Daftar Isi ⇅
show
Keterampilan kolaborasi merupakan salah satu kompetensi yang dibutuhkan dalam menggalangkan pendidikan abad ke-21. Hal tersebut karena melakukan kolaborasi memiliki dampak positif terhadap kompetensi peserta didik. Selain itu, hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa kolaborasi menjadi salah satu kunci untuk mengembangkan kesejahteraan manusia secara umum dan luas pada abad ini.
Kini perekonomian dunia termasuk Indonesia didasari oleh kompetisi sehat yang membebaskan siapa saja untuk berusaha membentuk usaha dan perusahaan sebaik mungkin sehingga dapat bertahan, berkembang, dan bersaing dengan usaha dan perusahaan lainnya. Hal ini telah diketahui memiliki dampak positif karena saat terjadi kompetisi antarperusahaan maka konsumenlah yang menang, karena perusahaan-perusahaan akan selalu berusaha untuk mengembangkan dan mengefisiensikan harga produknya. Namun kompetisi ini tidak selalu menjadi hal positif di segala waktu dan kondisi.
Misalnya, karena perusahaan sendiri berbasis kompetisi, tak jarang budaya internal perusahaan staf dan karyawan yang bekerja di sana pun ikut berkompetisi satu sama lain. Mungkin hal ini lebih dikenal dengan istilah “sikut-sikutan” atau “politik perusahaan”. Padahal kompetisi dalam ranah internal malah menghasilkan ketidakefisienan pekerjaan. Dalam ranah tersebut, seharusnya yang digalangkan adalah kolaborasi.
Kompetisi internal yang tidak diperlukan hanya akan membuat suasana pekerjaan menjadi tidak kondusif serta menghambat berbagai keputusan yang seharusnya dapat dengan mudah diputuskan secara objektif tanpa malah dihambat oleh perbedaan pendapat yang pelik dan terkadang hanya bersifat subjektif atau muncul dari rasa persaingan untuk unjuk gigi satu sama lain.
Menimbang peta rencana pemerintah mengenai pendidikan abad ke-21 dan berbagai studi kasus nyata akan pentingnya kolaborasi, berikut adalah berbagai uraian mengenai kolaborasi, mulai dari pengertian hingga indikator atau penanda dari keterampilan kolaborasi.
Pengertian Kolaborasi
Kolaborasi adalah bentuk interaksi sosial berupa aktivitas kerja sama yang ditujukan untuk mencapai tujuan bersama dengan cara saling membantu dan saling memahami tugasnya masing-masing (Yani & Ruhiman, 2018, hlm.50). Namun demikian, tujuan bersama baru dapat dicapai jika kolaborator dapat melakukan interaksi yang dibarengi dengan empati, saling menghormati, dan menerima kekurangan serta kelebihan masing-masing. Seperti yang diungkapkan Hosnan (2014, hlm. 79) bahwa kolaborasi harus melibatkan interaksi dengan empati, saling menghormati, dan menerima kekurangan atau kelebihan masing-masing.
Sementara itu menurut Lai (2011, hlm. 2) kolaborasi adalah keterlibatan bersama dalam upaya terkoordinasi untuk memecahkan masalah secara bersama-sama yang interaksinya ditandai dengan tujuan bersama, struktur yang simetris dengan negosiasi tingkat tinggi melalui interaktivitas dan adanya saling ketergantungan. Negosiasi tingkat tinggi tentunya merujuk bahwa dalam suatu kolaborasi setiap individu harus saling menghargai satu sama lain dengan cara berkompromi dan mengajukan gagasan yang saling menguntungkan.
Dapat disimpulkan bahwa kolaborasi adalah keterlibatan bersama dalam upaya terkoordinasi untuk memecahkan masalah secara bersama-sama melalui interaksi yang saling membantu dan memahami tugasnya masing-masing yang dibarengi oleh empati, saling menghormati, dan menerima kekurangna serta kelebihan masing-masing dalam rangka untuk mencapai tujuan bersama.
Indikator Kolaborasi
Tentunya kita dapat mengenali apakah kolaborasi telah terjadi atau tidak melalui patokan, kriteria, atau indikator dari kolaborasi itu sendiri. Mengenai hal ini, banyak ahli yang memiliki pendapat berbeda namun masih dalam satu medan gagasan. Misalnya, menurut Thrilling & Fadel (2015, hlm. 55) kriteria-kriteria atau indikator dari kolaborasi adalah sebagai berikut.
- Demonstrate ability to work effectively and respectfully with diversed teams. Artinya, mampu mendemonstrasikan kemampuan untuk bekerja secara efisien dan saling menghormati dengan anggota tim yang berbeda-beda.
- Exercise flexibility and willingness to be helpful in making necessary compromise to accomplish a common goal. Dapat mempraktikan fleksibilitas dan kemauan untuk menjadi bermanfaat dalam melakukan berbagai kompromi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan bersama.
- Assume shared responsibility for collaborative work, and value the individual contributions made by each team member. Dapat membagi tanggung jawab untuk pekerjaan kolaborasi dan menghargai nilai dan kontribusi dari setiap anggota tim/kolaborator.
Thrilling & Fadel (2015) juga menyederhanakan indikator kolaborasi menjadi: respect (menghargai), willingness (kerelaan), dan compromise (kompromi). Sementara itu menurut Greenstein (dalam Sunbanu & Mawardi, hlm. 2039) 15 indikator dari kolaborasi adalah sebagai berikut.
- Bekerja secara produktif bersama rekan sekelompok;
- Berpartisipasi dan berkontribusi secara secara aktif;
- Seimbang dalam mendengar dan berbicara, menjadi yang utama dan menjadi pengikut dalam kelompok;
- Menunjukkan fleksibilitas dan berkompromi;
- Bekerja secara kolega dengan berbagai tipe orang;
- Menghormati ide-ide orang lain;
- Menunjukkan keterampilan pengambilan satu pandangan atau perspektif;
- Menghargai kontribusi masing-masing anggota kelompok;
- Mencocokkan tugas dan pekerjaan berdasarkan kekuatan dan kemampuan individu anggota kelompok;
- Bekerja dengan orang lain untuk membuat keputusan yang mencakup pandangan beberapa individu;
- Berpartisipasi secara hormat dalam diskusi, debat, dan perbedaan pendapat;
- Berkomitmen untuk mendahulukan tujuan kelompok;
- Mempertimbangkan kepentingan dan kebutuhan kelompok yang lebih besar;
- Bekerja sama untuk menyelesaikan masalah dan menghasilkan ide-ide dan produk baru;
- Bertanggung jawab bersama untuk menyelesaikan pekerjaan, berkontribusi dalam kelompok untuk tuntutan konflik.
Tabel Indikator Kolaborasi
Sementara itu, menurut Srinivas (dalam Sunardi dkk, 2017, hlm. 141) indikator kolaborasi adalah beberapa poin kriteria yang disampaikan melalui tabel di bawah ini.
No. | Indikator | Deskripsi |
---|---|---|
1. | Saling ketergantungan positif | Setiap anggota kelompok saling terlibat untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama. |
2. | Tanggung jawab individu | Semua anggota kolaborator dalam kelompok memegang tanggung jawab untuk mengerjakan tugas yang menjadi bagiannya sendiri. |
3. | Interaksi melalui tatapan muka | Meskipun setiap anggota kelompok mengerjakan tugas bagiannya secara peroangan, namun sebagian besar tugas harus dikerjakan secara interaktif dengan anggota yang lain dengan memberikan penalaran, masukan, dan kesimpulan terkait dengan materi yang dipelajari serta yang lebih penting dapat saling mengajari dan mendukung. |
4. | Penerapan keterampilan kolaborasi | Siswa atau kolaborator didorong dan dibantu untuk mengembangkan rasa kepercayaan, kepemimpinan, pengambilan keputusan, komunikasi, dan keterampilan dalam mengelola konflik. |
Sebagai catatan, tabel di atas bukanlah tabel indikator yang sudah dibagi menjadi beberapa kriteria penilaian dan deskriptornya. Namun demikian kriteria penilaian keterampilan kolaborasi dapat dibuat berdasarkan tabel tersebut dengan menyimpulkannya bersama indikator-indikator keterampilan kolaborasi menurut para ahli lainnya di atas.
Meningkatkan Keterampilan Kolaborasi
Untuk dapat meningkatkan keterampilan kolaborasi yang mencakup aspek pembelajaran dalam tim, refleksi, kesiapan, manajemen waktu, kualitas kerja, motivasi/keterlibatan, keluwesan peran, interaksi antar anggota kelompok, dinamika kelompok, dukungan kelompok, dan kontribusi haruslah diasah dan latih (Ofstedal and Dahlberg dalam Qisthi, 2021, hlm. 20).
Dalam penelitiannya Chang & Simpson (dalam Qisthi, 2021, hlm. 20) mengungkapkan bahwa hal tersebut dapat diasah dengan memberikan tugas yang diberikan secara berkelompok sehingga para peserta didik di dalam prosesnnya dapat saling berbagi perspektif dan menyelesaikan tugas secara efektif. Selain itu keterampilan ini dapat diukur dengan menggunakan lembar observasi yang terdiri dari aspek bekerja produktif, menunjukkan rasa hormat, berkompromi, dan berbagi tanggung jawab, dan indikator lain yang relevan.
Dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan kolaborasi, salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan memberikan tugas yang diberikan secara berkelompok sehingga para peserta didik di dalam prosesnnya dapat saling berbagi perspektif dan menyelesaikan tugas secara efektif.
Keterampilan kolaborasi juga dapat ditingkatkan melalui model pembelajaran dan media pembelajaran yang menyokong kolaborasi seperti model pembelajaran Cooperative Learning. Pada penelitian Anneke (2020, hlm. 169) ditemukan bahwa model pembelajaran Cooperative Learning tipe NHT dapat meningkatkan kolaborasi, selain itu indikator keterampilan kolaborasi juga muncul pada media pembelajaran yang menyokong model tersebut.
Berdasarkan berbagai pemaparan di atas, pada intinya keterampilan kolaborasi dapat ditingkatkan dengan cara membiasakan diri berada pada situasi tim yang mengharuskan kita untuk bekerja sama dengan orang lain. Melihat bahwa kolaborasi ternyata membutuhkan empati dan rasa saling menghargai, kegiatan seperti team Building juga akan menjadi amat penting karena dapat mempererat hubungan personal antartim atau antarkolaborator seperti siswa di sekolah atau sesama staf di suatu perusahaan.
Referensi
- Anneke, Gloria. (2020). Peningkatan keterampilan kolaborasi dan hasil belajar matematika siswa kelas IV di Sekolah Dasar Kanisius Demangan Baru 1 dengan menggunakan model Numbered Head Together. Skripsi thesis, Sanata Dharma University.
- Hosnan. (2014). Pendekatan saintifik dan kontekstual dalam pembelajaran abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia.
- Lai, Emily R. (2011). Collaboration: A Literature Review. New York: Pearson.
- Qisthi, Naufalia. (2021). Efektivitas pembelajaran daring berbasis google docs terhadap keterampilan kolaborasi peserta didik pada materi perubahan lingkungan (Studi Eksperimen di Kelas X IPA SMA Negeri 1 Kawali Tahun Ajaran 2020/2021). Sarjana thesis, Universitas Siliwangi.
- Sunbanu, H., Mawardi, M., & Wardani, K. (2019). Peningkatan keterampilan kolaborasi siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif two stay two stray di sekolah dasar. Jurnal Basicedu, 3(4), 2037-2041. doi:https://doi.org/10.31004/basicedu.v3i4.260
- Thrilling & Fadel. (2015). 21st century skills: learning for life in our times. San Fransisco: A Wiley Imprint.
- Yani & Ruhiman. (2018). Teori dan implementasi pembelajaran saintifik kurikulum 2013. Bandung: Refika Aditama.