Pengertian Tunalaras

Tunalaras adalah individu yang mengalami gangguan emosi dan penyimpangan perilaku serta kurang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik di dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat (Asrori, 2020, hlm. 101). Anak tunalaras sering disebut sebagai anak tunasosial juga, karena tingkah laku yang ditunjukkan bertentangan secara terus-menerus terhadap norma norma masyarakat. Beberapa contoh perilaku tunalaras berwujud mencuri, mengganggu teman, menyakiti orang lain, dan sebagainya (Putranto, 2015, hlm. 219).

Anak tunalaras juga sering disebut juga sebagai anak dengan gangguan emosional (emotionally disturbed), anak dengan kekacauan psikologis (psychologically disordred), atau anak dengan hambatan emosional (emotionally handicapped) karena mereka cenderung tidak dapat mengendalikan emosinya, sehingga sering mengalami konflik baik dengan orang lain maupun dengan diri sendiri (Marlina, 2015, hlm. 28).

Sementara itu, Hallahan, dkk (2019, hlm. 266), mengemukakan bahwa anak tunalaras adalah “they who has behavior that goes to an extreme, a problem that is chronic, and the behavior that is unacceptable because of social or cultural expectations”. Artinya, individu dengan tunalaras adalah individu yang memiliki tingkah laku ekstrim, kronis, dan perilaku yang tidak diterima oleh norma sosial dan budaya. Dengan demikian seseorang dengan gangguan tunalaras memiliki perilaku yang sangat tidak dapat diterima oleh masyarakat luas, bukan sekedar bertingkah agresif atau emosional sesaat saja.

Lebih spesifik lagi, Bower (dalam Delphie 2006: 78), menyatakan bahwa seorang anak dikatakan memiliki hambatan emosional atau tunalaras apabila menunjukkan adanya satu atau lebih dari lima komponen berikut:

  1. tidak mampu belajar bukan disebabkan karena faktor intelektual, pengindraan atau kesehatan;
  2. ketidakmampuan menjalin hubungan yang menyenangkan dengan teman dan guru;
  3. bertingkah laku yang tidak pantas pada keadaan normal;
  4. perasaan tertekan atau tidak bahagia terus-menerus;
  5. cenderung menunjukkan gejala-gejala fisik seperti takut pada masalah-masalah sekolah.

Dapat disimpulkan bahwa tunalaras adalah individu dengan gangguan emosional atau kekacauan psikologis lainnya sehingga menyebabkan ia selalu berperilaku di luar norma sosial dan budaya secara ekstrim dan kronis secara berkelanjutan sehingga kesulitan beradaptasi dengan lingkungannya.

Ciri Tunalaras

Ada banyak hal yang dapat mencirikan seorang anak dianggap sebagai tunalaras. Secara sederhana anak tunalaras dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori, yaitu: anak yang mengalami gangguan perilaku, anak yang mengalami kecemasan berlebihan, anak yang agresif sosial, dan anak yang tidak matang. Menurut Marlina, 2015, hlm. 28-29) masing-masing klasifikasi atau macam jenis tunalaras tersebut memiliki ciri berbeda yang akan disampaikan sebagai berikut.

Ciri Gangguan Perilaku

Ciri anak yang mengalami gangguan perilaku adalah sebagai berikut.

  1. Suka berkelahi, memukul, dan menyerang
  2. Pemarah
  3. Tidak mau mengikuti peraturan
  4. Merusak milik orang lain maupun miliknya sendiri
  5. Tidak sopan, kurang ajar dan kasar
  6. Tidak dapat bekerja sama, penentang, dan kurang perhatian
  7. Suka mengganggu
  8. Negativistik, gelisah, pembolos dan suka rebut
  9. Pemarah, mencari perhatian dan suka pamer
  10. Suka mendominasi orang lain, mengancam, menggertak, hiperaktif, pembohong, tidak dapat dipercaya, dan suka mengeluarkan suara aneh
  11. Suka iri hati, cemburu, membantah
  12. Ceroboh, mencuri, mengacau, dan menggoda
  13. Menolak mengakui kesalahan dan suka. menyalahkan orang lain
  14. Dan mementingkan diri sendiri

Ciri Anak Pencemas

Ciri anak yang pencemas adalah sebagai berikut.

  1. Tegang, cemas berlebihan, terlalu pemalu, suka menyendiri, mengasingkan diri, tidak punya teman.
  2. Perasaan tertekan, sedih, merasa terganggu, sangat sensitif, mudah sakit hati, dan mudah merasa dipermalukan.
  3. Merasa tidak berharga, kurang percaya diri dan mudah frustasi dan sering menangis.
  4. Menyimpan rahasia, pendiam, dan bungkam.

Ciri Anak Agresif Sosial

Ciri anak yang agresif sosial adalah sebagai berikut.

  1. Memiliki perkumpulan yang tidak baik.
  2. Mencuri bersama anak-anak lain.
  3. Menjadi anggota suatu geng.
  4. Berkeliaran sampai larut malam.
  5. Melarikan diri dari sekolah.
  6. Melarikan diri dari rumah.

Ciri Anak yang Tidak Matang

Ciri anak yang tidak matang adalah sebagai berikut.

  1. Kurang perhatian, gangguan konsentrasi, dan melamun.
  2. Canggung, kurang koordinasi, suka bengong, dan berangan-angan lebih tinggi.
  3. Kurang inisiatif, pasif, ceroboh, suka mengantuk, kurang minat dan mudah bosan.
  4. Tidak tabah, tidak gigih mencapai tujuan dan sering gagal menyelesaikan tugas.
  5. Berpakaian tidak rapih.

Karakteristik Tunalaras

Karakteristik anak tunalaras menurut Ibrahim (dalam Asrori, 2020, hlm. 102) adalah sebagai berikut.

  1. Intelegensia dan Prestasi Akademis
    Anak tunalaras rata-rata memiliki kecerdasan (IQ) yang setelah diuji menghasilkan sebaran normal 90, dan sedikit yang memiliki nilai di atas sebaran nilai anak-anak normal dan kemungkinan besar memiliki nilai IQ keterbelakangan mental serta ada juga yang memiliki kecerdasan sangat tinggi dalam nilai tes kecerdasan. Anak tunalaras biasanya tidak mencapai taraf yang diharapkan pada usia mentalnya dan jarang ditemukan yang berprestasi akademisnya meningkat, dan rendahnya prestasi mereka pada pelajaran membaca dan matematika sangat menonjol.
  2. Persepsi dan Keterampilan Motorik
    Anak tunalaras sulit melakukan aktivitas kompleks, merasa enggan dalam aktivitas, malas dan merasa tidak mampu dalam aktivitas jasmani. Keterampilan motorik sangat menunjang bagi pertumbuhan dan perkembangan individu di samping keuntungan lain, seperti perkembangan sosial, kemampuan berpikir dan kesadaran persepsi. Oleh karena itu, di sinilah penting letaknya pembelajaran pendidikan jasmani seperti permainan sepak bola bagi anak tunalaras.

Klasifikasi Tunalaras

Selain berdasarkan ciri atau karakteristiknya di atas, klasifikasi tunalaras Menurut Santoso penggolongan anak tunalaras dapat ditinjau dari segi gangguan atau hambatan dan kualifikasi berat ringannya kenakalan, dengan penjelasan sebagai berikut.

Menurut jenis gangguan atau hambatan, tunalras dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

  1. Gangguan Emosi; Anak tunalaras yang mengalami hambatan atau gangguan emosi terwujud dalam tiga jenis perbuatan, yaitu: senang-sedih, lambat-cepat marah, dan rileks-tertekan. Secara umum emosinya menunjukkan sedih, cepat tersinggung atau marah, rasa tertekan, dan merasa cemas.
  2. Gangguan sosial; Anak ini mengalami gangguan atau merasa kurang senang menghadapi pergaulan. Mereka tidak dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan hidup bergaul. Gejala-gejala perbuatan itu adalah seperti sikap bermusuhan, agresif, bercakap kasar, menyakiti hati orang lain, berkelahi, merusak milik orang lain dan sebagainaya. Perbuatan mereka terutama sangat mengganggu ketenteraman dan kebahagiaan orang lain.

Sementara itu ditinjau dari berat-ringannya kenakalan, tunalaras dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis di bawah ini.

  1. Besar kecilnya gangguan emosi, artinya semakin tinggi memiliki perasaan negatif terhadap orang lain. Makin dalam rasa negatif semakin berat tingkat kenakalan anak tersebut.
  2. Frekuensi tindakan, artinya frekuensi tindakan semakin sering dan tidak menunjukkan penyesalan terhadap perbuatan yang kurang baik semakin berat kenakalannya.
  3. Berat ringannya pelanggaran yang dilakukan dapat diketahui dari sanksi hukum.
  4. Tempat/situasi kenakalan yang dilakukan artinya anak berani berbuat kenakalan di masyarakat sudah menunjukkan berat, dibandingkan dengan apabila di rumah.
  5. Mudah sukarnya dipengaruhi untuk bertingkah laku baik. Para pendidikan atau orang tua dapat mengetahui sejauh mana dengan segala cara memperbaiki anak. Anak bandel dan keras kepala sukar mengikuti petunjuk termasuk kelompok berat.
  6. Tunggal atau ganda ketunaan yang dialami. Apabila seorang anak tunalaras juga mempunyai ketunaan lain maka dia termasuk golongan berat dalam pembinaannya.

Faktor Penyebab Tunalaras

Menurut Hallahan dkk (2019, hlm. 270) terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan ketunalarasan yang di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Faktor Biologis
    Perilaku dan emosi seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam diri sendiri. Faktor tersebut yaitu keturunan (genetik), neurologis, faktor biokimia atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Faktor biologi dapat terjadi ketika anak mengalami keadaan kurang gizi, mengidap penyakit, psikotik, dan trauma atau disfungsi pada otak.
  2. Faktor Keluarga
    Faktor dari keluarga yang dimaksud adalah adanya patologis hubungan dalam keluarga. Misalnya, tanpa disadari hubungan dalam keluarga yang sifatnya interaksional dan transaksional sering menjadi penyebab utama permasalahan emosi dan perilaku pada anak. Pengaruh dari peraturan, disiplin, dan kepribadian yang dicontohkan atau ditanamkan dari orang tua sangat memengaruhi perkembangan emosi dan perilaku anak.
  3. Faktor Sekolah
    Ada beberapa anak mengalami gangguan emosi dan perilaku ketika mereka mulai bersekolah. Pengalaman di sekolah mempunyai kesan dan arti penting bagi anak-anak. Kompetensi sosial ketika anak-anak saling berinteraksi dengan perilaku dari guru dan teman sekelas sangat memberi kontribusi terhadap permasalahan emosi dan perilaku. Saat seorang anak mendapatkan respons negatif dari guru dan teman sekelasnya ketika mengalami kesulitan dan kurang keterampilan di sekolah, tanpa disadari anak tersebut terjerat dalam interaksi negatif. Anak akan berada dalam keadaan jengkel dan tertekan yang diakibatkan dari tanggapan yang diterimanya baik dari guru maupun teman sekelasnya.
  4. Faktor Budaya
    Standar nilai-nilai perilaku anak didapatkan melalui tuntutan-tuntutan maupun larangan-larangan, dan model yang disajikan oleh kondisi budaya. Beberapa budaya dapat memengaruhi perkembangan emosi dan perilaku anak misalnya saja contoh tindak kekerasan yang diekspose media (TV, film, maupun internet), penyalahgunaan narkoba yang seharusnya sebagai obat medis dan penenang, gaya hidup yang menjurus pada disorientasi seksualitas, tuntutan-tuntutan dalam agama, dan korban kecelakaan nuklir maupun perang.

Perkembangan Tunalaras

Menurut Sutjihati Somantri (2014, hlm. 151) terganggunya perkembangan emosi merupakan penyebab dari kelainan tingkah laku anak tunalaras, dan ciri menonjol dari hambatan perkembangan tersebut adalah:

  1. kehidupan emosi yang tidak stabil,
  2. ketidakmampuan mengekspresikan emosinya secara tepat, dan
  3. pengendalian diri yang kurang sehingga anak tunalaras sering kali menjadi sangat emosional.

Terganggunya kehidupan emosi ini terjadi akibat ketidakberhasilan anak dalam melewati fase-fase perkembangan. Kematangan emosional anak tunalaras ditentukan dari hasil interaksi dengan lingkungannya, di mana anak belajar tentang bagaimana emosi itu hadir dan bagaimana cara untuk mengekspresikan emosi-emosi tersebut. Perkembangan emosi ini berlangsung secara terus menerus sesuai dengan perkembangan usia.

Jika dibiarkan dan tidak ditangani, berbagai hambatan perkembangan tunalaras ini akan mengakibatkan mereka semakin kesulitan dalam bersosialisasi. Anak tunalaras akan menjadi sulit untuk berperilaku dewasa, dan akan mengalami kemunduran sikap-sikap sosial dan emosional. Kondisi emosi anak tunalaras cenderung tidak stabil dan ketidakstabilan aspek emosi ini dapat dilihat pada tingkah lakunya sehari-hari. Wujud konkretnya adalah sering menampakkan perilaku yang menyimpang, seperti mudah tersinggung, sedih, acuh tak acuh, keras kepala, merasa cemas, agresif, menarik diri dari pergaulan, dsb.

Referensi

  1. Asrori. (2020). Psikologi pendidikan pendekatan multidisipliner. Banyumas: Pena Persada.
  2. Hallahan, Daniel P., Kauffman, J.M., & Pullen, P.C. (2019). Exceptional Leaners: An Introduction to Special Education 14th Edition. United States: Pearson International Edition.
  3. Marlina. (2015). Asesmen anak berkebutuhan khusus (pendekatan psikoedukasional). Padang: UNP Press.
  4. Putranto, B. (2015). Tips Menangani Siswa Yang Membutuhkan Perhatian Khusus. Yogyakarta: Diva Press.
  5. Somantri, Sutjihati. (2014). Psikologi anak luar biasa. Bandung: Refika Aditama.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *