Creative block atau disebut juga Artist’s block adalah dilema yang sering dialami oleh penggiat kreatif. Semua orang yang bergelut di bidang kreatif apa saja biasanya akan selalu menghadapinya. Istilah umum yang biasa digunakan adalah tidak ada inspirasi, mentok, stuck hingga secara blak-blakan malas berkarya atau mood-mood-an. Intinya, mental kita dalam keadaan yang menolak untuk berkreasi atau bekerja.

Banyak yang menjadi alasan ketika kita sedang berada dalam keadaan ini. Kehilangan mood adalah salah satu alasan yang sering disalahkan. Padahal belum tentu apa yang kita alami sebetulnya berasal dari mood disorder, karena sebetulnya sulit untuk mengetahui keadaan psikis kita sendiri. Manusia adalah makhluk yang pandai mengkritisi orang lain, namun tidak sehebat itu dalam mengenali dirinya sendiri. Inilah mengapa kita membutuhkan psikiatris untuk menyelesaikan permasalahan psikis.

Penyebab Creative Block dan Solusinya

Sebetulnya, kebanyakan creative block berasal dari penyebab yang tidak kita sadari. Realitanya, penyebabnya juga berasal dari diri kita sendiri. Oleh karena itu, kebanyakan, solusinya juga ada pada diri kita sendiri. Berikut ini adalah beberapa penyebab creative block dan cara mengatasinya.

1. Belenggu Mental

Dalam keadaan mental yang terbelenggu, kita terjebak oleh pemikiran sendiri. Kita terkunci dalam cara yang sama dalam berpikir dan bersikap, sehingga gagal untuk mendapatkan opsi lain. Asumsi yang dibuat gagal mendekati permasalahan yang ingin dipecahkan, sehingga asumsi tersebut membatasi ruang gerak kreasi, namun kita terus menggunakannya secara tidak sadar. Pada akhirnya, kita terus terjebak pada kesalahan yang sama karena terus mencoba penyelesaian sama yang sebetulnya sudah jelas tidak berhasil memperbaiki kesalahan itu sendiri. Keadaan tersebut tentunya berujung pada progres yang stagnan. Jenis belenggu kreasi ini adalah yang sering kita sebut sebagai “tidak ada inspirasi”, stuck, atau procrastinating.

Solusi

Keluar dari asumsi yang selalu menjadi jawaban untuk setiap argumen yang kamu buat. Bahkan, buatlah argumen baru jika diperlukan, sehingga kita akan menelurkan asumsi-asumsi baru agar bisa keluar dari belenggu mental itu. Ketahui argumen dan asumsi yang selalu kamu buat terlebih dahulu. Misalnya, Argumen: saya harus membuat desain atau karya yang se-simpel mungkin, maka asumsinya: saya tidak dapat menambahkan elemen lain, sementara itu tidak ada elemen yang dapat dimodifikasi atau dikembangkan lagi. Keluar dari asumsi tersebut, minta pendapat orang lain atau gunakan prinsip-prinsip seni rupa untuk melihat kemungkinan modifikasi lain yang ada diluar kepalamu.

Seorang Seniman mungkin dapat berkarir selama puluhan tahun untuk mendapati bahwa karyanya yang dianggap Masterpiece adalah karya awalnya.

Intinya, keluar dari jebakan pemikiran diri sendiri yang mengurung kreativitas kita. Cobalah untuk berhenti berasumsi dan mulai menggali argumen yang kita ajukan lebih dalam. Jika perlu, catat dan petakan semua ide yang sedang kita pikirkan. Asumsi adalah hal yang abstrak yang kabur, visualisasikan agar menjadi jelas, jernih, dan konkret.

2. Hambatan Emosional

Proses kreatif bisa menjadi terasa sangat intens dan bukan proses yang mudah untuk dilakukan. Saat berkarya, kita menciptakan hal baru yang berarti belum diketahui bahkan oleh diri kita sendiri. Berhadapan dengan hal yang tidak diketahui itu pasti akan terasa lebih menyeramkan atau menakutkan, padahal ketika dihadapi, nyatanya tidak semenakutkan itu. Bisa jadi kita juga takut akan hal apa yang terungkap setelah kita mengetahuinya: karya yang kita hasilkan akan menjadi karya bagus atau jelek? memalukan atau akan membanggakan?

Apa pun perasaan itu, semua ketakutan dan keraguan ini hanyalah bentuk-bentuk hambatan yang mengarah pada penundaan. Emosi kita sebagai manusia terkadang membelenggu kemampuan kita yang sebenarnya. Dalam keadaan seperti ini, kita tidak dapat benar-benar mengeluarkan kekuatan kita yang sebenarnya.

Solusi

Hadapi perasaan-perasaan tersebut, jangan dihindari. Menutup-nutupi segala ketakutan emosional tidak akan membantu. Luapkan saja emosi tersebut dalam kepala, namun sikapi dengan penuh ketenangan. Ada banyak hal yang dapat membantu, seperti melakukan rutinitas lain terlebih dahulu untuk mendapatkan ketenangan, membuat lelucon dalam menyikapi perasaan kita sendiri yang tengah mendayu, hingga bersikap santai dan kasual saat kita merasa kurang percaya diri.

Ketika kamu berhasil mengatasinya, maka kemampuanmu yang sebenarnya akan hadir kembali. Perasaan-perasaan seperti ini tidak akan hilang, atau mereda, karena merupakan salah satu sifat bawaan manusia. Namun seiring berjalannya waktu, kita akan jauh lebih terbiasa. Itulah perbedaan dari orang yang telah memiliki jam terbang tinggi dan pengalaman dalam menghadapi emosi mereka sendiri. Percayalah, orang yang tampak percaya diri sekali pun sebetulnya tidak kebal dari demam panggung, yang ia miliki hanyalah kemampuan menyikapinya dengan tenang.

3. Kerangka Kerja yang Tidak Efektif

Meskipun kita tidak bekerja secara formal di suatu perusahaan atau tidak berusaha menerapkan metode penciptaan tertentu, secara tidak langsung kita akan membuat kerangka kerja sendiri. Kerangka kerja ini secara spontan terbentuk ketika kita melakukan proses kreatif. Kerangka ini akan membentuk kebiasaan dan menjadi rutinitas ketika kita berkarya.

Dalam kasus yang baik, kerangka kerja tersebut biasanya memberikan dampak positif. Sebaliknya, dalam kasus yang tidak baik maka kerangka kerja tersebut akan menjadi creative block.

Solusi

Stop sejenak dan perhatikan bagaimana cara kita bekerja. Sorot kebiasaan positif yang membuatmu produktif dan tandai kebiasaan negatif yang menghambat produktivitas. Misalnya selama ini kita memiliki kebiasaan untuk membuat sketsa detail pada kanvas sebelum melukisnya. Namun sketsa tersebut memakan waktu yang banyak dan kita memiliki kebiasaan untuk menyempurnakannya terlebih dahulu. Padahal pada akhirnya sketsa tersebut akan ditutupi juga oleh cat.

Pikirkan sejenak mengenai efektivitasnya, Apakah kebiasaan tersebut perlu dijaga? Coba gunakan alternatif lain. Misalnya percepat proses sketsa pensil, atau bahkan buat sketsa cepat di atas kertas kecil. Lengkapi dengan garis bantu sederhana untuk mentransfernya secara tidak langsung pada kanvas, You get the idea. Tidak ada metode atau kerangka yang benar-benar absolut, bahkan untuk kerangka kerja yang kita ciptakan sendiri.

4. Kemiskinan

Di dunia yang sekarang berprinsipkan ekonomi moneter, sulit untuk melepaskan peranan uang dalam segala aspek kehidupan kita. Meskipun seorang Perupa Murni tidak hanya berniat mencari uang dari karyanya, namun ketika kita sebagai manusia tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar, akan sulit baginya untuk fokus bekerja menciptakan produk kreatif. Kebutuhan dasar di sini sangatlah relatif, bisa jadi hanya sekedar untuk makan dan ongkos bepergian, bisa jadi termasuk kebutuhan lebih dari peralatan tertentu dan kebutuhan sosial lainnya, tergantung dari zona nyaman masing-masing.

Perkataan “keluar dari zona nyaman” memang terdengar inspiratif. Namun untuk keluar dari zona tersebut, kita harus berada di zona nyaman itu terlebih dahulu. Jika tidak, bagaimana kita tahu bahwa kita telah keluar dari zona nyaman? Selain itu, tidak semua orang memiliki standar yang sama, pastikan kamu sedang berada dalam keadaanmu yang paling stabil secara finansial dan sosial untuk dapat bekerja dengan baik. Vincent Van Gogh adalah seniman dengan kemampuan yang luar biasa, namun berakhir depresi dan bunuh diri karena permasalahan finansial.

Kemiskinan disini juga tidak hanya mengenai uang. Miskin pengetahuan, miskin jejaring sosial, atau kekurangan wawasan hingga ke peralatan untuk menyelesaikan karya.

Solusi

Solusi terbaik untuk permasalahan finansial adalah dengan mendapatkan atau menambah penghasilan. Menghemat akan membantu, namun tidak menyelesaikannya. Sayangnya terkadang sedikit pengorbanan harus dilakukan untuk mengembangkan passion kita. Cari penghasilan tambahan yang dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan finansialmu. Meningkatkan earning power adalah solusi nyatanya.

Penghasilan tersebut tidak harus selalu sesuatu yang dating dari industri kreatif. Terdapat beberapa pekerjaan yang lebih cepat menghasilkan penghasilan lebih, biasanya dari industri finansial. Banyak seniman Newyork yang memulai karirnya terlebih dahulu sebagai petugas kebersihan di Museum/Galeri, meskipun kemungkinan besar itu bukan pilihan terbaik di Indonesia, cari alternatif yang sepadan.

Sementara itu mengenai kemiskinan ilmu atau wawasan, solusinya adalah dengan belajar. Jika selama ini kamu tidak memiliki pendidikan formal, pertimbangkan opsi tersebut. Namun jika memang kamu tidak menyukai pendidikan formal, belajarlah bersama orang lain. Cari komunitas yang dapat memberikan pengalaman empiris secara langsung. Platonic Experiences akan terjadi bahkan ketika komunitasmu bukan komunitas yang membuka sesi pembelajaran atau praktik bersama.

5. Stress

Terkadang creative block muncul bukan dari sesuatu yang kurang, namun justru terlalu banyak. Melakukan aktivitas produktif yang kita sukai terkadang membuat kontrol akan tubuh dan pikiran kita lepas kendali. Bisa jadi kita telah bekerja terlalu keras atau terlalu lama untuk suatu hal.

Solusi

Beri jeda waktu untuk istirahat, atau melakukan aktivitas lain yang tidak terlalu menyita banyak pikiran dan tenaga. Jika kamu memiliki terlalu banyak ide, lakukan beberapa, lalu catat sebagian untuk dilakukan dikemudian hari. Jangan memaksakan diri untuk terus-menerus melakukan pekerjaan, berkurangnya kualitas adalah ganjaran yang mahal dalam dunia kreatif.

6. Masalah Pribadi

Kreativitas menuntut fokus dan sulit bagi kita untuk berkonsentrasi jika tengah berurusan dengan masalah pribadi. Berduka, menghadapi perpisahan, memiliki masalah dengan orang tua, perselisihan dengan teman, dsb. Sebetulnya, perkara seperti ini merupakan hal yang wajar dan akan dihadapi oleh siapapun. Namun terkadang kita terpaksa dan dituntut untuk tetap profesional meskipun tengah menghadapi situasi seperti ini.

Solusi

Pada dasarnya ada dua cara untuk mendekati masalah pribadi yang mengganggu proses kreatif. Yaitu menyelesaikan masalahnya terlebih dahulu atau menemukan cara mengatasinya sampai kita menyelesaikannya. Opsi pertama akan menuntut waktu lebih dan terkadang tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Jika masalah yang kita hadapi terhitung krusial, ada baiknya kita mengambil jeda waktu dari pekerjaan untuk menyelesaikan masalahnya terlebih dahulu.

Dalam keadaan kasus kedua, ada baiknya jika kita dapat memperlakukan pekerjaan sebagai “pelarian” berupa tempat perlindungan (sanctuary) selama masalah pribadi kita belum terpecahkan. Semacam Oasis di tengah tengah-tengah masalah yang sedang meranda. Gunakan ritual kreatif Anda untuk mengesampingkan masalah pribadi. Ketika pekerjaan telah selesai, bisa jadi justru kita mendapatkan pandangan untuk menyelesaikan masalahnya.

Kesimpulan

Intinya creative block adalah sesuatu yang menahanmu dalam berkreasi. Hal itu merupakan luapan dari sesuatu yang memberikan hambatan berupa syarat-syarat agar kita mau untuk melakukan penciptaan lagi. Syarat itu harus dipenuhi atau dimanipulasi sedemikian rupa agar kita dapat kembali ke proses kreatif. Terkadang hal sesederhana “sapuan kuas pertama” atau “goresan pensil pertama” dapat menyelesaikannya secara instan. Namun dalam beberapa kondisi dan keadaan mental tertentu membutuhkan ritual lebih untuk melewatinya.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *