Perkembangan dewasa madya atau usia paruh baya adalah periode lanjutan dari puncak kematangan manusia dewasa awal, yakni umur 40 tahun, dengan rentang usia 40 hingga 60 tahun (Thahir, 2018, hlm. 167). Dalam masa ini seseorang menghadapi tiga macam tugas yaitu penilaian kembali masa lalu, mengubah struktur kehidupan, proses individuasi (Saleh, 2019, hlm. 141). Dari situlah muncul  ungkapan “life start at 40” atau hidup dimulai dari usia 40 tahun, karena pada usia tersebut individu dapat sepenuhnya berkaca dan merefleksikan berbagai kesalahannya pada pada masa lalu, namun masih memiliki setengah umur untuk menciptakan atau mengarungi kehidupan baru.

Mereka juga akan mengalami zaman baru yang dapat dikatakan amatlah berbeda jauh dengan kondisi mereka tumbuh sebelumnya. Kemampuan individu-individu ini untuk mampu menyesuaikan diri hasilnya akan tergantung pada dasar-dasar yang ditanamkan pada tahap awal kehidupan, khususnya harapan tentang penyesuaian diri terhadap peran dan harapan sosial dari masyarakat dewasa. Kesehatan mental yang baik juga sangat diperlukan pada masa-masa dewasa, sehingga memberikan berbagai kemungkinan untuk menyesuaikan diri terhadap berbagai peran baru dan harapan sosial usia madya.

Masa dewasa madya ditandai oleh adanya perubahan fisik, mental serta perubahan minat (Hurlock,1980 dalam Masykuroh, 2021, hlm. 123). Erikson (dalam Santrock dalam Masyukuroh 2021, hlm. 123) mengungkapkan bahwa pada periode dewasa madya, terjadi masa kritis dalam penentuan dominasi antara kecenderungan untuk menghasilkan atau kecenderungan untuk menetap. Penentuan dominasi tersebut sebagai pilihan bagi dewasa madya untuk hidup dengan lebih sukses atau berhenti dan tidak melakukan sesuatu lagi. Periode dewasa madya sendiri merupakan bagian penting dan menentukan dalam rentang kehidupan Individu sebagai seorang dewasa.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Harvard University, diketahui bahwa para Super Ager, atau para lansia yang tingkat kesehatannya jauh di atas rata-rata adalah orang-orang yang tidak berhenti melakukan sesuatu. Spesifiknya mereka yang tidak pernah berhenti untuk belajar, baik aktivitas belajar secara sadar dan terencana, maupun berupa melakukan kegiatan sehari-hari yang produktif, tetap bekerja, atau melakukan aktivitas sehari-hari yang melibatkan proses mental psikomotorik (campuran) lainnya. Oleh karena itu, pilihan berhenti atau tidak mau melakukan sesuatu lagi idealnya tidak ada, karena terus bekerja dan belajar akan berpengaruh besar bagi perkembangan periode selanjutnya (dewasa akhir dan lansia).

Karakteristik Dewasa Madya

Seperti periode-periode sebelumnya yang memiliki karakteristik pembeda dari periode lain, begitu pula dengan periode dewasa madya. Berikut karakteristik periode dewasa madya menurut Hurlock (2007 dalam Masykuroh dkk, 2021, hlm. 124-125).

  1. Periode yang ditakuti
    Periode dewasa madya menjadi periode yang ditakuti karena periode ini merupakan periode transisi dari dewasa menuju lansia. Transisi yang terjadi dari berbagai aspek seperti fisik yang mulai melemah serta perubahan tampilan wajah dan kulit yang berkeriput. Selain itu, pada masa ini juga dibayang-bayangi dengan masa pensiun yang sebentar lagi akan mereka jumpai, sehingga ketakutan-ketakutan akan periode selanjutnya semakin timbul di periode ini.
  2. Masa transisi
    Periode dewasa madya dikatakan sebagai masa transisi karena pada usia ini Individu akan mulai belajar untuk mempersiapkan dirinya menjadi orang tua yang sesungguhnya. Pada periode ini Individu akan disibukkan dengan penentuan kehidupannya di masa tua kelak. Masa transisi juga menjadi sebutan pada periode ini karena seperti halnya periode remaja menuju dewasa di mana Individu tidak lagi menjadi seorang anak namun belum dewasa. Begitu pula dengan dewasa madya, satu sisi Individu pada periode ini belum tua, namun tidak pula bisa dikatakan muda.
  3. Masa stres
    Berbagai macam urusan dan permasalahan semakin bermunculan pada periode ini. Singgungan dengan dunia kerja yang semakin kompleks, serta urusan rumah tangga dan masyarakat yang juga tak kalah saing untuk dipikirkan tidak jarang membuat Individu pada periode ini lebih rentan stres. Oleh karena itu, pada periode ini juga disebut sebagai masa setres.
  4. Usia berbahaya
    Pada dasarnya, seperti yang dijelaskan dalam prinsip-prinsip perkembangan bahwa setiap periode mengandung bahaya potensial, maka periode dewasa madya juga tidak lepas dari bahaya. Bahaya yang dialami di periode madya ini adalah karena permasalahan hidup yang semakin banyak dialami pada periode ini.
  5. Usia canggung
    Pada usia dewasa madya, individu tidak bisa lagi dikatakan muda, namun belum juga terlihat “tua”. Kondisi yang membingungkan inilah yang membuat periode dewasa madya disebut sebagai usia canggung.
  6. Masa berprestasi
    Sejalan dengan masa produktif dewasa madya yang menjadi puncak titik karier, periode madya menjadi masa kriris. Erickson (Hurlock, 1980) menjelaskan bahwa dewasa madya berada dalam masa generative (cenderung menghasilkan) vs stagnasi (cenderung untuk tetap berhenti). Penentuan dominasi pada periode ini sangat menentukan kesuksesan dan pencapaian prestasi Individu. Ketika Individu berusaha untuk menjadi lebih generative, maka Ia akan mencapai kesuksesan pada tingkat puncak, namun apabila Ia memilih untuk berada pada masa stagnasi Ia harus bersiap dengan kegagalannya.
  7. Masa evaluasi dengan Standar Ganda
    Standar ganda yang dimaksud di sini bahwa dewasa madya dilihat dari sisi dewasa dan juga dari usia tua. Aspek yang dilihat adalah dari fisik dan juga sikap. Aspek perubahan jasmani yang terjadi pada dewasa madya yaitu, rambut menjadi putih, wajah keriput, otot pinggang mengendur. Secara sikap, dewasa madya tetap merasa dirinya muda dan ingin menua dengan anggun, lambat serta hati-hati agar hidup dengan lebih nyaman.
  8. Masa sepi
    Periode dewasa madya adalah saat Individu mengalami kesepian, kesepian ini terjadi karena anak-anak mereka sudah tidak tinggal lagi dengan mereka. Namun, kasus ini tidak terjadi pada Individu yang menunda kelahiran anak atau menikah lebih lambat, sehingga saat berada di dewasa madya, anak-anak mereka masih berada pada usia sekolah dan tinggal Bersama. Kasus kesepian ini juga tidak terjadi jika anak-anak yang telah menikah memilih untuk tinggal Bersama orang tuanya.
  9. Masa jenuh
    Kejenuhan yang menimpa dewasa madya terjadi karena rutinitas berulang yang dilakukan selama hidup. Sebagai contoh, jika Individu bekerja sejak usia 25 tahun dan menjalani aktivitas yang sama berulang kali selama 20 tahun maka kejenuhan akan timbul. Oleh karena itu, menjadwalkan liburan, mencari pengalaman baru atau menjalani hobi baru juga patut dicoba untuk menghindari kejenuhan.

Tugas Perkembangan Dewasa Madya

Seperti pada tahapan usia lainnya, periode Dewasa Madya juga tidak luput dari tugas perkembangannya agar menjadi berhasil dan dapat melakukan perannya dengan baik. Menurut Hurlock (2007 dalam Masykuroh dkk, 2021, hlm. 125), terdapat 7 tugas perkembangan yang harus dipenuhi Individu pada periode dewasa madya yang di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Melakukan penerimaan penyesuaian diri terhadap kondisi fisik yang telah berubah.
  2. Membuat pandangan-pandangan hidup dan menghubungkannya dengan diri sendiri untuk menjadi pribadi yang utuh.
  3. Mengasuh serta membantu remaja untuk menjadi dewasa yang bertanggung jawab dan Bahagia.
  4. Mencapai serta mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam pekerjaan.
  5. Melakukan pengembangan diri dengan melakukan kegiatan-kegiatan bermanfaat di waktu senggang.
  6. Melakukan tugasnya sebagai warga negara secara penuh dengan memenuhi tanggung jawab sosial.

Perkembangan Fisik Dewasa Madya

Pada masa dewasa madya, berbagai penurunan secara fisik mulai banyak terjadi. Kini degradasi adalah hal utama yang terjadi, tidak seperti masa-masa sebelumnya. Namun beberapa individu masih mampu berkembang atau setidaknya mempertahankan apa yang telah ia bangun di masa remaja dan dewasanya, seperti bagaimana para atlet binaraga masih dapat mampu tampak bugar.

Secara umum, beberapa karakteristik perubahan fisik pada usia dewasa madya adalah sebagai berikut.

  1. Berat badan bertambah.
    Metabolisme individu pada usia ini mulai berkurang, sehingga ia tidak mampu memproses karbohidrat berlebih dengan baik seperti pada masa sebelumnya. Biasanya selama usia madya lemak banyak mengumpul pada perut dan paha.
  2. Berkurangnya rambut dan beruban.
    Rambut pada pria yang berusia madya mulai jarang, menipis, dan terjadi kebotakan pada bagian atas kepala. Rambut di hidung, telinga dan bulu mata menjadi lebih kaku, sedangkan rambut pada wajah tumbuh lebih lambat dan kurang subur. Rambut wanita semakin menipis dan rambut di atas bibir dan dagu semakin banyak. Baik rambut pria dan wanita mulai memutih menjelang usia lima puluh tahunan.
  3. Perubahan pada kulit.
    Kulit pada wajah, leher, lengan, dan tangan menjadi lebih garing dan keriput. Kulit di bagian bawah mata menggembung seperti kantong, dan lingkaran hitam di bagian ini lebih permanen dan jelas, warna merah kebiruan sering muncul di sekitar lutut dan di tengah tengkuk.
  4. Tubuh menjadi gemuk.
    Bahu sering kali berbentuk bulat, dan terjadi penggemukan pada bagian seluruh tubuh yang membuat perut kelihatan menonjol sehingga seseorang kelihatan lebih pendek.
  5. Perubahan otot.
    Umumnya otot orang yang berusia madya menjadi lembek mengendur di sekitar dagu, pada lengan bagian atas, dan perut.
  6. Masalah persendian.
    Beberapa orang berusia madya mempunyai masalah pada persendian, tungkai dan lengan, yang membuat mereka sulit berjalan dan memegang benda yang jarang sekali ditemukan pada orang-orang muda.
  7. Perubahan pada gigi.
    Gigi menjadi lebih kuning dan harus lebih sering di ganti, sebagian atau seluruhnya dengan gigi palsu.
  8. Perubahan pada mata.
    Mata kelihatan kurang bersinar dari pada mereka ketika masih muda, dan cenderung mengeluarkan kotoran mata yang menumpuk di sudut mata.

Perkembangan Kognitif

Selain perubahan biologis, perubahan yang terjadi pada dewasa madya lainnya adalah perubahan kemampuan kognitifnya. Kemunduran kemampuan kognitif terutama daya ingat Individu pada periode ini terkadang sulit untuk dihindari. Kemunduran daya ingat ini juga terjadi karena informasi-informasi yang diperoleh terkadang tidak digunakan secara berulang sehingga mudah dilupakan. Oleh karena itu, lagi-lagi tidak berhenti belajar adalah proses yang harus dilakukan pada usia ini agar tidak mengalami degradasi bahkan penyakit pikun yang sebetulnya sama sekali tidak wajar dialami oleh Lansia sekali pun.

Uniknya walaupun penurunan konsisten kemampuan perceptual telah dimulai pada usia 25 tahun, dan kemampuan numerik mulai menurun pada usia 40 tahun, performa puncak dalam empat dari enam keterampilan, penalaran induktif, orientasi spasial, kosakata, dan memori verbal terjadi pada sekitar pertengahan masa paruh baya.

Dalam empat kemampuan tersebut, orang-orang paruh baya, khususnya wanita, berada di atas rata-rata dibandingkan pada usia 25 tahun. Orientasi spasial, kosakata, dan memori verbal pria mencapai puncak pada usia lima puluhan, pada wanita, pada wanita, pada awal usia 60an. Dengan kata lain, kecepatan perceptual wanita menurun lebih cepat dibandingkan pria.

Biasanya kecerdasan cair mencapai puncak sepanjang masa dewasa awal, sedangkan kecerdasan yang mengkristal meningkat sepanjang masa paruh baya dan sering kali terus meningkat sampai hampir di akhir kehidupan. Salah satu kemampuan cair yang memang memuncak lebih awal dimulai pada usia dua puluhan adalah kecepatan perceptual.

Orang dewasa pertengahan mungkin mengganti penurunan dalam kemampuan neurologis dasar ini dengan menguasai bidang yang dipengaruhi oleh belajar dan pengalaman tingkat kemampuan lebih tinggi yang diperlukan untuk hidup yang independen dan produktif. Peningkatan dan kemampuan yang mengkristal ini bisa jadi berkaitan dengan perkembangan karier dan penguji tanggung jawab keluarga.

Perkembangan Psikososial

Pada periode dewasa madya, dunia sosial Individu lebih luas dibandingkan dengan periode sebelumnya. Kehidupan yang lebih luas dengan lebih banyak orang yang dijumpai semakin meningkatkan kemampuan Individu dalam beradaptasi dengan lingkungannya. Terkadang terdapat perbedaan pola pikir antara orang dewasa dengan dewasa madya. Hal ini terjadi karena pada dewasa madya telah mengalami berbagai macam peristiwa kehidupan yang terhubung dengan keluarga dan pekerjaannya.

Selama periode dewasa madya, Individu melibatkan diri secara khusus dalam karir, pernikahan dan hidup berkeluarga. Menurut Erikson (dalam Masykuroh, 2021, hlm. 126), perkembangan psikososial selama periode dewasa madya ditandai dengan 2 gejala penting, yaitu keintiman dan generativitas yang akan dijelaskan sebagai berikut.

Keintiman

Keintiman adalah sebagai kedekatan dengan orang lain melalui proses pembukaan diri. Keintiman ini sangat diperlukan Individu pada periode dewasa madya ini karena perubahan-perubahan yang terjadi pada Individu juga berdampak dengan kehidupan sosialnya. Apabila Individu tidak mampu mencapai tingkat keintiman hubungan dengan orang lain, maka Ia akan kesulitan dalam menjalani kehidupannya.

Pada sebuah penelitian yang disampaikan oleh (Traupmann & Hatfield, dalam Desmita, 2006 dalam Masykuroh, 2021, hlm. 127) menjelaskan bahwa keintiman memberikan pengaruh pada perkembangan psikososial dan fisik seseorang. Asalannya karena Ketika Individu memiliki teman untuk berbagai maka Ia akan hidup dengan lebih sehat dibandingkan sebalikya.

Generativitas

Generativitas adalah tahap perkembangan psikososial pada masa dewasa madya, ketika Individu menentukan prioritas dalam hidupnya. Pada periode ini Individu dituntut untuk memilih dan merancang kehidupannya sebagai persiapan masa depan. Penyampaian keinginan, harapan dan cita-cita perlu diungkapkan pula pada tahap ini guna mempermudah pencapaian prioritas.

Pada tahap ini Individu juga memiliki kekhawatiran-kekhawatiran tersendiri akan generasi selanjutnya. Mereka khawatir jika Ia memilih untuk meninggalkan sesuatu (misalnya karier) maka tidak akan ada yang bisa meneruskannya Kembali. Untuk menghindari hal tersebut dan menghindarinya stagnasi pada kehidupan periode awal, maka perlu dibangun komunikasi yang mendalam antar berbagai pihak yang terlibat dalam penentuan prioritas tersebut.

Kesehatan Psikologis dan Kesehatan Mental Positif

Pada periode dewasa pertengahan bukan hanya mencakup multiplisitas jalur kehidupan yang lebih besar dibandingkan sebelumnya. Seseorang di usia 45 bisa jadi merupakan orang yang bahagia dalam pernikahannya dan membesarkan anak, yang lain bisa menjadi merenungkan perkawinan, atau berada di tepi perceraian. Oleh karena itu, kesehatan mental pada masa ini amatlah penting untuk dijaga.

Kesehatan mental bukan hanya bersih dari penyakit mental. Akan tetapi kesehatan mental positif mengandung perasaan akan kenyamanan psikologis yang amat berkaitan dengan perasaan akan keberadaan diri yang sehat. Dalam berbagai survey di seluruh dunia, yang menggunakan berbagai variabel untuk menilai kenyamanan subjektif, sebagian besar orang-orang dari segala tingkatan usia, ras, dan kelamin menyatakan bahagia dan puas dengan hidup mereka. Dengan demikian sebetulnya tidak ada periode tertentu dalam hidup yang mengandung kepuasan lebih banyak dibandingkan periode lainnya, termasuk dewasa madya maupun akhir.

Seseorang yang berusia 60 tahun mungkin memiliki jaringan teman, keluarga, dan kolega yang luas, yang lain tidak memiliki keluarga yang masih hidup dan hanya memiliki beberapa orang teman. Walaupun demikian, hubungan dengan orang lain tetap sangatlah penting bagi orang dewasa madya, hanya saja cara dan kebutuhannya berbeda dari masa kehidupan yang lebih awal.

Waktu Senggang

Sebagai masa transisi, pada periode dewasa madya Individu perlu melakukan aktivitas-aktivitas bermanfaat untuk mengisi waktu senggangnya. Aktivitas tersebut dilakukan sebagai upaya persiapan masa pensiun yang mungkin sebentar lagi akan mereka rasakan. Apabila pada periode ini individu telah menemukan kesenangannya di luar pekerjaannya maka Ia tidak akan merasa takut lagi dengan kehidupannya di masa depan.

Referensi

  1. Ajhuri, K.F. (2019). Psikologi perkembangan pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Yogyakarta: Penebar Media Pustaka.
  2. Masykuroh, K., Dewi, C., Heriyani, E., Widiastuti, H.T. (2021). Modul psikologi perkembangan. Jakarta: Uhamka.
  3. Thahir, A. (2018). Psikologi perkembangan. Lampung: Aura Publishing.

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *