Cyberbullying adalah perundungan di dunia maya menggunakan media digital (Natali, dkk, 2021, hlm. 253). Perundungan sendiri adalah perilaku agresif yang dilakukan oleh seseorang kepada korbannya, baik secara verbal maupun nonverbal berupa perilaku fisik (memukul, memaksa pergerakan, mencubit, dll). Seperti namanya, yakni cyber atau siber, cyberbullying adalah perundungan yang dilakukan di media sosial, aplikasi chat, platform game, dan platform digital lainnya.

Sebetulnya perilaku bullying yang agresif ini boleh jadi hanya dilakukan oleh beberapa kalangan yang kurang mendapatkan perhatian dan pendidikan dari sejak dini. Bisa pula terdapat suatu trauma yang membuat individu memiliki perilaku agresif. Akan tetapi, terdapat pula beberapa individu yang melakukan ini tidak secara sengaja dan tidak pula menyadari bahwa apa yang ia lakukan sebetulnya adalah salah. Padahal sebetulnya penalaran moral, emosi, dan etika mereka sudah cukup baik.

Belum lagi, lingkungan online tidak menghasilkan pola komunikasi yang sama dengan komunikasi secara langsung. Terdapat aspek suprasegmental seperti mimik muka, gestur tubuh, dan aspek suprasegmental penting lainnya yang tidak tampak. Hal ini dapat memperbesar risiko miskomunikasi dan membuat suatu hal yang tidak diniati agresif menjadi tampak agresif karena teks atau emoji saja tidak cukup untuk menunjukkan perasaan seseorang saat mengatakan atau mendengar suatu perkataan.

Sebagian orang juga dapat mengalami perubahan perilaku saat online karena mereka bersifat anonimous atau tidak dikenali. Saat berbicara menggunakan avatar dunia maya apalagi akun palsu, mereka merasa lebih aman karena identitas asli mereka tidak dapat diketahui. Padahal, kenyataannya amatlah mudah apalagi bagi pihak berwenang yang memiliki spesialisasi kejahatan siber untuk mengetahui dan melacak identitas asli dari akun aplikasi apa pun, baik itu aplikasi chat, platform games, media sosial, dll.

Sebagian orang juga tidak merasa bahwa apa yang mereka lakukan adalah hal yang signifikan dan merasa melakukan keisengan yang remeh. Misalnya, saat bermain game online sering kali seseorang merasa bahwa salah satu keasyikan dalam bermain game adalah ketika menang lalu dapat menghina mencaci-maki lawan yang kita kalahkan. Beberapa pemain game online bahkan mengakui bahwa salah satu keasyikan dari main game online adalah melakukan hal tersebut yang biasa disebut sebagai trash talk.

Sayangnya hal tersebut adalah salah satu bentuk dari cyber bullying. Tidak semua orang berkenan untuk membaca trash talk seperti itu. Mungkin sebagian komunitas memang biasa melakukannya dan tidak mengambil hati ketika orang lain melakukan itu pada dirinya sendiri. Akan tetapi, tidak semua orang seperti itu, setiap perasaan dan kesehatan mental orang-orang itu amatlah beragam.

Oleh karena itu, amatlah tidak bijak saat kita melakukan trash talk pada saat bermain game. Mungkin terdengar sepele, “ga usah baper-lah” katanya, akan tetapi beberapa orang memang memiliki keadaan mental “baper” dan kita sebagai pihak yang tidak mengalaminya tidak akan mengerti seberapa menyakitkan hal yang dirasakan oleh mereka.

Sebagai manusia, kita yang anggaplah tidak mudah mengambil hati akan perkataan orang lain tentunya tetap memiliki kelemahan dan mampu mengalami hal yang setidakmenyenangkan itu bukan? Bagaimana rasanya jika kita mengalaminya? Tentunya sangat tidak menyenangkan bahkan berpotensi untuk mengganggu kesehatan mental kita.

Perlakuan Cyberbullying

Cyberbullying biasanya dilakukan secara berulang dan dalam waktu yang lama terhadap seseorang dimana korban tidak mudah melakukan perlawanan atas tindakan tersebut. Penyebab perlakuan ini sendiri amatlah beragama seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Tetapi tanda paling kuat biasanya dikarenakan oleh adanya kesempatan dan perbedaan kekuatan antara pelaku dan korban. Perbedaan kekuatan ini dapat mengacu pada fisik, finansial, maupun mental.

Cyberbullying kerap kali dilakukan untuk menakuti, membuat marah, atau mempermalukan seseorang yang menjadi sasaran. Contoh dari perundungan seperti berikut.

  1. Menyebarkan kebohongan, mem-posting foto memalukan tentang seseorang di media sosial.
  2. Mengirim pesan atau ancaman yang menyakitkan melalui aplikasi chat.
  3. Mem-posting kata-kata yang menyakitkan pada kolom komentar di media sosial (Natali, dkk, 2021, hlm. 253).

Kegiatan lain yang juga merupakan cyberbullying antara lain seperti berikut.

  1. Penggunaan akun palsu atau akun orang lain untuk mengirim pesan jahat, mempermalukan, melecehkan seseorang.
  2. Trolling, yakni berupa pengiriman pesan yang mengancam atau menjengkelkan di jejaring sosial, ruang obrolan, atau online games.
  3. Pengucilan dari Games online, aktivitas, atau grup pertemanan.
  4. Membuat laman atau grup (group chat, chat room) yang membicarakan kejelekan atau menyebarkan kebencian terhadap orang lain.
  5. Menghasut anak-anak atau remaja lainnya untuk mempermalukan seseorang.
  6. Memberikan suara untuk seseorang atau suara seseorang dalam jajak pendapat yang melecehkan.
  7. Memaksa anak-anak agar mengirimkan gambar tidak pantas atau terlibat dalam percakapan seksual.
  8. Mengakses file pribadi orang lain dari komputer pribadinya (Natali, dkk, 2021, hlm. 253).

Perbedaan Perundungan Dunia Nyata dan Cyberbullying

Perundungan di dunia nyata dan di dunia maya dapat berlangsung secara bersamaan, tetapi di dunia maya, perundungan selalu meninggalkan jejak digital. Jejak digital ini dapat digunakan sebagai bukti dalam laporan ke pihak yang berwajib. Cyberbullying kerap menyebabkan korban mengalami tekanan yang lebih parah dari perundungan di dunia nyata karena sifat cyberbullying yang tidak mengenal batas waktu dan geografis.

Perbedaan perundungan di dunia nyata dan di dunia maya tampak pada tabel berikut.

BullyingCyberbullying
Perundung berhadapan dengan korban (face-to-face).Perundung tidak berhadapan (perundung bisa melakukannya setiap saat), 24 jam x 7 hari dalam seminggu.
Dapat mencari tempat aman dapat melarikan diri.Sulit untuk melarikan diri.
Perundung dapat diidentifikasi.Perundung dapat anonim dan sulit untuk diidentifikasi.
Terbatas pada lokasi tertentu.Tidak terbatas pada lokasi tertentu.

Sumber: Natali, dkk (2021, hlm. 254).

Dampak Cyberbullying

Dampak apa yang dapat diakibatkan oleh cyberbullying? Perundungan di dunia maya dapat berdampak lebih parah dari perundungan di dunia nyata karena perundungan ini seperti serangan dari banyak orang dan berbagai sisi, serta terjadi di dalam rumah sendiri. Korban seperti tidak dapat menghindarinya dan akan berdampak lama.

Bahkan sebetulnya cyberbullying juga tidak hanya berdampak pada korbannya. Akan tetapi berdampak negatif pada pelaku dan yang hanya sekedar menyaksikan saja. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing dampak cyberbullying terhadap korban, pelaku, dan yang menyaksikannya.

Dampak pada Korban Cyberbullying

Secara umum, korban dari perilaku cyberbullying terbagi menjadi dua dampak utama, yakni dampak mental dan emosional, serta fisik seperti yang akan dijelaskan sebagai berikut.

  1. Mental dan emosional: merasa malu, kesal, marah, khawatir berlebihan, tidak percaya orang lain, yang bisa menyebabkan kehilangan minat pada hal yang disukainya dan tidak fokus pada mata pelajaran yang lain.
  2. Fisik: merasa lelah dan merasakan gejala depresi seperti sakit perut dan sakit kepala. Dalam kasus ekstrem, depresi dapat berujung pada aktivitas untuk menghilangkan nyawanya sendiri (Natali, dkk, 2021, hlm. 254).

Dampak pada Pelaku Cyberbullying

Perundungan juga akan berdampak bagi pelaku, yaitu seperti berikut.

  1. Pelaku akan cenderung bersifat agresif, impulsif, mudah marah, dan berwatak keras.
  2. Pelaku cenderung ingin mendominasi orang lain, dan tidak menghormati orang lain.
  3. Pelaku akan dijauhi teman temannya (Natali, dkk, 2021, hlm. 255).

Adapun bagi orang yang menyaksikan, perundungan akan berdampak sebagai berikut.

  1. Pembiaran perudungan yang terjadi akan membentuk pemahaman bahwa perundungan dapat diterima secara sosial. Hal ini berbahaya karena bisa muncul pelaku perundungan baru.
  2. Orang lain akan bergabung dengan perundung karena takut akan menjadi korban perundungan berikutnya.

Menghentikan dan Mencegah Cyberbullying

Bagaimana jika kalian dan teman kalian menjadi korban cyberbullying? Apa yang harus dilakukan? tentunya kita telah mengetahui bahwa hal ini tidak boleh dibiarkan. Langkah pertama adalah dengan berusaha/mengarahkan teman untuk tidak membalas dan tetap tenang. Kita dapat melaksanakan atau membantu teman kalian dengan melakukan hal-hal berikut ini.

  1. menghapus konten perundungan,
  2. untag dari gambar,
  3. block perundung, dan
  4. melaporkan kejadian tersebut ke orang tua, guru, wali, atau konselor di sekolah.

Selain itu, terdapat pula tips dari Tim Kemdmikbud (2021, hlm. 255) untuk mencegah cyberbullying yang akan dipaparkan di bawah ini.

  1. Jika seseorang mengunggah sesuatu yang menyakitkan hati di halaman (page) media sosial kalian, hal yang perlu dilakukan ialah menghapus unggahan tersebut dan jangan membalasnya.
  2. Jika seseorang mengancam dalam bentuk apa pun di media sosial, laporkan dan blok akunnya.
  3. Laporkan Cyberbullying. Aplikasi media sosial memiliki mekanisme untuk melaporkan perundungan maya, terutama: perilaku rasis, ujaran kebencian, dan konten tidak senonoh.

Lalu bagaimana cara mencegah informasi pribadi agar tidak digunakan untuk memanipulasi atau mempermalukan kita di media sosial? menurut UNICEF (dalam Natali, dkk, 2021, hlm. 256) kita harus berhati-hati sebelum mem-posting atau berbagi apa pun secara online di internet. Kita harus berpikir apakah sesuatu yang kita bagi akan merugikan atau menyakiti orang lain.

Jangan memberikan informasi pribadi kita secara rinci (informasi privat) seperti alamat, nomor telepon, atau nama sekolah. Kita harus mempelajari tentang pengaturan privasi aplikasi media sosial, seperti berikut.

  1. Kita dapat memutuskan siapa yang dapat melihat profil, mengirim pesan langsung, atau mengomentari postingan kita. Kita juga dapat melaporkan komentar, pesan, dan foto yang menyakitkan dan meminta agar dihapus. Kita dapat memblokir orang sepenuhnya agar mereka tidak dapat melihat profil atau menghubungi kita.
  2. Kita dapat memilih agar komentar dari orang-orang tertentu hanya ditampilkan kepada mereka tanpa memblokir mereka sepenuhnya.
  3. Kita dapat menyembunyikan postingan dari orang-orang tertentu.
  4. Di sebagian besar aplikasi media sosial, orang tidak diberi tahu saat kita memblokir, membatasi, atau melaporkan mereka (UNICEF dalam Natali, dkk, 2021, hlm. 256).

Referensi

  1. Natali, dkk. (2021). Informatika smp Kelas VIII. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemdikbudristek.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *