Pengertian Sumber Hukum

Sumber hukum adalah segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan mengikat dan bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang apabila dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata bagi pelanggarnya (Yuhelson, 2017, hlm. 13). Segala apa saja yang dimaksud adalah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya hukum yang merupakan sumber kekuatan berlakunya hukum secara formal dari mana hukum itu dapat ditemukan (Dudu, 2017, dalam Yuhelson, 2017, hlm. 13.

Sementara itu menurut Syamsudin (dalam Hartanto, 2022, hlm. 47) sumber hukum adalah tempat di mana kita dapat melihat bentuk perwujudan hukum. Dengan kata lain, sumber hukum adalah segala sesuatu yang dapat juga disebut asal mula hukum.

Selanjutnya, menurut Marzuki (dalam Hartanto, 2022, hlm. 47) sumber hukum dapat diartikan menjadi dua definisi utama, yakni:

  1. dalam arti sumber tempat orang-orang untuk mengetahui hukum dan sumber bagi pembentuk undang-undang menggali bahan-bahan dalam penyusunan undang-undang, dan
  2. dalam arti sumber hukum sebagai tempat orang-orang mengetahui hukum adalah semua sumber-sumber tertulis dan sumber-sumber lainnya yang dapat diketahui sebagai hukum pada saat, tempat, dan berlaku bagi orang-orang tertentu.

Mudahnya, sumber hukum dapat diartikan sebagai sumber tempat orang-orang untuk mengetahui, atau justru orang-orang yang mengetahui hukum itu sendiri.

Lebih lanjut Yuhelson (2017, hlm. 13) menjelaskan bahwa sumber hukum dapat memiliki dua arti, yakni:

  1. Sumber hukum digunakan untuk menjawab pertanyaan “mengapa hukum itu mengikat?”, “apa sumber (kekuatan) hukum hingga mengikat atau harus dipatuhi manusia?”
  2. Arti kedua dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan “di manakah kita dapatkan atau temukan aturan-aturan hukum yang mengatur kehidupan kita?”

Pertanyaan pertama yang mempertanyakan “mengapa hukum itu mengikat?” disebut sebagai sumber hukum materiil. Sementara itu pertanyaan mengenai “dari mana hukum?” itu sendiri disebut sebagai hukum dalam arti formal. Kedua pertanyaan tersebut secara implisit memberitahukan kita bahwa terdapat setidaknya dua jenis sumber hukum yang akan dipaparkan sebagai berikut.

Jenis Sumber Hukum

Menurut Hartanto (2022, hlm. 48) sumber hukum dapat dibagi menjadi dua yaitu sumber hukum material dan formal yang akan dijelaskan pada pemaparan di bawah ini.

Sumber Hukum Material

Sumber hukum material aalah tempat dari mana hukum itu diambil, sumber hukum material ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum (Hartanto, 2022, hlm. 48). Sumber hukum material dapat ditinjau lagi dari berbagai sudut, misalnya sudut ekonomi, sejarah, sosiologi, falsafat dan sebagainya. Contohnya:

  1. Seorang ahli akan mengatakan, bahwa kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam masyarakat itulah yang menyebabkan timbulah hukum.
  2. Seorang ahli kemasyarakatan (sosiolog) akan mengatakan, bahwa yang menjadi sumber hukum ialah peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat.

Sumber Hukum Formal

Sumber hukum formal adalah sumber hukum ditinjau dari segi pembentukannya (Hartanto, 2022, hlm. 48). Sumber hukum formal terdapat rumusan berbagai aturan yang merupakan dasar kekuatan mengikatnya peraturan agar ditaati masyarakat dan penegak hukum. Beberapa contoh sumber hukum formal meliputi:

  1. Peraturan Perundang-Undangan (Statute)
    Undang-undang adalah suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara. Undang-undang menurut Buys (Kansil : 2010) undang-undang memiliki dua arti undang-undang dalam arti formal adalah setiap keputusan pemerintah yang merupakan undang-undang karena cara pembuatanya (misalnya: dibuat oleh dewan perwakilan rakyat atau parlemen). Undang-undang dalam arti material adalah setiap keputusan pemerintah yang menurut isinya mengikat langsung setiap penduduk.
  2. Kebiasaan (Custom)
    Kebiasaan ialah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama. Apabila suatu kebiasaan tertentu diterima oleh masyarakat dan kebiasaan itu selalu berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum, maka demikian timbulah suatu kebiasaan hukum, yang oleh pergaulan hidup dipandang sebagai hukum.
  3. Keputusan-keputusan hakim (Yurispudensi)
    Peraturan pokok yang pertama pada Zaman Hidia Belanda ialah Algemene Bepalingen Van Wetgeving Indonesia yang disingkat AB (ketentuan-ketentuan umum tentang Perundang-Undangan untuk Indonesia). AB dikeluarkan pada tanggal 30 april 1847 yang dimuat dalam Staasblad 1847 No. 23, dan hingga saat ini masih berlaku berdasarkan Pasal II aturan pengalihan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan: “Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”.
  4. Traktat (Treaty)
    Traktat terjadi apabila dua orang mengadakan kata sepakat (konsensus) tentang sesuatu hal, maka mereka itu lalu mengadakan perjanjian. akibat perjanjian ini ialah bahwa pihak-pihak yang bersangkutan terikat pada isi perjanjian yang mereka adakan itu (pacta sunt servanda). Pacta sunt servanda berarti bahwa perjanjian mengikat pihak-pihak yang mengadakannya; atau setiap perjanjian harus ditaati dan ditepati.
  5. Doktrin (pendapat sarjana hukum)
    Pendapat para sarja hukum yang ternama juga mempunyai kekuasaan dan berpengaruh dalam pengambilan keputusan oleh hakim. Dalam yurisprudensi terlihat bahwa hakim sering berpegang pada pendapat seseorang atau beberapa orang sarjana hukum yang terkenal dalam ilmu pengetahuan hukum. Dalam penetapan apa yang akan menjadi dasar keputusannya, hakim sering menyebut (mengutip) pendapat seseorang sarjana hukum mengenai soal yang harus diselesaikan; apalagi jika sarjana hukum hukum itu menentukan bagaimana seharusnya. Pendapat itu menjadi dasar keputusan hakim tersebut. Terutama dalam hubungan internasional, pendapat para sarjana hukum merupakan sumber hukum yang sangat penting.

Sumber Hukum Dalam Arti Sejarah

Selain sumber hukum material dan formal, Apeldorn berpendapat bahwa terdapat pula sumber hukum dalam arti historis atau sejarah. Sumber hukum historis yang dimaksud adalah sumber lokasi wilayah tempat menemukan hukumnya dalam sejarah atau segi historis (Sulaiman, 2019, hlm. 111). Contohnya, di Indonesia, sumber hukum historis pertama ditemukan dari dokumen kuno berwujud naskah lontar.

Lebih lanjut Apeldorn (dalam Hartanto, 2022, hlm. 52) menjelaskan bahwa sumber hukum dalam arti sejarah ini dapat meliputi beberapa poin di bawah ini.

  1. Dalam arti sumber hukum yakni semua tulisan, dokumen inskripsi dan sebagainya kita dapat belajar mengenal hukum sesuatu bangsa pada suatu waktu, misalnya undang-undang, keputusan-keputusan hakim, piagam-piagam yang memuat perbuatan hukum, tulisan-tulisan ahli hukum, demikian juga tulisan-tulisan yang bersifat yuridis sepanjang memuat pemberitahuan mengenai lembaga-lembaga hukum.
  2. Dalam arti sumber-sumber dari mana pembentuk undang-undang, juga dalam sistem-sistem hukum, dari mana tumbuh hukum positif sesuatu negara. Dengan demikian, civil code merupakan sumber langsung yang terpenting dari kitab undang-undang hukum perdata negeri Belanda. Hukum Germania, rumawi dan kanonik adalah sumber tidak langsung yang terpenting dari hukum perdata Belanda.
  3. Sumber hukum dalam arti sosiologis, sumber hukum ialah faktor-faktor yang menentukan isi hukum positif, misalnya keadaan-keadaan ekonomi dan pandangan agama, saat psikologis. Penyelidikan tentang faktor-faktor tersebut meminta kerja sama dari berbagai ilmu pengetahuan, lebih-lebih kerja sama antara sejarah (Sejarah Hukum, Agama Dan Ekonomi), psikologi dan ilmu filsafat.
  4. Sumber hukum dalam arti filsafat, hukum terutama dipakai dalam dua arti, yakni: a) Sebagai sumber untuk isi hukum dalam hal mana kita mengingat pertanyaan, apabila isi hukum itu dapat dikatakan tepat sebagaimana mestinya, atau dengan perkataan lain, apakah yang dipakai sebagai ukuran untuk menguji hukum agar dapat mengetahui adakah ia hukum yang baik? Pertanyaan itu berdasarkan sangkaan, bahwa ada ukuran yang demikian. Menurut pandangan yang dahulu sangat tersebar dan kini masih dianuti orang banyak, tuhanlah merupakan sumber isi hukum. Itulah yang biasanya disebut pandangan hukum Theokratis. Antar lain terdapat dalam “Oude Testament”. Pandangan itu sejalan dengan anggapan, bahwa pemerintah yang menetapkan hukum, bertindak sebagai pengganti tuhan di dunia; b) Menurut Teori Hukum Kodrat yang Rasionalistis, sebagai yang diajarkan Hugo De Groot dan para pengikutnya, sumber isi hukum adalah (rede). Menurut pandangan yang lebih modern, yang diperkenalkan oleh aliran historis dalam ilmu pengetahuan hukum, yang muncul di Jerman pada permukaan lalu. Sebagai sumber isi hukum harus disebut kesadaran hukum sesuatu bangsa, atau dengan perkataan lain, pandangan-pandangan yang hidup dalam masyarakat mengenai apa yang disebut hukum. Pandangan-pandangan itu bukan semata-mata hasil uraian budi, melainkan lambat laun tumbuh atas pengaruh berbagai-bagai faktor, faktor agama, ekonomi, politik dan sebagainya. Karena pandangan itu berubah-ubah, maka hukum pun berubah juga. Konsekuensinya adalah bahwa tidaklah terdapat ukuran yang berlaku obyektif untuk isi hukum, yakni dengan alasan ilmiah dapat diterima oleh setiap orang. Walaupun secara subyektif, yaitu untuk diri sendiri, kita dapat mengambil suatu ukuran, itu sama sekali tidak berarti, bahwa ukuran itu berlaku juga secara obyektif atau secara ilmiah.

Referensi

  1. Hartanto. (2022). Pengantar ilmu hukum. Medan: Umsu Press.
  2. Sulaiman, A. (2019). Pengantar ilmu hukum. Jakarta: UIN Jakarta & YPPSDM Jakarta.
  3. Yuhelson. (2017). Pengantar ilmu hukum. Gorontalo: Ideas Publishing.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *