Emosi atau terkadang disebut afeksi merupakan salah satu gejala jiwa atau proses mental yang dapat dialami oleh manusia. Dalam kehidupan sehari-hari mungkin kita mengenal pula bahwa istilah emosi ini sering dikatikan dengan hal negatif, seperti “jangan emosi dulu! coba kita bicarakan baik-baik”. Ya, sayangnya emosi sering dikaitkan dengan hal negatif seperti itu.

Namun hal tersebut mungkin bukan tanpa alasan, karena memang gejala emosi yang meluap dapat menghambat proses mental manusia yang lain, seperti kognitif (dapat berpikir jernih), hingga kehilangan ego sehingga dapat melakukan apa saja di luar norma sosial saat emosi itu menguasai pikirannya. Oleh karena itu, emosi merupakan gejala jiwa yang amat penting untuk diteliti pada manusia.

Tentunya emosi tidak hanya berupa afeksi negatif seperti cemas, takut, dan marah saja. Emosi juga memiliki banyak afeksi positif lain seperti senang, gembira, dan perasaan cinta yang justru memberikan dampak baik pada jiwa atau proses mental seseorang. Berikut adalah berbagai pemaparan mengenai emosi atau afeksi pada manusia.

Pengertian Emosi/Afeksi

Dalam beberapa kamus atau glosarium emosi sering diartikan sebagai sebagai berbagai perasaan yang kuat berupa perasaan benci, takut, marah, cinta, senang dan juga kesedihan. Pengertian secara leksikal lainnya mengenai emosi dapat diartikan sebagai perasaan yang ada dalam diri, dapat berupa perasaan senang atau tidak senang, perasaan baik atau buruk.

Sementara itu, secara etimologis sendiri, emosi berasal dari kata prancis emotion, yang bersal dari emouvoier, ‘excite’, yang berdasarkan kata latin emovere, yang terdiri dari kata-kata e-(variant atau ex-), yang artinya ‘keluar’ dan movere, artinya ‘bergerak’ (istilah “motivasi” juga berasal dai kata movere) (Asrori, 2020, hlm. 62). Dengan demikian, secara etimologi emosi adalah bergerak keluar. Bergerak keluar itu sendiri dapat berimplikasi pada ada sesuatu semacam perasaan yang dikeluarkan atau diluapkan.

Emosi Menurut Para Ahli

Tentunya para ahli psikologi juga memilki pandangan atau setidaknya redaksi yang berbeda mengenai definisi atau pengertian emosi ini. Seperti misalnya menurut Saleh (2018, hlm. 107) emosi merupakan keadaan yang ditimbulkan oleh situasi tertentu (khusus), dan emosi cenderung terjadi dalam kaitannya dengan perilaku yang mengarah (approach) atau menyingkiri (Avoidance) terhadap sesuatu, dan perilaku tersebut pada umumnya disertai adanya ekspresi kejasmanian, sehingga orang lain dapat mengetahui bahwa seseorang sedang mengalami emosi.

Pengertian tersebut didasarkan atas perilaku individu yang mengalami emosi pada umumnya tidak lagi memperhatikan keadaan sekitarnya, meskipun sebagian orang dalam situasi atau keadaan tertentu masih dapat mengontrolnya. Emosi marah atau sedih tentunya dapat menjadi contoh paling jelas dalam keadaan ini, namun kita juga akan mendapati seseorang yang bahagia hingga mengalami euforia terkadang lupa akan segalanya hingga mungkin kesenangannya itu sebetulnya menyakiti perasaan orang lain. “Dunia serasa miliki berdua” juga merupakan anekdot klise yang ditimbulkan oleh afeksi cinta.

Sementara itu menurut James & Large (dalam Warsah & Daheri, 2021, hlm. 99) emosi adalah hasil presepsi seseorang terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh sebagai respons terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari luar. Artinya, emosi dihasilkan atas stimulus dari luar orang itu sendiri. Entah itu karena ada hal yang menyenangkan sehingga ia bahagia, maupun ada seseorang yang menunjukkan kasih sayangnya sehingga ia pun terstimulus untuk melakukan hal yang sama.

Lebih lanjut Syamsuddin (dalam Asrori, 2020, hlm. 62) menambahkan bahwa emosi merupakan suatu suasana yang kompleks (a complex feeling state) dan getaran jiwa (stir up state) yang menyertai atau muncul sebelum atau sesudah terjadinya suatu perilaku. Artinya emosi keadaan yang kompleks, dapat berupa perasaan ataupun getaran jiwa yang ditandai oleh perubahan biologis yang muncul menyertai terjadinya suatu perilaku.

Selanjutnya Crow dan Crow (1962 dalam Warsah & Daheri, 2021, hlm. 101) mendefinisikan emosi sebagai suatu keadaan yang bergejolak pada diri individu yang berfungsi sebagai inner adjustment (penyesuaian dari dalam) terhadap lingkungan mencapai kesejahteraan dan keselamatan individu. Dengan demikian emosi merupakan hal yang harus disesuaikan atau dikontrol untuk menyesuaikan diri dalam menghadapi lingkungannya.

Dapat disimpulkan bahwa emosi adalah keadaan berupa suasana atau perasaan kompleks yang ditimbulkan dalam situasi dan stimulus tertentu dari dalam atau luar individu (lingkungan) yang ditandai oleh perubahan biologis (jasmani) yang menyertai perilaku individu yang dapat dikelola atau dikontrol sehingga orang lain mengetahui atau justru tidak mengetahuinya dalam rangka penyesuaian diri untuk menghadapi situasi atau lingkungan yang tengah dihadapinya.

Emotion Display Rules (Aturan Tampilan Emosi)

Sebelumnya telah dijelaskan bahwa emosi bisa jadi meluap dan tidak terkontrol, atau masih dapat dikontrol bahkan dapat diperlihatkan atau justru ditutupi kepada orang lain. Hal ini berkaitan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Ekman dan Friesen (Carlson, 1987 dalam Saleh, 2018, hlm. 108) yang dikenal dengan display rules yang terdiri atas tiga aturan (rules), yaitu masking, modulation, dan simulation.

  1. Masking
    Masking adalah keadaan seseorang yang dapat menyembunyikan atau yang dapat menutupi emosi yang dialaminya. Emosi yang dialaminya tidak tercetus keluar melalui ekspresi biologisnya. Misalnya seseorang sebetulnya sangat sedih karena kehilangan anggota keluarganya. Kesedihan tersebut dapat direndam atau ditutupi dengan tidak adanya gejala kejasmanian yang menyebabkan tampaknya rasa sedih tersebut (misalnya menangis).
  2. Modulasi
    Pada modulasi (modulation) individu yang tidak dapat merendam secara tuntas mengenai gejala kejasmaniannya tetapi hanya dapat mengurangi saja. Jadi misalnya karena sedih, ia menangis (gejala kejasmanian) tetapi tangisnya tidak begitu mencuat-cuat.
  3. Simulasi
    Individu yang tidak mengalami emosi dapat berpura-pura mengalami emosi dengan menampakkan gejala-gejala kejasmanian.

Menurut Ekman dan Friesen (Carlson, 1987) display rules ini dipengaruhi oleh unsur budaya. Misalnya, dalam beberapa norma dianggap tidak etis jika kita menangis dengan meronta-ronta di hadapan umum sekali pun kehilangan anggota keluarganya, maka individu itu cenderung tidak akan menangis dan berusaha menopengi perasaannya. Di sebagian budaya, justru ada pula yang membayar orang untuk melakukan simulasi menangis untuk menunjukkan betapa dicintai atau disayanginya orang yang baru berpulang itu, sehingga ada beberapa orang yang justru pandai untuk melakukan simulasi sedih.

Macam-macam Afeksi/Emosi

Jenis-jenis emosi atau afeksi terdiri atas dua payung utama, yaitu afeksi positif dan afeksi negatif. Afeksi positif adalah emosi yang menimbulkan perasaan positif pada orang yang mengalaminya, diataranya adalah cinta, sayang, senang, gembira, kagum dan sebagainya (Warsah & Daheri, 2021, hlm. 106). Sementara itu afeksi atau emosi negatif atauyang tidak menyenangkan adalah emosi yang menimbulkan perasaan negatif pada orang yang mengalaminya, yang di antaranya adalah sedih, marah, benci, takut dan sebagainya (Warsah & Daheri, 2021, hlm. 106).

  1. Marah
    Sumber utama dari kemarahan adalah hal-hal yang mengganggu aktivitas untuk mencapai tujuannya. Dengan demikian, ketegangan yang terjadi dalam aktivitas itu tidak mereda, bahkan bertambah untuk menyalurkan ketegangan itu seseorang mengekpresikannya dengan marah karena tujuannya tidak tercapai dan tidak sesuai dengan apa yang ia inginkan (Susanti, 2015 dalam Warsah & Daheri, 2021, hlm. 106).
  2. Takut
    Takut adalah perasaan yang sangat mendorong individu untuk menjauhi sesuatu dan sedapat mungkin menghindari kontak dengan hal itu.
  3. Cinta
    Emosi ini merupakan gambaran kesenangan bagi si pelaku, tentunya mereka akan mendekatinya. Lalu apa itu definisi cinta sendiri? Tentunya sama halnya jika kita dsisuruh untuk mendefinisikan ihwal dalam kebahagiaan. Dalam bukunya The Art of Loving, erich From sedemikian jauh telah berbicara mengenai cinta sebagai alat untk mengatasi keterpisahan manusia, sebagai pemenuhan kerinduan akan kesatuan (Setiawan, 2018 dalam Warsah & Daheri, 2021, hlm. 106).
  4. Emosi Depresi
    Seseorang mulai menutup ekspresi terbuka daripada emosiemosinya, dan akan meluapkandalamdirinyasaja. Contohnya tidak ada motivasi untuk melakukan apapun dan hilangnya hasrat untuk hidup serta keinginan untuk bunuh diri (Dirganyuni, 2016 dalam Warsah & Daheri, 2021, hlm. 107).
  5. Gembira
    Gembira adalah ekspresi dari kalangan, yaitu perasaan terbebas dari ketegangan. Biasanya kegembiran itu disebabkan oleh hal-hal yang bersifat tiba-tiba(surprise) dan kegembiraan biasanya bersifat sosial, yaitu melibatkan orang-orang lain disekitar orang yang gembira tersebut.
  6. Cemburu
    Cemburu adalah bentuk khusus dari kekhawatiran yang didasari oleh kurang adanya keyakinan terhadap diri sendiri dan ketakutan akan kehilangan kasih sayang dari seseorang. Seseorang yang mempunyai rasa cemburu selalu mempunyai sikap benci terhadap saingannya.
  7. Khawatir
    Khawatir atau was-was adalah rasa takut yang tidak mempunyai objek yang jelas atau atau tidak ada objeknya sama sekali. Kekhawatiran menyebabkan rasa tidak senang, gelisah, tidak tenang, tidak aman.

Proses Emosi

Proses dinamika terjadinya suatu emosi diungkapkan oleh Putchik (dalam Asrori, 2020, hlm. 65) pada teorinya yang memaparkan mengenai elemen emosi serta alur emosi yang dapat menjelaskan tentang dinamika emosi secara mendetail. Elemen-elemen emosi tersebut adalah:

  1. stimulus event (kejadian pendorong),
  2. inferred cognition (pikiran kognitif),
  3. feeling state (keadaan perasaan),
  4. physiological arousal (fisiologis yang muncul),
  5. impulse to action (dorongan dari hati untuk bertindak),
  6. evert behavior (perilaku yang muncul atau terlihat), dan
  7. effect (akibat).

Dari teorinya tersebut Plutchik membuat alur emosi yang disebutnya dengan feedback loops. Dinamika emosi yang terjadi menurut ”Feedback Loops Plutchik” merupakan proses yang berputar atau proses feedback, dimana perilaku yang nampak memiliki effect yang berperan sebagai akibat dari suatu peristiwa sebelumnya dan dapat juga menjadi stimulus yang memulai suatu kejadian selanjutnya.

Dari uraian tentang dinamika dan emosi diatas dapat disimpulkan bahwa Dinamika emosi adalah proses yang berputar atau proses feedback, dimana perilaku yang nampak memiliki effect yang berperan sebagai akibat dari suatu peristiwa sebelumnya dan dapat juga menjadi stimulus yang memulai suatu kejadian selanjutnya.

Mengendalikan Emosi

Emosi merupakan perasaan kuat yang dapat meluap-luap dan membuat kita kehilangan kendali atas semua gejala jiwa atau proses mental kita apabila tak dikendalikan. Oleh karena itu, mengendalikan emosi merupakan kemampuan yang harus terus diasah dalam menjalankan kehidupan yang ideal. Sehubungan dengan hal tersebut, menurut Sobur (2016, hlm. 43-44) ada beberapa peraturan untuk mengendalikan emosi, yakni sebagai berikut.

  1. Hadapilah emosi tersebut.
    Orang yang mebual bahwa dia tidak takut menghadapi bahaya, sebenarnya mereka melipat duakan rasa takutnya sendiri. Bukan saja mereka takut menghadapi bahaya sebenarnya, tetapi juga takut menemui bahaya tersebut. Sumber emosi tambahan ini dapat dihindarkan dengan menghadapi kenyataan yang ditakutkan atau kenyataan yang menyebabkan timbulnya perasaan marah.
  2. Jika mungkin, tafsiri kembali situasinya.
    Emosi adalah bentuk dari suatu interpretasi. Bukan stimulasi sendiri yang mengakibatkan reaksi emosional, tetapi stimulus yang salah ditafsirkan. Misalnya, anak biasanya menunjukan perasaan takut jika diayun-ayunkan, tetapi kalau tindakan mengayun-ayunkan itu disertai dengan senda gurau, anak bahkan menanggapinya dengan perasaan senang.
  3. Kembangkanlah rasa humor dan sikap realistis.
    Dalam hal seperti ini, humor dan sikap realistis dapat menolong. Tertawa bisa meringankan ketegangan emosi. Energi ekstra yang disediakan oleh perubahan-perubahan internal harus disalurkan. Karena itu, untuk bisa kembali santai, orang perlu melakukan suatu kegiatan.
  4. Atasilah secara langsung problem sumber emosi.
    Memecahkan problem atau masalah, pada dasarnya jauh lebih baik ketimbang mengendalikan emosi yang terkait dalam problem-problem tersebut. Misalnya, daripada berusaha mengendalikan perasaan takut kehilangan suatu posisi, lebih baik berusaha membina diri dan menjadi ahli dalam suatu pekerjaan yang berkaitan dengan posisi tersebut.
  5. Emosi memang mempunyai daya gerak yang besar.
    Sadari bahwa emosi memang memiliki daya gerak yang besar, oleh karena itu kita dapat mengatur dan mengarahkannya sedemikian rupa, sehingga emosi tersebut menggerakkan kita ke arah hidup yang lebih menyenangkan dan lebih efisien.

Faktor Penyebab Emosi

Faktor-faktor yang mempengaruhi atau menyebabkan emosi kita muncul terdiri atas faktor internal dan eksternal yang akan disampaikan sebagai berikut.

Faktor Internal

Umumnya emosi seseorang muncul berkaitan erat dengan apa yang dirasakan seseorang secara individu. Mereka merasa tidak puas, benci terhadap diri sendiri dan tidak bahagia. Adapun gangguan emosi yang mereka alami antara lain adalah sebagai berikut.

  1. Merasa tidak terpenuhi kebutuhan fisik mereka secara layak sehingga timbul ketidakpuasan, kecemasan dan kebencian terhadap apa yang mereka alami.
  2. Merasa dibenci, disia-siakan, tidak mengerti dan tidak diterima oleh siapa pun termasuk orang tua mereka.
  3. Merasa lebih banyak dirintangi, dibantah, dihina serta dipatahkan dari pada disokong, disayangi dan ditanggapi, khususnya ide-ide mereka.
  4. Merasa tidak mampu atau bodoh.
  5. Merasa tidak menyenangi kehidupan keluarga mereka yang tidak harmonis seperti sering bertengkar, kasar, pemarah, cerewet dan bercerai.
  6. Merasa menderita karena iri terhadap saudara karena disikapi dan dibedakan secara tidak adil (Ilahi, dkk. 2018).

Faktor Eksternal

Menurut Cole (1963 dalam Warsah & Daheri, 2021, hlm. 109) faktor yang mempengaruhi emosi negatif adalah sebagai berikut.

  1. Orang tua, wali, atau guru memperlakukan mereka seperti anak kecil yang membuat harga diri mereka dilecehkan.
  2. Apabila dirintangi, anak membina keakraban dengan lawan jenis.
  3. Terlalu banyak dirintangi dari pada disokong, misalnya mereka lebih banyak disalahkan, dikritik oleh orang tua, wali, atau guru, akan cenderung menjadi marah dan mengekspresikannya dengan cara menentang keinginan orang tua, mencaci maki guru, atau masuk geng dan bertindak merusak (destruktif).
  4. Disikapi secara tidak adil oleh orang tua, misalnya dengan cara membandingkan dengan saudaranya yang lebih berprestasi dan lainnya.
  5. Merasa kebutuhan tidak dipenuhi oleh orang tua padahal orang tua mampu.
  6. Merasa disikapi secara otoriter, seperti dituntut untuk patuh, banyak dicela, dihukum dan dihina.

Gangguan Emosi

Terdapat banyak teori yang berusaha untuk mengetahui penyebab dan bagaimana suatu gangguan emosi dapat terjadi pada manusia. Menurut Warsah & Daheri (2021, hlm. 104-105) teori-teori gangguan emosi ini dikelompokkan menjadi tiga kategori yang di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Teori Lingkungan
    Teori lingkungan menganggap bahwa penyakit mental diakibatkan oleh berbagai kejadian yang menyebabkan timbulnya stres. Pandangan tersebut beranggapan bahwa kejadian ini sendiri adalah penyebab langsung dari ketegangan emosi. Orang awam tidak ragu-ragu untuk menyatakan, misalnya, bahwa seorang anak menangis karena ia diolok-olok. Ia percaya secara harfiah bahwa olok-olok itu adalah penyebab langsung tangisan tersebut. Menurut pandangan ini, tekanan emosional baru bisa dihilangkan kalau masalah ketegangan tersebut ditiadakan. Selama masalah tersebut masih ada, biasanya tidak banyak yang bisa dilakukan untuk menghilangkan perasaan-perasaan yang menyertainya.
  2. Teori Afektif
    Pandangan profesional yang paling luas dianut mengenai gangguan mental adalah pandangan yang berusaha menemukan pengalaman emosional bahwa sadar yang dialami seorang anak bermasalah dan kemudian membawa ingatan yang dilupakan dan ditakuti ini ke alam sadar, sehingga dapat dilihat dapat dilihat dari sudut yang lebih realistik. Sebelum rasa takut dan rasa salah tersebut disadari, anak-anak itu diperkirakan hidup dengan pikiran bahwa sadar yang dipenuhi dengan bahan-bahan yang menghancurkan yang tidak bisa dilihat, tetapi masih sangat aktif dalam hidup. Dengan kata lain, menurut teori ini bukanlah lingkungan atau orang lain yang menimbulkan gangguan, akan tetapi tetapi perasaan bahwa sadar individunya sendiri.
  3. Teori Kognitif
    Menurut teori ini, penderitaan mental tidak disebabkan langsung oleh masalah kita atau perasaan bahwa sadar kita akan masalah tersebut, melainkan dari pendapat yang salah dan irasional, yang disadari maupun tidak disadari akan masalah yang kita hadapi. Betapa tidak rasionalnya ide-ide tersebut;dan akhirnya dia di dorong untuk berprilaku berlainan melalui sudut pengetahuan yang baru. Hanya inilah yang diperlukan untuk menenangkan gangguan emosional. Tidak menjadi soal, apakah si anak disepelekan atau membenci ayahnya. Semua kesukaran mengenai hal semacam itu berasal dari pikiran keliru mengenai hal tersebut. Bila sudah disadari bahwa pikiran-pikiran tersebut salah, gangguan akan lenyap.

Teori-Teori Emosi

Ada beberapa teori yang menyoroti emosi. Tidak semua teori mengenai emosi mempunyai titik pijak yang sama. Ada beberapa titik pijak yang berbeda yang digunakan untuk mengupas masalah emosi ini. Mengenai teori-teori tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut.

  1. Teori yang berpijak pada hubungan emosi dengan gajala kejasmanian.
  2. Teori yang hanya mencoba mengklasifikasi dan mendiskripsikan pengalaman emosional (emotional experiences).
  3. Melihat emosi dalam kaitannya dengan perilaku, dalam hal ini adalah bagaimana hubungannya dengan motivasi.
  4. Melihat emosi dalam kaitannya dengan aspek kognitif. (Morgan, dkk., 1984 dalam Saleh, 2018, hlm. 110).

Sebagian contoh dari beberapa teori-teori tersebut di antaranya akan dijelaskan pada pemaparan di bawah ini.

Teori Sentral

Menurut teori ini gejala kejasmanian merupakan satu akibat dari emosi yang dialami oleh individu, jadi individu mengalami emosi terlebih dahulu baru kemudian mengalami perubahan-perubahan dalam kejasmaniannya. Oleh karena itu teori atau pendapat ini dikenal dengan teori sentral, yang dikemukakan oleh Canon.Jadi menurut teori ini, gejala kejasmanian merupakan akibat datangnya emosi p ada individu (Purwoko, 2018).

Teori Perifir

Uraian teori ini merupakan kebalikan dari teori diatas, bahwasanya gejala jasmani justru penyebab dari emosi tersebut. Menurut teori ini orang menangis bukan karena ia susah, tetapi ia susah karena menangis. Teori ini dikemukakan oleh James dan Lange, sehingga sering disebut sebagai teori James-Lange dalam emosi.Sementara ahli mengadakan eksperimen-eksperimen tentang sejauh mana kebenaran teori ini, dan pada umunya menyatakan teori ini tidak tepat (Hendriani, 2018 dalam Warsah & Daheri, 2021, hlm. 110).

Teori kepribadian

Menurut pendapat ini bahwa emosi merupakan suatu aktivitas pribadi, di mana pribadi ini tidak dapat dipisahkan dalam jasmani dan psikis dalam substansi yang terpisah. Dengan demikian setiap emosi dalam perasaan memang secara otomatis berpengaruh ke jasmaninya. Teori ini dikemukakan oleh J. Linchoten (Sarlito, 2010 dalam Warsah & Daheri, 2021, hlm. 110).

Teori James-Lange

Emosi yang dirasakan adalah persepsi tentang perubahan tubuh. Salah satu dari teori paling awal dalam emosi dengan ringkas dinyatakan oleh Psikolog Amerika William James (dalam Warsah & Daheri, 2021, hlm. 111) bahwa kita merasa sedih karena kita menangis, marah karena kita menyerang, takut mereka gemetar. Teori ini dinyatakan di akhir abad ke-19 oleh James dan psikolog Eropa yaitu Carl Lange, yang membelokkan gagasan umum tentang emosi dari dalam ke luar.

Referensi

  1. Asrori. (2020). Psikologi pendidikan pendekatan multidisipliner. Banyumas: Pena Persada.
  2. Illahi, Ulya, et al. (2018). Hubungan antara kecerdasan emosi dengan perilaku agresif remaja dan implikasinya dalam bimbingan dan konseling. JRTI (Jurnal Riset Tindakan Indonesia),  3(2).
  3. Saleh, A.A. (2018). Pengantar psikologi. Makassar: Penerbit Aksara Timur.
  4. Sobur, Alex. (2016). Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah. Bandung: Pustaka Setia.
  5. Warsah, I., Daheri, M. (2021). Psikologi: suatu pengantar. Yogyakarta: Tunas Gemilang Press.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *