Pengertian Manajemen Kinerja

Manajemen kinerja adalah cara untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dari organisasi, tim, dan individu dengan memahami dan mengelola kinerja dalam kerangka kerja yang disepakati dari tujuan yang direncanakan dan berbagai persyaratan kompetensi yang ditentukan (Armstrong dalam Tampubolon, 2020, hlm. 80).

Lahirnya manajemen berbasis kinerja merupakan bagian dari reformasi new public management yang dilakukan oleh Negara-negara maju di Eropa dan Amerika sejak tahun 1980-an. Fokus manajemen berbasis kinerja adalah pengukuran kinerja sektor publik yang berorientasi pada pengukuran outcome, bukan lagi sekedar pengukuran input dan output saja (Pasolong, 2019, hlm. 201).

Manajemen kinerja atau performance management adalah proses menyeluruh atau holistic yang sebagian besar bersifat partisipatif dan memiliki tujuan untuk mengelola, mengawasi di tempat kerja sebagai pendekatan sistematis dan terorganisir untuk mengelola dan menghargai kinerja dengan menghasilkan dan mempertahankan motivasi pengelolaan positif karyawan (Tampubolon, 2020, hlm. 80). Oleh karena harus dilakukan secara sistematis dan terorganisir, manajemen kinerja ini juga sering disebut sebagai sistem manajemen kinerja atau disingkat SMK.

Sementara itu menurut Sadikin dkk (2020, hlm. 105) manajemen kinerja merupakan kegiatan yang berkaitan langsung dengan kriteria yang dipakai untuk menentukan penilaian terhadap karyawan yang memonitor, mengukur, mengevaluasi dan mendokumentasikan kinerja dan hasilnya terhadap kemajuan atau kemunduran organisasi.

Selanjutnya menurut Pasolong (2019, hlm. 202) manajemen kinerja adalah suatu pendekatan yang digunakan untuk memperbaiki kinerja berdasarkan proses yang berkelanjutan dalam penetapan sasaran kinerja birokrasi yaitu mengumpulkan data, menganalisis, menelaah, mengukur kinerja, dan melaporkan kinerja sebagai bahan untuk memperbaiki kinerja selanjutnya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manajemen kinerja adalah proses yang teratur untuk memperbaiki kinerja dengan tahap-tahap yang terencana seperti mengumpulkan data, menganalisis, mengukur kinerja berdasarkan tujuan yang telah direncanakan dan kompetensi yang ditentukan dengan baik sehingga mampu menghasilkan proses perubahan yang pada akhirnya akan berdampak pada perbaikan budaya kinerja.

Ciri/Karakteristik Manajemen Kinerja

Manajemen Kinerja adalah konsep kompleks yang mencakup dimensi berbeda dari organisasi dan orang-orang. Perencanaan kinerja, pengembangan, dan sistem penghargaan memungkinkan manajer untuk merealisasikan potensi mereka yang sebenarnya dalam rangka berkontribusi bagi pertumbuhan dan pengembangan organisasi. Untuk mencapainya diperlukan beberapa prasyarat dengan ciri dan karakteristik yang perlu di jaga yang di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Arah tujuan organisasi
    Manajer perlu dengan jelas dan tepat meletakkan tujuan organisasi, tujuan dan memastikan bahwa ini diinformasikan dengan baik kepada manajer dan karyawan lain dan membuat mereka untuk mewujudkan apa yang diharapkan organisasi dari mereka. Tujuan organisasi perlu diterjemahkan ke dalam tujuan individu, tim, dan departemen atau divisi.
  2. Evaluasi
    Kinerja individu, tim, departemen/divisi perlu dievaluasi secara berkelanjutan. Organisasi harus mengembangkan sistem dan proses evaluasi, yang dirancang dan dikembangkan pada jalur ilmiah.
  3. Kerja sama tetapi tidak mengendalikan
    Manajer harus memelihara praktik menyelesaikan pekerjaan melalui sistem untuk memperoleh pengelolaan manajemen konsensus daripada melalui kontrol atau paksaan.
  4. Tim manajemen diri
    Manajemen perlu mendorong individu dan tim untuk mengelola diri sendiri atas kinerja mereka. Prosedur ini diciptakan dalam mengelola rasa tanggung jawab dan mengembangkan semangat untuk bekerja dengan komitmen dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahannya dari waktu ke waktu dan merencanakan untuk mengurangi kesenjangan kinerja.
  5. Pengembangan kepemimpinan
    Manajer perlu mengidentifikasi para pengelola yang memiliki potensi kepemimpinan dan terlepas dari ketulusan dan kejujuran untuk memastikan komunikasi dua arah yang lebih baik dan efektif antara manajer dan manajer. Sistem umpan balik organisasi harus memiliki sistem umpan balik yang sangat baik untuk kinerja manajer/individu/tim/ departemen. Harus dipantau terus-menerus dan menghasilkan umpan balik untuk manajemen (Tampubolon, 2020, hlm. 81).

Komponen Sistem Manajemen Kinerja

Para ahli menganggap sistem manajemen kinerja sebagai alat strategis karena berkaitan dengan pencapaian tujuan organisasi jangka panjang dan berfungsinya organisasi secara efektif di lingkungan eksternalnya. Manajemen Kinerja memengaruhi empat jenis integrasi yaitu, vertikal, fungsional, sumber daya manusia, dan tujuan.

  1. Integrasi vertikal,
    artinya komponen manajemen kinerja menyelaraskan tujuan di tingkat organisasi, individu, dan tim dan mengintegrasikannya untuk kinerja yang efektif di mana individu dan tim sepakat untuk berdialog untuk bekerja dalam kerangka kerja yang luas dari tujuan dan nilai-nilai organisasi.
  2. Integrasi fungsional,
    berkaitan dengan memfokuskan beberapa energi fungsional, rencana, kebijakan, dan strategi ke dalam tugas-tugas di berbagai tingkat dan bagian organisasi.
  3. Integrasi sumber daya manusia,
    ini memastikan integrasi efektif berbagai subsistem human resources management (HRM) untuk mencapai tujuan organisasi dengan kinerja optimal. Subsistem ini mencakup manajemen sumber daya manusia, pemantauan tugas, desain pekerjaan, motivasi, penilaian dan penghargaan, dan pelatihan dan pemberdayaan.
  4. Integrasi tujuan,
    berfokus pada kesesuaian antara kebutuhan, aspirasi, dan tujuan pengelolaan dengan tujuan dan tujuan organisasi (Tampubolon, 2020, hlm. 80).

Unsur-Unsur Manajemen Kinerja

Pasolong (2019, hlm. 202) menyatakan bahwa unsur-unsur manajemen kinerja adalah sebagai berikut.

  1. Keteraturan proses kegiatan.
  2. Peningkatan kinerja.
  3. Melalui proses yang teratur dan dalam jangka panjang.
  4. Penentuan sasaran kinerja dan pengukurannya.
  5. Pengukuran kinerja.
  6. Mengumpul, menganalisis, menelaah, melaporkan dan digunakan untuk memperbaiki kinerja selanjutnya.

Prinsip Manajemen Kinerja

Kualitas dan efektivitas manajemen kinerja adalah kenyataan dalam organisasi yang hanya dapat terwujud apabila prinsip-prinsip dasar atau praktik manajemen tertentu dilakukan. Menurut Tampubolon (2020, hlm. 81) beberapa prinsip manajemen kinerja tersebut antara lain adalah sebagai berikut.

  1. Transparansi
    Keputusan yang berkaitan dengan peningkatan dan pengukuran kinerja seperti perencanaan, alokasi kerja, bimbingan dan konseling dan pemantauan, tinjauan kinerja. Harus dikomunikasikan secara efektif kepada pengelola dan anggota lain dalam organisasi.
  2. Pengembangan karyawan dan partisipasi
    Pemberdayaan efektif karyawan dan pengelola (individu dan tim) dalam proses pengambilan keputusan dan memperlakukan mereka sebagai mitra dalam perusahaan. Mengakui karyawan dalam mengelola jasa, bakat, dan kemampuan mereka, memberi penghargaan dan memberikan lebih banyak wewenang dan tanggung jawab.
  3. Nilai perlakuan yang adil
    memastikan kepuasan yang memuaskan bagi para pemangku kepentingan dalam organisasi, empati dan kepercayaan dan memperlakukan orang sebagai manusia alih-alih hanya sebagai karyawan membentuk fondasi dasar, terpisah dari yang lain.
  4. Lingkungan kerja yang tradisional
    Manajemen perlu menciptakan budaya dan iklim kerja yang kondusif dan menyenangkan yang akan membantu orang untuk berbagi pengetahuan dan informasi pengalaman mereka untuk memenuhi aspirasi mengelola dan mencapai tujuan organisasi. Pengelola dan karyawan harus mendapat informasi tentang misi organisasi, tujuan, nilai-nilai dan kerangka kerja untuk mengelola dan mengembangkan individu dan tim untuk kinerja yang lebih baik.
  5. Lingkungan eksternal
    Manajemen lingkungan eksternal yang efektif dan kontekstual untuk mengatasi hambatan dan hambatan dalam cara kinerja manajerial yang efektif.

Proses Sistem Manajemen Kinerja

Manajemen Kinerja terdiri dari tiga bagian penting, yakni:

  1. Perencanaan, Pengelolaan Kinerja dan Pengembangan;
  2. Memonitor Kinerja Kelola dan Pengembangan; dan
  3. Pencatatan Saham Tahunan.

Perencanaan dibuat pada awal tahun sementara pemantauan dan pendampingan dilanjutkan sepanjang tahun saat rencana dijalankan. Inventarisasi terjadi pada akhir tahun. Masing-masing fase ini membutuhkan tindakan konkret tertentu oleh manajer dan manajer. Kedua pihak ini (manajer dan manajer) memberikan input yang sesuai dengan menjaga seluruh proses dalam perspektif.

Seluruh proses manajemen kinerja dapat didekati dalam mode yang berbeda. Perencanaan, peninjauan, dan pengambilan stok dapat terjadi sepanjang tahun, lebih khusus pada saat tinjauan berkala selama fase pemantauan dan pendampingan. Dengan demikian, ketiga fase ini dinamis dan saling berinteraksi secara terus-menerus.

Implementasi Manajemen Kinerja yang Baik

Ada fitur khusus tertentu yang akan membuat manajemen kinerja lebih efektif dan kualitatif dalam pencapaian tujuan organisasi, antara lain yaitu sebagai berikut.

  1. Proses berkelanjutan
    Manajemen kinerja harus merupakan proses yang berkesinambungan dan harus dilakukan sepanjang tahun, dalam totalitasnya, yaitu perencanaan kinerja dan pengembangan manajemen, pemantauan kinerja manajemen dan pengembangan manajemen pendampingan dan pengambilan stok tahunan. Ketiga fase ini harus diimplementasikan secara berurutan.
  2. Fleksibel
    Proses manajemen kinerja harus fleksibel dan harus memastikan manajer dan manajer bertindak bersama. Namun, masing-masing pihak harus memiliki kemampuan manuver yang cukup untuk merancang proses mereka sendiri dalam kerangka kerja keseluruhan untuk manajemen kinerja.
  3. Futuristik
    Manajemen kinerja atau sistem manajemen kinerja haruslah futuristik, karena ketiga bagian manajemen kinerja berorientasi pada perencanaan dan peningkatan di masa depan. Sistem evaluasi memberikan input yang diperlukan untuk tindakan di masa mendatang.
  4. Partisipasi
    Manajemen Kinerja bersifat partisipatif. Ini menyediakan untuk dialog reguler dan sering antara manajer dan manajer untuk membahas kinerja juga kebutuhan pengembangan.
  5. Mengontrol
    Manajemen Kinerja bertujuan untuk mengukur kinerja aktual manajemen terhadap kinerja yang direncanakan, yaitu, target, standar, atau indikator.
  6. Perilaku dalam Konten
    Manajemen Kinerja sepenuhnya mengembangkan sifat dan memperhatikan dirinya sendiri dengan kuat dengan aspek-aspek perilaku psikologis dan sifat-sifat kepribadian organisasi, yang merupakan input penting untuk proses kinerja. Manajemen Kinerja menentukan atribut dan perilaku pribadi masing-masing manajer ini dan dengan cermat menilai konteks kontribusi mereka untuk mengelola tingkat kinerja. Ini membuka jalan untuk mengidentifikasi kebutuhan pembangunan masa depan pengelola.
  7. Win-Win Philosophy
    Manajemen Kinerja menyediakan kerangka kerja di mana manajer harus mendukung manajemen mereka untuk berhasil dan menang.

Tantangan Manajemen Kinerja

Pengukuran kinerja pada sektor swasta bertumpu pada aspek finansial karena tujuannya adalah mencari laba sehingga mudah diukur karena bersifat kuantitatif dan nyata. Namun kondisi ini berbeda dengan organisasi sektor publik, dimana penilaian keberhasilan organisasi sektor publik dalam menjalankan fungsinya adalah kepuasan yang dirasakan oleh masyarakat atas penyediaan barang dan jasa publik yang bersifat kualitatif.

Dengan demikian, menurut Mahsun (dalam Pasolong, 2019, hlm. 217) berpendapat bahwa terdapat beberapa tantangan atau kendala yang akan dihadapi dalam pengukuran kinerja pada manajemen kinerja yang di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Tujuan organisasi bukan memaksimalkan laba.
    Tujuan organisasi sektor publik adalah peningkatan pelayanan publik dan penyediaan barang publik.
  2. Sifat output adalah kualitatif, intangible dan indirect.
    Output yang dihasilkan dari kegiatan organisasi publik pada umumnya bersifat kualitatif, tidak berwujud dan tidak langsung dirasakan pada saat itu sehingga kinerja organisasi lebih sulit diukur.
  3. Antara input dan output tidak mempunyai hubungan secara langsung (discretionary cost centre).
    Dalam konsep akuntansi pertanggungjawaban, organisasi sektor publik merupakan sebuah entitas yang harus diperlakukan sebagai pusat pertanggungjawaban (responsibility centre). Sedangkan di sisi lain karakteristik input (biaya) yang terjadi sebagian besar tidak dapat ditelusuri secara langsung dengan outputnya, sebagaimana sifat biaya kebijakan (discretionary cost). Hal ini menyebabkan sulitnya ditetapkan standar tolok ukur kinerja.
  4. Tidak beroperasi berdasarkan market force sehingga memerlukan instrumen pengganti mekanisme pasar.
    Organisasi sektor publik tidak beroperasi sebagaimana adanya market competition sehingga tidak semua output yang dihasilkan tersedia di pasar. Oleh karena itu tidak ada pembanding yang independen maka dalam pengukuran kinerja diperlukan instrumen pengganti mekanisme pasar.
  5. Berhubungan dengan kepuasan pelanggan (masyarakat).
    Organisasi sektor publik menyediakan jasa pelayanan bagi masyarakat yang sangat heterogen, dengan demikian mengukur kepuasan masyarakat yang mempunyai kebutuhan dan harapan yang beraneka ragam adalah pekerjaan yang tidak mudah.

Referensi

  1. Pasolong, Harbani. (2019). Teori administrasi publik. Bandung: Alfabeta.
  2. Sadikin, A., Misra, I., Hudin, M.S. (2020). Pengantar manajemen dan bisnis. Yogyakarta: K-Media.
  3. Tampubolon, M.P. (2019). Change management (manajemen perubahan; individu, tim kerja, organisasi). Bogor: Penerbit Mitra Wacana Media.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *