Pengertian Persepsi Sosial

Persepsi sosial merupakan sebuah proses untuk mencoba memahami orang lain (Baron & Byrne, 2003 dalam Maryam, 2018, hlm. 64). Persoalan persepsi sosial telah lama menjadi topik yang diminati para ahli psikologi sosial, karena sering kali kita menghabiskan banyak waktu dan usaha untuk mencoba memahami perilaku orang lain. Terkadang penafsiran dari persepsi kita tepat, namun juga sering kali gagal dan keliru. Dengan demikian, meskipun tampak sederhana, persepsi sosial adalah permasalahan yang memiliki urgensi cukup tinggi.

Sementara itu, menurut Harvey & Smith (dalam Widyastuti, 2014) persepsi sosial adalah suatu proses membuat penilaian (judgement) atau membangun kesan (impression) mengenai berbagai macam hal yang terdapat dalam lapangan penginderaan seseorang. Penilaian atau pembentukan kesan ini adalah upaya pemberian makna pada hal-hal tersebut. Dengan demikian dapat diartikan pula bahwa persepsi sosial adalah proses menangkap objek-objek dan peristiwa-peristiwa sosial yang kita alami di lingkungan kita.

Selanjutnya, menurut Widyastuti (2014, hlm. 34) persepsi sosial adalah suatu proses seseorang untuk mengetahui, menginterpretasi, dan mengevaluasi orang lain yang dipersepsi, tentang sifat-sifatnya, kualitasnya, dan keadaan yang ada dalam diri orang yang dipersepsi, sehingga terbentuk gambar orang yang apersepsi.

Dapat disimpulkan bahwa persepsi sosial adalah proses individu untuk membuat penilaian atau membangun kesan mengenai bermacam hal yang berada di lingkungannya yang dapat meliputi kualitas, sifat, keadaan, dan lain-lain.

Elemen-elemen Persepsi Sosial

Pengamat sosial memahami orang lain melalui petunjuk-petunjuk secara tidak langsung, di mana petunjuk ini tercakup dalam elemen-elemen persepsi sosial. Kassin dkk (2008 dalam Maryam, 2018, hlm. 66) mengelompokkan sumber-sumber persepsi sosial dalam tiga elemen, sebagai berikut.

  1. Orang (person)
    Unsur terkecil dari persepsi sosial adalah individu, manusia, atau orang itu sendiri. Manusia secara genetik terprogram untuk merespon secara lembut terhadap tampilan kekanak-kanakan sehingga dalam kenyataannya bayi diperlakukan dengan penuh kasih sayang. Kedua, secara sederhana kita belajar untuk mengasosiasikan tampilan kekanak-kanakan dengan ketidakberdayaan (helplessness) dan kemudian menggeneralisasikan ekspektasi ini terhadap orang dewasa yang berpenampilan baby-face. Ketiga, kemungkinan terdapat hubungan yang jelas antara penampilan fisik dan perilaku.
  2. Situasi
    Selain keyakinan yang kita pegang tentang seseorang, masing-masing dari kita memiliki gagasan yang telah ditetapkan tentang jenis-jenis situasi untuk memaknai dan memprediksi apa yang sedang terjadi. Situasi diumpamakan seperti catatan (scripts) kehidupan yang memungkinkan orang-orang mengantisipasi tujuan, perilaku, dan hasil (outcomes) yang mungkin terjadi dalam situasi tertentu (Abelson, 1981; Read, 1987; dalam Kassin dkk, 2008 dalam Maryam, 2018, hlm. 68). Berdasarkan pengalaman masa lalu, orangorang dengan mudah membayangkan urutan peristiwa pada situasi tertentu. Misalnya, saat menonton pertandingan sepak bola, kita sudah bisa membayangkan urutan peristiwa yang akan terjadi.
  3. Perilaku
    Langkah awal yang terpenting dalam persepsi sosial adalah mengenali (recognize) apa yang dilakukan seseorang pada situasi tertentu. Mengidentifikasi tindakan dari gerakan sangatlah mudah. Bahkan saat aktor berpakaian serba hitam bergerak di dalam ruangan gelap dengan sebuah titik lampu yang hanya terpasang pada sendi tubuh mereka, orang-orang secara cepat dan dengan mudah mengenali beberapa perilaku kompleks seperti berjalan, berlari, berlatih, dan terjatuh (Johansson dkk, 1980, dalam Kassin dkk, 2008 dalam Maryam, 2018, hlm. 68). Barrett et. al. menyatakan bahwa kemampuan ini dijumpai pada orang-orang di semua budaya (Kassin, et. al., 2008 dalam Maryam, 2018, hlm. 68).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Sosial

Menrut Krech & Richard (dalam Jalaludin, 2015, hlm. 58) faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi sosial adalah sebagai berikut.

  1. Faktor Fungsional,
    yaitu faktor yang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalui dan hal-hal yang termasuk apa yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal. Faktor personal yang menentukan persepsi adalah objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi.
  2. Faktor Struktural,
    yaitu faktor yang berasal semata-mata dari sifat. Stimulus fisik efek-efek saraf yang ditimbulkan pada sistem saraf individu.
  3. Faktor Situasional,
    yakni faktor yang banyak berkaitan dengan bahasa nonverbal. Petunjuk promesik, petunjuk kinesik, petunjuk wajah, petunjuk paralinguistik adalah beberapa dari faktor situasional yang mempengaruhi persepsi.
  4. Faktor Personal,
    yaitu faktor yang terdiri atas pengalaman, motivasi, dan kepribadian.

Sebelumnya telah dijelaskan bahwa faktor situasional merupakan faktor yang berkaitan dengan bahasa nonverbal. Faktor ini yang menyangkut pula dengan suprasegmental dan dapat berpengaruh besar terhadap persepsi sosial. Beberapa faktor situasional berupa faktor nonverbal yang mempengaruhi persepsi sosial di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Cara menyebut sifat orang.
    Jika seseorang diperkenalkan sebagai orang yang berilmu, maka persepsi yang dihasilkan adalah ia seseorang yang pandai namun bisa jadi sombong atau kurang memiliki jiwa sosial.
  2. Jarak.
    Jarak dapat berarti jarak fisik, jarak keakraban, jarak sosial maupun jarak pemikiran, dsb.
  3. Gerakan tubuh.
    Berkacak punggung dan membusungkan dadanya sering dipersepsi sebagai orang sombong, menundukkan badan sering dipersepsi sebagai sopan atau rendah hati, dsb.
  4. Petunjuk wajah.
    Konon wajah adalah cerminan jiwa, berseri-seri dipersepsi sebagai gembira, kusut muka sebagai stress, dsb. Wajah memang bisa jadi mencerminkan keadaan mental seseorang, namun sangat mudah juga untuk dipalsukan.
  5. Cara mengucapkan lambang verba.
    Perkataan manis yang diucapkan oleh orang marah justru berkesan tajam dibandingkan dengan kata-kata kasar yang diucapkan dengan wajah ceria.
  6. Penampilan.
    Penampilan fisik, pakaian, kendaraan, rumah, bisa menggambarkan citra seseorang (dalam Jalaludin, 2015, hlm. 52).

Prinsip Persepsi Sosial

Ada beberapa prinsip-prinsip persepsi sosial menurut Mulyana (2015, hlm. 184) adalah sebagai berikut.

  1. Persepsi sosial itu berdasarkan pengalaman.
    Persepsi sosial dilakukan terhadap seseorang, objek, atau kejadian dan reaksi mereka terhadap hal-hal itu berdasarkan pengalaman dan pembelajaran masa lalu mereka berkaitan dengan orang, objek, atau kejadian yang serupa.
  2. Persepsi bersifat Selektif.
    Setiap manusia sering mendapatkan rangsangan indrawi. Atensi kita pada suatu rangsangan merupakan faktor utama yang menentukan selektivitas kita atas rangsangan tersebut.
  3. Persepsi bersifat dugaan.
    Terjadi karena data yang kita peroleh mengenai objek tidak pernah lengkap sehingga proses persepsi yang bersifat dugaan ini memungkinkan kita menafsirkan suatu objek dengan makna yang lebih lengkap dari suatu sudut pandang mana pun.
  4. Persepsi bersifat evaluatif.
    Artinya kebanyakan dari kita mengatakan bahwa apa yang kita persepsikan itu adalah suatu yang nyata, akan tetapi terkadang alat-alat indra dan persepsi kita menipu kita sehingga kita juga ragu seberapa dekat persepsi kita dengan realitas sebenarnya.
  5. Persepsi bersifat kontekstual.
    Maksudnya bahwa dari semua pengaruh dalam persepsi kita, konteks merupakan salah satu pengaruh yang paling kuat. Ketika kita melihat seseorang, suatu objek atau suatu kejadian, konteks rangsangan sangat mempengaruhi struktur kognitif, pengharapan oleh karenanya juga persepsi kita.

Dimensi Persepsi Sosial

Selanjutnya, persepsi sosial juga dianggap sebagai bagian dari kognisi sosial yaitu pembentukan kesan-kesan tentang karakteristik-karakteristik orang lain. Kesan yang diperoleh tentang orang lain tersebut biasanya didasarkan pada tiga dimensi persepsi, yakni sebagai berikut.

  1. Dimensi evaluasi yaitu penilaian untuk memutuskan sifat baik buruk, disukai tidak disukai, positif-negatif pada orang lain.
  2. Dimensi potensi yaitu kualitas dari orang sebagai stimulus yang diamati (kuat-lemah, sering-jarang, jelas-tidak jelas).
  3. Dimensi aktivitas yaitu sifat aktif atau pasifnya orang sebagai stimulus yang diamati. Berdasarkan tiga dimensi tersebut, maka persepsi sosial didasarkan pada dimensi evaluatif, yaitu untuk menilai orang.

Penilaian ini akan menjadi penentu untuk berinteraksi dengan orang selanjutnya. Artinya, persepsi sosial timbul karena adanya kebutuhan untuk mengerti dan meramalkan orang lain. Maka dalam persepsi sosial tercakup tiga hal yang saling berkaitan, yakni:

  1. Aksi orang lain, yaitu tindakan individu yang berdasarkan pemahaman tentang orang lain yang dinamis, aktif dan independen;
  2. Reaksi orang lain, merupakan aksi individu menghasilkan reaksi dari individu, karena aksi individu dan orang lain tidak terpisah. Pemahaman individu dan cara pendekatannya terhadap orang lain mempengaruhi perilaku orang lain itu sehingga timbul reaksi;
  3. Interaksi dengan orang lain, yaitu reaksi dari orang lain mempengaruhi reaksi balik yang akan muncul.

Referensi

  1. Jalaluddin, Rakhmat. (2015). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
  2. Maryam, E.W. (2018). Psikologi sosial. Sidoarjo: UMSIDA Press.
  3. Mulyana, Deddy. (2015). Ilmu komunikasi. Bandung: Rosdakarya.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *