Pengamatan atau observasi merupakan salah satu gejala kognisi yang dapat muncul dalam proses mental manusia. Proses mental pengamatan merupakan salah satu gejala penting dalam manusia karena merupakan salah satu proses penting dalam proses mental belajar. Belajar merupakan aspek krusial manusia yang membedakannya dari organisme-organisme lain. Pengamatan juga menjadi salah satu teknik metode penelitian yang dianggap sebagai pengalaman empiris, sehingga dapat menghasilkan data dan informasi yang objektif karena dilakukan dengan cara nyata dan teralami langsung oleh pancaindra.

Dengan demikian, pengamatan merupakan proses mental yang penting untuk diteliti baik dalam ilmu psikologi, metode penelitian, maupun bidang pendidikan secara umum. Berikut adalah berbagai pemaparan mengenai pengamatan secara umum, baik sebagai gejala kognisi dalam psikologi dan pendidikan, maupun implikasi-implikasinya terhadap kehidupan manusia secara umum.

Pengertian Pengamatan

Menurut Warsah & Daheri (2021, hlm. 82 – 83) Pengamatan dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi sama dengan orang lain, baik secara lahiriah maupun secara batiniah melalui  proses mengenal dunia luar dengan menggunakan indera yang menghasilkan suatu hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian untuk menyadari adanya rangsangan. Dalam pengamatan dengan sadar orang dapat pula memisahkan unsur-unsur dari obyek tertentu.

Misalnya pengamatan seorang anak laki-laki untuk menjadi sama seperti ayahnya atau seorang anak perempuan untuk menjadi sama dengan ibunya. Proses pengamatan ini mula-mula berlangsung secara tidak sadar (secara dengan sendirinya) kemudian irasional, yaitu berdasarkan perasaan-perasaan atau kecenderungan-kecenderungan dirinya yang tidak diperhitungkan secara rasional, dan yang ketiga pengamatan berguna untuk melengkapi sistem norma-norma, cita- cita dan pedoman-pedoman tingkah laku orang yang mengidentifikasi itu (Sujanto, 2011 dalam Warsah & daheri, 2021, hlm. 83).

Ada yang telah berpendapat bahwa gangguan pikiran mewakili ekspresi paling umum dapat menyebabkan tumpang tindih antara gejala/gangguan internalisasi dan eksternalisasi gangguan pikiran, dan tekanan mental non-spesifik (Jeronimus, dkk. 2016). Dengan begitu, saat seseorang mengalami gangguan pikiran, hal utama yang terganggu adalah pengamatannya.

Manusia mengenal dunia ini secara riil, baik dirinya sendiri maupun dunia sekitarnya dimana dia ada, dengan melihatnya, mendengarnya, membawanya atau mengecapnya. Cara mengenal objek yang demikian itu disebut mengamati, sedangkan melihat, mendengar dan seterusnya disebut modalitas pengamatan.

Hal yang diamati itu dialami dengan sifat-sifat; di sini, kini, sendiri dan bermateri. Pengamatan ialah proses mengenal dunia luar dengan menggunakan indera (Sujanto, 2011 dalam Warsah & Daheri, 2021, hlm. 83). Pengamatan juga dapat juga sebagai hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian untuk menyadari adanya perangsang.

Pengamatan dalam Belajar

Sementara itu, menurut Bungin (2015, hlm. 118) observasi atau pengamatan adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja (Bungin, 2015, hlm. 118). Artinya pengamatan merupakan suatu keterampilan atau kemampuan seseorang dan setiap orang memiliki spektrum kemampuan yang berbeda. Oleh karena itu, pengamatan merupakan keterampilan penting untuk memproses gejala kognitif belajar pada manusia.

Dalam proses mental belajar, pengamatan merupakan proses untuk menerima serta menerima rangsangan dengan cara menyeluruh sehingga suatu pengertian dapat diterima secara baik dan benar. Seperti yang diungkapkan oleh Nurjan (2016, hlm. 45) bahwa pengamatan merupakan proses menerima, menafsirkan, dan memberi rangsangan yang masuk melalui indera-indera secara menyeluruh sehingga individu mampu mencapai pengertian secara benar (Nurjan, 2016, hlm. 45).

Pengamatan pada Metode Penelitian

Dalam metode penelitian, teknik pengamatan atau observasi merupakan salah satu bentuk teknik non tes yang biasa dipergunakan untuk menilai sesuatu melalui pengamatan terhadap objeknya secara langsung. Seperti yang diungkapkan oleh Sudijono (2015, hlm. 6) bahwa observasi atau pengamatan adalah cara menghimpun bahan-bahan (data) yang dilakukan dengan cara melakukan pengamatan dan mencatat secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang dijadikan sebagai sasaran pengamatan.

Misalnya, dalam kegiatan pembelajaran, kita dapat melakuan penelitian atau observasi untuk menilai proses dan hasil belajar peserta didik ketika belajar di kelas, berdiskusi, mengerjakan tugas, dan lain-lain. Selain menilai peserta didik, observasi juga bisa dilakukan untuk menilai penampilan guru dalam kegiatan pembelajaran, suasana di kelas, hubungan sosial sesama peserta didik, hubungan sosial guru dengan peserta didik, atau perilaku sosial lainnya.

Proses Pengamatan

Pengamatan adalah aktivitas yang dilakukan makhluk cerdas, terhadap suatu proses atau objek dengan maksud merasakan dan kemudian memahami pengetahuan dari sebuah fenomena berdasarkan pengetahuan dan gagasan yang sudah diketahui sebelumnya, untuk mendapatkan informasi-informasi yang dibutuhkan untuk melanjutkan suatu penelitian (Hilgard, 1999 dalam Warsah & Daheri, 2021, hlm. 82).

Dalam pengamatan dengan sadar orang dapat pula memisahkan unsur-unsur dari obyek tersebut. Misalnya, becak melampaui kita, mula-mula Nampak bulatnya (penginderaan), tetapi kemudian makin jelas catnya, belnya, pengendaranya, rodanya, dan sebagainya.

Proses-proses yang dilalui pengematan tentunya adalah dengan menggunakan pancaindra manusia yang meliputi: penglihatan, pendengaran, rabaan, pembauan (penciuman), dan pengecapan. Setelah itu, menurut Warsah & Daheri, pengamatan pmengalami 3 proses utama, yakni:

  1. Saat alami (physis): saat indera kita menerima perangsang dari alam luar.
  2. Saat jasmani (saat physiologis): saat perangsang itu diteruskan oleh urat syaraf sensoris ke otak.
  3. Saat rohani (saat phychis): saat sampainya perangsang itu keotak, kita menyadari perangsang itu dan bertindak.

Syarat Pengamatan

Sementara itu, agar orientasi pengamatan dapat berhasil dengan baik, diperlukan aspek pengaturan terhadap objek yang diamati, yaitu:

  1. Aspek ruang,
  2. Aspek waktu,
  3. Aspek gestalt, dan
  4. Aspek arti.

Selain itu, syarat-syarat terjadinya pengamatan adalah sebagai berikut.

  1. Ada perhatian kita terhadap perangsang itu.
  2. Ada perangsang yang mengenai alat indera kita.
  3. Urat syaraf sensoris harus dapat meneruskan perangsang itu ke otak.
  4. Kita dapat menyadari perangsang itu. (Warsah & Daheri, 2021, hlm. 83)

Pengamatan dalam Penelitian Psikologi

Pengamatan merupakan salah satu instrumen yang digunakan untuk penelitian psikologi. Misalnya, salah satu aplikasinya adalah melalui teknik pengamatan terstruktur yang dilakukan dengan instrumen penelitian berupa daftar cek. Daftar cek pada dasarnya merupakan daftar tingkah laku sebagai sasaran pengamatan, untuk mengecek apakah masing-masing tingkah laku yang tercantum dalam daftar muncul atau ditemukan (Ada atau Ya) atau tidak muncul alias tidak ditemukan (Tidak Ada atau Tidak) selama pengamatan berlangsung.

Hasil pengamatan tersebut dinyatakan dengan memberikan tanda cek (V) pada kolom yang sesuai di belakang masing-masing tingkah laku. Maka, lazimnya format Daftar Cek akan berupa matriks yang terdiri atas minimal 4 kolom (berisi nomor, bentuk tingkah laku, Ada/Ya, dan Tidak Ada/Tidak) dan baris-baris sebanyak jenis atau bentuk tingkah laku yang diharapkan muncul.

Pengamatan Naturalistik

Dalam pengamatan naturalistik atau tidak terstruktur, guru sebagai pengamat mengamati tingkah laku murid secara live atau on the spot, yaitu dalam situasi aktual atau nyata dengan hanya sedikit atau bahkan sama sekali tanpa campur tangan pengamat serta bebas dari berbagai faktor atau kendala eksternal. Tanpa campur tangan mencakup pengertian bahwa pengamat tidak secara eksplisit mempersiapkan daftar jenis tingkah laku yang akan menjadi sasaran pengamatannya.

Pengamat tetap memiliki tujuan tertentu dalam melakukan pengamatan, namun tujuan itu tidak dijabarkannya ke dalam daftar terstruktur yang akan dipakainya sebagai pedoman seperti yang dilakukannya dalam pengamatan terstruktur dengan daftar cek maupun skala penilaian. Salah satu teknik khas pengamatan naturalistik atau tidak terstruktur adalah anecdotal records atau catatan anekdot (Chatterji, 2003 dalam Warsah & Daheri, 2021, hlm. 57).

Catatan anekdot adalah deskripsi atau catatan rekaman tentang episode-episode atau peristiwa-peristiwa yang berlangsung dalam situasi natural alias wajar atau alamiah. Lazimnya pencatatan peristiwa ini difokuskan pada seseorang murid yang sedang menjadi perhatian guru, sehingga himpunan dari catatan-catatan anekdot semacam ini akan memberikan deskripsi atau gambaran tentang pola tingkah laku murid yang bersangkutan (Chatterji, 2003 dalam Warsah & Daheri, 2021, hlm. 58).

Manifestasi Pengamatan

Pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera seperti mata dan telinga. Berkat pengalaman belajar, seorang siswa-siswi akan mampu mencapai pengamatan yang benar objektif sebelum mencapai pengertian. Pengamatan yang salah akan mengakibatkan timbulnya pengertian yang salah pula. Sebagai contoh, seorang anak yang baru pertama kali mendengarkan radio akan mengira bahwa penyiar benar-benar berada dalam kotak bersuara itu. Namun melalui proses belajar, lambat-laun akan diketahuinya bahwa yang ada dalam radio tersebut hanya suaranya, sedangkan penyiarnya berada jauh di studio pemancar.

Dengan demikian, pengamatan adalah proses mengenal dunia luar dengan menggunakan indra. Proses tersebut berlangsung melalui tiga saat, yaitu saat indra menerima perangsang dari luar, saat perangsang itu diteruskan oleh syaraf sensor ke otak, dan saat sampainya perangsang itu ke otak, barulah individu menyadari dan bertindak.

Hukum-Hukum Pengamatan

Psikologi kognitif mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar Gestalt. Peletak dasar psikologi Gestalt adalah Max Wertheimer (1880-1943) yang meneliti tentang pengamatan dan pemecahan masalah (problem solving). Sumbangannya ini diikuti oleh Kurt Koffka (1886-1941) yang menguraikan secara terperinci tentang hukum-hukum pengamatan.

Teori belajar Koffka didasarkan pada asumsi bahwa pembelajaran dapat  dijelaskan  dengan  prinsip-prinsip  psikologi  Gestalt. Teori belajar Koffka meliputi tiga poin utama di bawah ini.

  1. Jejak memori, yaitu pengalaman yang membekas di otak.
    Jejak ingatan ini disusun secara  sistematis  mengikuti  prinsip  Gestalt  dan akan  muncul lagi  jika kita  mempersiapkan  sesuatu  yang  mirip  dengan  jejak  ingatan
  2. Perjalanan waktu  mempengaruhi  jejak 
    Perjalanan  waktu  tidak  bisa melemahkan,  melainkan  menyebabkan  jejak  berubah,  karena  jejak  ini  cenderung disempurnakan  dan  disempurnakan  untuk  mendapatkan  Gestalt  yang  lebih  baik dalam  ingatan,
  3. Latihan terus  menerus  akan  memperkuat  jejak 

Menurut teori Gestalt, pengamatan manusia pada awalnya bersifat global terhadap objek-objek yang dilihat, karena itu belajar harus dimulai dari keseluruhan, baru kemudian berproses kepada bagian-bagian (Nurjan, 2016, hlm. 17). Pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indra-indra seperti mata dan telinga.

Penjelasan lebih jauh mengenai hukum-hukum pengamatan menurut teori psikologi Gestalt dapat disimak pada link di bawah ini.

Baca juga: Teori Gestalt: Pengertian, Prinsip, Perkembangan & Penerapannya

Referensi

  1. Bungin, M. B. (2015). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana.
  2. Nurjan, Syarifan. (2016). Psikologi Belajar. Ponorogo: Wade Group.
  3. Sudijono, Anas. 2015. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
  4. Warsah, I., Daheri, M. (2021). Psikologi: suatu pengantar. Yogyakarta: Tunas Gemilang Press.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *