lagi tidak akan mampu mengenali dirinya sendiri.

Sementara itu, area asosiasi atensi yang struktur otak terletak pada bagian cortex prefontalis berfungsi untuk menata bermacam perintah-perintah kompleks seperti proses bahasa, memori, kesadaran introspeksi diri, dan kesenangan (Newberg dalam Asrori, 2020, hlm. 29). Selain itu cerebrum juga berfungsi sebagai bagian otak yang memadukan gerakan tubuh dan perilaku yang dihubungkan dengan tujuan tertentu, pada bagian ini juga memiliki hubungan dengan lobus frontal (singgasana kehendak). Cerebrum juga berfungsi untuk menciptakan konsep-konsep abstrak untuk kemudian dikaitkan dengan kata-kata.

Lymbic System

Struktur hipotalamus memiliki fungsi sebagai pengatur utama hormon-hormon tubuh, dan merupakan bagian tertua dari sistem ini. Secara sederhananya hipotalamus berfungsi berfungsi sebagai pengirim sinyal hormonal dan neural, sebagai pengirim perintah ke sistem saraf otonom yang melakukan terhadap kontrol berbagai fungsi tubuh yang besifat vegetatif. Termasuk di dalamnya adalah produksi air mata, pernafasan suhu tubuh, air liur, keringat, dll.

Sistem Saraf Otonom

Sistem saraf ini bekerja berdasarkan perintah internal, tidak ada intervensi dari bagian saraf yang lain. Sistem saraf inilah yang berfungsi mempertahankan beberapa fungsi dasar kehidupan seperti bernapas, detak jantung, tekanan darah, suhu tubuh, dll. Sistem saraf otonom tersebut dibangun oleh dua komponen utama, yaitu sistem saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Di antara empat sistem saraf otonomik tersebut ialah, hiperquiescent (keadaan relaksasi tidak biasa), biasanya keadaan ini hanya bisa terjadi pada saat tidur atau ketika melakukan meditasi.

Baca juga: Sistem Saraf Manusia: Dari Neuron hingga Saraf Tepi (Lengkap)

Neurosains dan kreativitas

Neurosains juga sering dikaitkan dengan kreativitas manusia, di mana selama ini penciptaan dianggap salah satu kegiatan dan aktivitas manusia yang paling memberikan pengaruh besar terhadap kesejahteraan umat manusia. Penciptaan juga merupakan tingkat kognitif tertinggi yang paling sulit untuk dikuasai oleh peserta didik karena membutuhkan kompetensi tinggi dan determinasi yang tinggi pula. Oleh karena itu, tidak heran apabila apa-apa mengenai kreatif dan berpikir kreatif merupakan hal yang sering dipertanyakan dalam neurosains pendekatan multidisipliner pula.

Menurut Asrori (2020, hlm. 32) kata “kreatif” berasal dari bahasa latin “crate” berarti menyebabkan tumbuh, menghasilkan, menciptakan, mengeluarkan. Kreativitas dapat didefinisikan sebagai suatu gagasan-gagasan yang baru dan berguna. Menurut Barron, kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Rogers mendefinisikan kreativitas ialah kemampuan yang menandai ciri-ciri orang kreatif.

Terdapat dua ciri mengenai cara berfikir kreatif menurut Guilford yaitu:

  1. cara berpikir konvergen, yakni cara-cara individu dalam memikirkan sesuatu dengan pandangan bahwa hanya ada satu jawaban yang benar.
  2. cara berpikir berpikir divergen, yaitu kemampuan individu untuk mencari alternatif jawaban terhadap sebuah persoalan.

Fungsi-fungsi otak yang memiliki keterkaitan dengan pendidikan bagian otak tersebut merupakan sistem kendali di antaranya adalah sebagai berikut.

Cortex Prefontalis

Bagian ini secara garis besarnya berfungsi sebagai pembentuk kepribadian manusia, salah satunya ialah motivasi. Hal ini menjadi sangat penting diketahui dan dipahami oleh para guru dan pendidik lainnya, salah satu cara yang bisa dilakukan oleh guru maupun tenaga pendidik ialah memahami kondisi peserta didik secara utuh dan mendorong para peserta didik untuk mengungkapkan setiap gagasan-gagasannya. cortex prefontalis. Bagian ini secara garis besarnya berfungsi sebagai pembentuk kepribadian manusia, salah satunya ialah motivasi. Piers dalam buku yang ditulis oleh Ngalimun menyebutkan bahwa salah satu ciri karakteristik kreativitas ialah memiliki dorongan (drive yang tinggi).

Area Asosiasi

Bagian otak yang disebut dengan area asosiasi yang didalamnya meliputi lobus parietalis, lobus frontalis, lobus temporalis, dan lobus occipital. Pada area lobus parietalis selain sebagai komponen penting dalam pembentukan kesadaran dan perhatian, bagian ini secara kognitif juga memiliki peranan kemampuan berpikir secara matematis (Suyadi dalam Asrori, 2020, hlm. 33).

Jika kita mempelajari teori Piaget tentang tahapan-tahapan perkembangan kognitif, kemampuan berpikir secara matematis seorang anak berada pada tahap operasional konkret usia 7-11 tahun, di mana seorang anak sudah mampu melakukan operasi atau yang dikenal dengan tindakan terbalik.

Terkait dengan kreativitas, penulis menyebutnya dengan kemampuan berpikir secara periodik, jika potensi ini dimaksimalkan dalam dunia pendidikan maka peserta didik akan mampu membaca keadaan secara utuh dan akan dimunculkan dalam bentuk perilaku.

Lobus frontalis pada area asosiasi salah satu fungsinya ialah kemampuannya dalam menghasilkan sebuah kata-kata. Potensi ini jika dimaksimalkan maka sangat mungkin melahirkan pribadi yang kritis dan berani menyampaikan pendapat dan keyakinannya. Lobus temporalis memiliki fungsi yang salah satunya ialah penyimpanan memori visual. Oleh karena itu, sudah sepatutnya kemampuan ini dimaksimalkan karena akan mempengaruhi terhadap kreativitas seseorang, yakni dengan memadukan informasi yang pernah tersimpan dalam memori otak dengan informasi baru untuk menghasilkan sesuatu yang baru.

Bagian terakhir pada area asosiasi ialah lobus occipital. Bagian ini dalam otak fungsinya hampir sama dengan lobus temporal. Namun pada area ini ada bagian tertentu yang memiliki peranan yang berbeda, misalnya terkait dengan warna, proses pergerakan, dll.

Lymbic System

Lymbic System atau sistem limbik terdapat bagian yang disebut dengan hypotalamus, amygdala, dan hypocampus.

  1. Hypotalamus memliki fungsi pelepasan hormon dalam tubuh. Selain itu, hipotalamus juga berfungsi untuk mengeluarkan air liur, keringat, dll. Dalam dunia pendidikan, seorang guru dalam memberikan panduan terkait maksimalisasi potensi dan mengarahkan ke arah yang positif.
  2. Amygdala dalam sistem limbik berperan sebagai pusat ekspresi dari emosi tingkat tinggi, seperti ekspresi yang bernuansa cinta, ekspresi saling memiliki keterikatan, ketidakpercayaan, dan segala yang berhubungan dengan afeksi diatur oleh amygdala ini. Dalam pendidikan sangat penting potensi ini dimaksimalkan, karena jika potensi ini dimaksimalkan maka tidak akan ada lagi permusuhan, adanya saling percaya, dll. Sehingga dari sini kreativitas seorang peserta didik akan muncul.
  3. Hypocampus memiliki peran penting untuk memasukkan informasi ke dalam memori, tapi perlu diketahui bahwa hypocampus ini bukan memori. Selain itu hypocampus seperti telah disebutkan di atas juga berfungsi sebagai pengendali emosi yang ekstrim, hal ini perlu dilatih sehingga potensi ini menjadi maksimal.

Referensi

  1. Asrori. (2020). Psikologi pendidikan pendekatan multidisipliner. Banyumas: Pena Persada.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *