Daftar Isi ⇅
show
Unsur ekstrinsik cerpen adalah berbagai unsur pembentuk cerpen dari luar kesatuan cerpennya sendiri, seperti latar belakang penulis, latar belakang sosial-budaya pengarangnya, dan bahkan latar belakang zaman hingga keadaan tempat di mana cerpen itu diciptakan.
Bagaimana berbagai hal di luar cerpen tersebut dapat memengaruhi pembentukan karakteristik cerpen? Karena secara tidak sadar Penulis cerpen akan membubuhkan berbagai pengaruh-pengaruh luar tersebut ke dalam karyanya. Tempat di mana cerpen itu dibuat juga akan memberikan dampak sosial budaya yang otomatis terasa pada cerpen itu sendiri.
Nyatanya, unsur ekstrinsik prosa fiksi seperti cerpen dan novel sangatlah kompleks dan mencakup banyak hal. Setiap unsur budaya, sosial dan literasi penulisnya akan memengaruhi penciptaan prosa itu sendiri. Berikut adalah diagram pengaruh unsur ekstrinsik cerpen terhadap cerpen.
(Berdasarkan gambar bagan oleh Nurhayati (2019, hlm.147).
Dengan memperhatikan bagan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa unsur ekstrinsik cerpen terbagi menjadi tiga, yakni sebagai berikut.
- Latar Belakang Sosial-Budaya Penulis
- Latar Belakang Sosial-Budaya Masyarakat/Tempat Penulisan Teks (Cerpen/Novel)
- Nilai-Nilai Sosial-Budaya yang dipancarkan oleh Karya Tulis (Cerpen)
Berikut adalah penjelasan dari berbagai unsur ekstrinsik yang akan menyelubungi pembentukan dan penciptaan cerpen.
Latar Belakang Sosial-Budaya Penulis
Bagan di atas menunjukkan bagaimana unsur ekstrinsik memengaruhi pembentukan suatu karya cerpen/novel. Latar belakang tempat penciptaan teks akan memiliki berbagai kearifan lokal mulai dari bahasa, filsafat, seni, budaya, hingga agama yang dominan. Berbagai hal tersebut akan memengaruhi bahan baku, ide dan inspirasi yang didapatkan oleh Penulis.
Penulis akan memiliki berbagai pustaka literasi yang ia dapatkan dari berbagai pengalaman hidupnya pula. Meskipun ia tinggal di daerah karya yang diciptakan, Penulis akan memiliki berbagai penyerapan dari aspek lainnya, seperti keadaan sosial dan finansial keluarganya, tempat ia belajar (pendidikan), keadaan psikologis, dsb.
Hal tersebut karena bisa jadi penulis juga terpengaruhi oleh suatu ideologi dari luar tempat tinggalnya. Misalnya, selama empat tahun ia kuliah di luar kota atau bahkan di luar negeri. Maka, sebagian keadaan sosial dan budaya tempat asing tersebut juga akan menempel dalam benaknya. Bagaimana aktivitasnya dalam sosial media atau suatu forum berbasis internet tertentu juga akan ikut memengaruhi penulis.
Selanjutnya berbagai bahan, informasi, dan keadaan psikologis yang ia miliki tersebut tetap akan diolah oleh kemampuannya sebagai Penulis. Bukan hanya kemampuan yang memberikan pengaruh, tapi bagaimana cita rasa dan ciri khas yang ia miliki dalam menghayati, memaknai, merekayasa hingga akhirnya berbagai interpretasinya sendiri terhadap apa yang ia miliki dimanifestasikan menjadi cerpen/novel ciptaannya.
Analisis Latar Belakang Penulis pada Cerpen
Bagaimana cara melakukan analisisnya? Cari biografi penulis mulai dari tempat kelahiran, tempat tinggal, pendidikan hingga tulisannya yang lain dan tokoh-tokoh yang menjadi inspirasinya. Studi pustaka dari buku biografi hingga berbagai press release yang memuat penulis dapat dilakukan. Jika penulis masih aktif dan dapat ditemui, maka wawancara juga adalah salah satu opsi sempurna untuk mendapatkan data Penulis.
Pencarian ini juga harus spesifik terhadap karya Penulis yang akan dianalisis. Misalnya jika ia menuliskan cerpen yang bertemakan suatu adat-istiadat yang berada di kampung halamannya, maka analisis ekstrinsik ini akan menjadi maksimal. Biasanya analisis ini dilakukan dalam Kajian Prosa Fiksi berpisau analisis Sosiologi Sastra.
Selanjutnya, cari relevansi antara biografi penulis dengan cerpen yang ingin diteliti unsur ekstrinsiknya. Maksudnya, cari bukti nyata yang biasanya berupa kutipan dari cerpen dan hubungkan dengan data telah didapatkan sebelumnya. Sekuen, paragraf, atau dialog mana yang tampak jelas terpengaruh oleh latar belakang penulisnya. Hal utama yang harus diketahui adalah “Apakah latar belakang pendidikannya berpengaruh terhadap suatu dialog yang ada di cerpen?”.
Latar Belakang Sosial-Budaya Masyarakat atau Tempat Penciptaan Teks
Sementara itu, latar belakang tempat penulisan dapat berpengaruh langsung terhadap cerpen tanpa melalui penulisnya sendiri. Tempat penulisan akan memberikan imbas serupa terhadap semua penulis yang berasal dari lingkungan yang sama. Cerpen Indonesia akan selalu menggunakan bahasa Indonesia dan bernuansa khas keadaan sosial dan budaya Indonesia.
Ambil contoh novel Perang Bubat yang menceritakan kisah tentang Perseteruan Majapahit dan Kerajaan Sunda. Novel “Gajah Mada“ karya Kresna Hariadi yang dilatarbelakangi oleh sosial budaya Jawa berbeda hasilnya dengan “Perang Bubat” karya Aan Merdeka Permana yang berlatar belakang sosial-budaya Sunda.
Padahal kedua novel sejarah tersebut mengangkat kisah yang sama, yaitu Perang Bubat sebagai bahan baku penulisannya. Namun latar belakang sosial-budaya tempat penciptaan Jawa dan Sunda jika dilihat dari aspek sosial budaya seperti bahasa, agama, falsafah, seni, dan sebagainya akan memengaruhi novel tersebut. Sehingga, singkat kata kedua novel tersebut akan menjadi karya yang berbeda pula.
Berbicara mengenai suatu tempat tentunya tidak akan lepas dari keadaan masyarakatnya pula. Masyarakat yang tinggal disuatu tempat tertentu akan memiliki keadaan sosial dan budaya yang berbeda.
Masyarakat Jawa akan memiliki pandangannya sendiri terhadap Gajah Mada yang tentunya akan dielu-elukan sebagai sosok pahlawan yang berjasa. Sementara itu, masyarakat Sunda tidak akan berpikir seperti itu. Malah kebanyakan orang akan menganggap Gajah Mada seorang pengkhianat atau penjajah yang sempat mencoba untuk menaklukkan tatar Sunda.
Saat seperti itulah, maka keadaan tersebut akan mempengaruhi terbentuknya suatu cerita yang berbeda pula dari setiap daerah. Berbagai pandangan tersebut kemudian secara tidak langsung akan membentuk berbagai pewatakan tokoh, plot, peristiwa dan berbagai unsur intrinsik lain yang ada di dalam cerpen/novel.
Analisis Latar Belakang Masyarakat/Tempat Cerpen Diciptakan
Analisis dilakukan dengan mempelajari keadaan sosial-budaya tempat dan masyarakat di mana penulis menulis karya tersebut. Sebelumnya pastikan bahwa tempat penulisan adalah wilayah native penulis. Jika bukan, maka harus dilakukan riset terhadap penulisnya terlebih dahulu, apakah ia sengaja menulis di luar tempat tinggalnya untuk mendapatkan inspirasi lebih, atau tidak.
Kemudian cari berbagai bukti konkret dalam cerpen yang dianalisis untuk dibandingkan dengan latar belakang masyarakat/tempat cerpen diciptakan. Apakah terdapat nilai-nilai sosial-budaya Jawa dalam novelnya? Apakah cerpen mengusung ideologi tertentu yang dianut oleh negara Indonesia? dsb.
Nilai-Nilai (Sosial Budaya) yang terkandung dalam Cerpen
Nilai ajaran atau etika dalam kehidupan selalu terkandung dalam suatu cerpen atau novel yang ditulis dengan baik. Berbagai nilai tersebut dikemas secara implisit atau secara tidak langsung melalui alur, latar, tokoh dan tema yang diusung. Beberapa nilai tersebut meliputi nilai budaya, moral, agama dan nilai praktis lainnya.
Beberapa ahli seperti Nurhayati (2019, hlm. 140) mengategorikan nilai dalam unsur intrinsik cerpen. Mengapa? karena meskipun nilai-nilai tersebut berasal dari luar (tergantung interpretasi pembaca) unsur ini tetap terkandung didalam cerpen secara implisit. Perbedaan pendapat tersebut sangat wajar karena nilai ini terkandung sekaligus tidak secara langsung berada di dalam suatu cerpen.
Namun baik masuk dalam kategori intrinsik maupun ekstrinsik, intinya unsur ini ada dan keduanya benar. Berikut adalah berbagai nilai ekstrinsik tersebut dilengkapi dengan penjelasan dan cara atau contoh analisisnya.
Nilai Moral/Etik
Nilai moral/etik adalah nilai yang memberikan atau memancarkan nasehat atau ajaran yang berkaitan dengan berbagai pertimbangan etika dan moral. Moral atau etika yang dimaksud berkaitan dengan norma-norma budi pekerti, susila dan ahlak baik-buruknya tingkah laku yang ada dalam suatu masyarakat atau kelompok tertentu (termasuk Anda).
Misalnya bagaimana seorang tokoh menerima takdir yang telah terjadi padanya, tetap tabah namun melakukan tindakan nyata yang agar dapat keluar dari nasib buruk tersebut.
Nilai Sosial
Nilai sosial adalah berbagai nilai yang berkaitan dengan masalah tata pergaulan antara individu dalam masyarakat. Tata pergaulan itu menyangkut interaksi sosial antarmanusia, baik secara individu maupun kelompok.
Contohnya adalah meskipun seorang tokoh protagonis telah dikhianati oleh tokoh antagonis, ia tetap berusaha untuk mencari jalan keluar yang tidak merugikan orang lain, siapapun itu, termasuk tokoh antagonis.
Nilai Budaya
Nilai budaya adalah nilai yang berkaitan dengan kebudayaan, peradaban, adat-istiadat maupun kebiasaan suatu masyarakat yang dijaga untuk tujuan positif.
Sebagai contohnya, perhatikan kutipan dari novel Mangir karya Pramoedya Ananta Toer berikut:
Dan bila orang mendarat dari pelayaran, entah jauh entahlah dekat, ia akan berhenti di satu tempat beberapa puluh langkah dari dermaga. Ia akan mengangkat sembah dihadapannya berdiri Sela Baginda, sebuah tugu batu berpahat dengan prasasti peninggalan Sri Airlangga. Bila ia meneruskan langkahnya, semua saja jalanan besar yang dilaluinya, jalanan ekonomi sekaligus militer. Ia akan selalu berpapasan dengan pribumi yang berjalan tenang tanpa gegas, sekalipun di bawah matahari terik.
Secara implisit kutipan tersebut mengandung nilai budaya timur yang selalu mengajarkan cara hidup tenang, tidak terburu-buru dan segala sesuatunya harus dihubungkan dengan alam.
Nilai Estetika
Nilai estetika atau keindahan adalah nilai yang berkaitan dengan keindahan, baik dari struktur pembangun cerita, maupun teknik penyajian cerita.
…Jika tatapan mata ditunjukkan kea rah selatan, di sana letak bangunan yang tak kalah megah dengan milik Sekar Kedaton Breh Kahuripan. Bangunan dengan pintu berukir memet dipahat oleh orang yang sangat ahli dan ditangkan dari wilayah pesisir utara itu adalah tempat tinggal yang disiapkan untuk Breh Daha atau Dyah Wiyat (Hariadi, 2008, hlm. 47).
Nilai estetis dalam kutipan di atas terkait dengan penyajian cerita dan imaji keindahan yang disajikan. Teknik yang digunakan adalah teknik deskriptif (showing). Kutipan tersebut menggambarkan indahnya bangunan megah yang lengkap dengan pintu berukir.
Nilai Pendidikan
Nilai pendidikan atau edukasi (didaktif) adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan pengetahuan dan ilmu yang dapat melakukan perubahan terhadap seseorang menuju pengetahuan yang lebih baik. Suatu karya sastra dapat memuat cerita yang menunjukan pendidikan atau justru memberikan pendidikan terhadap pembacanya.
Dyah Wiyat sangat terpengaruh oleh jawaban itu. Bahkan ternyata untuk bisa membaca atau menulis ada yang tidak mendapatkan kesempatan menguasainya. Padahal, ada banyak hal yang dapat dipelajari dan diperbincangkan dari kitab yang dipegangnya.
“Kamu tidak bisa menulis?” ulang Dyah Wiyat.
“Hamba tidak menulis. Waktu kecil taka da orang yang mengajari hamba untuk menulis. Untuk nama hamba sendiri pun hamba tak bisa” (Hariadi, 2008, hlm. 469).
Potongan cerita di atas memuat suatu tema pendidikan, mengenai bagaimana pendidikan membaca dan menulis belum dapat menyentuh seluruh rakyat nusantara di masa Majapahit. Teks tersebut memuat tema pendidikan sekaligus memberikan pendidikan terhadap pembaca. Betapa beruntungnya kita dimasa ini sudah dibekali kemampuan membaca dan menulis sedari kecil, amat disayangkan jika kita tidak menggunakannya.
Nilai Kemanusiaan
Nilai kemanusiaan berkaitan dengan bagaimana sifat-sifat manusia terhadap manusia lainnya. Apakah ia memiliki empati atau simpati terhadap sesama? Atau justru sebaliknya, bagaimana konsekuensi sifat tersebut terhadap dirinya sendiri dan orang lain?
Cerpen atau novel dapat mencerminkan nilai kemanusiaan yang muncul dikalangan tokoh utama dan watak lainnya dalam suatu masa atau periode. Misalnya bagaimana rasa kemanusiaan masyarakat kurang begitu baik terhadap ras kulit hitam di masa lalu. Semua itu bisa menjadi cerminan bagi kita semua agar terus meningkatkan rasa kemanusiaan tanpa membedakan warna kulit, ras maupun agama.
Nilai Sastra
Nilai sastra adalah bagaimana suatu cerpen dapat memuat kandungan karya kesastraan lain secara tidak langsung. Contohnya adalah terdapat narasi, adegan atau peristiwa yang menggambarkan suatu fenomena sastra. Untuk aplikasi konkretnya, perhatikan dialog berikut:
“Marilah kita tiru apa yang dilakukan Kumbakarna, jangan karen alasan apa pun diluar itu.”
Kumbakarna adalah adik Raja Rahwana dalam cerita Ramayana. Maka, terdapat fenomena karya sastra bahwa sastra Indonesia mendapat pengaruh Ramayana yang berasal dari India.
Nilai Ekonomi
Masih seperti nilai lainnya, nilai ekonomi adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan bidang perekonomian atau sistem pencaharian. Suatu cerpen dapat memuat nilai ini ketika menceritakan atau mendeskripsikan kegiatan-kegiatan transaksi suatu daerah, bisa juga justru cerpen menggunakan latar belakang perusahaan pialang dan tokoh-tokohnya adalah para broker yang sehari-hari menjalankan sistem ekonomi modern.
Nilai Falsafah Hidup
Nilai falsafah hidup adalah gagasan dan sikap batin yang paling mendasar dari suatu pandangan hidup yang dimiliki seseorang atau masyarakat. Biasanya, nilai ini adalah salah satu muatan yang paling sering ditemukan dan menjadi salah satu andalan suatu kisah. Nilai falsafah bisa berwujud filsafat tradisional dan sudah banyak diketahui oleh masyarakat seperti gemah ripah loh jinawi hingga ke manifestasi pemikiran filsafat penulisnya sendiri yang ia dapatkan dari filsuf lain yang telah Penulis baca dan pahami.
Referensi
- Nurhayati, Enung. (2019). Cipta Kreatif Karya Sastra. Bandung: Yrama Widya.