Masa reformasi di Indonesia adalah masa setelah berakhirnya pemerintahan Orde Baru yang dimulai pada tanggal 21 Mei 1988 saat Presiden Soeharto mengundurkan diri dan digantikan oleh Wakil Presiden B.J. Habibie (Tim Kemdikbud, 2017, hlm. 272).

Gerakan Reformasi

Mengapa masa itu disebut dengan masa reformasi? Gerakan reformasi adalah pergerakan yang menghendaki adanya perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih baik secara konstitusional.

Lahirnya Gerakan Reformasi

Lahirnya gerakan reformasi didasari oleh keinginan untuk melakukan perubahan yang disebabkan oleh dampak negatif dari kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan pemerintahan Orde Baru. Kenapa? Padahal pada masa Orde Baru sebetulnya pemerintah berhasil mewujudkan kemajuan pembangunan yang pesat.

Sayangnya, kemajuan pembangunan tersebut sebetulnya tidak merata. Hal itu tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang justru menjadi penyumbang terbesar devisa negara seperti di Riau, Kalimantan Timur, dan Papua.

Dalam bidang ekonomi, Pemerintah Orde Baru berhasil meningkatkan pendapatan perkapita Indonesia ke tingkat US$ 600 pada 1980-an, bahkan hingga US$ 1300 pada 1990-an. Namun kebijakan pemerintah Orde Baru yang terlalu memfokuskan pertumbuhan ekonomi ternyata menjadi pemicu terbentuknya mentalitas dan budaya korupsi di kalangan para pejabat di Indonesia.

Selain itu, pelaksanaan kebijakan politik yang cenderung otoriter dan sentralistik tidak memberikan ruang demokrasi dan partisipasi rakyat dalam proses pembangunan. Dampak-dampak negatif itulah yang kemudian semakin mendorong rakyat Indonesia untuk melakukan perubahan dalam pemerintahan Indonesia.

Krisis Moneter 1997

Gerakan Reformasi juga dipicu oleh krisis moneter yang melanda Thailand pada awal Juli 1997. Krisis moneter itu mengguncang nilai tukar mata uang negara-negara di Asia, seperti Malaysia, Filipina, Korea, dan Indonesia. Rupiah yang berada pada posisi nilai tukar Rp.2.500/US$ menjadi sekitar Rp.17.000/ US$ pada bulan Januari 1998.

Kondisi tersebut berdampak pada jatuhnya bursa saham Jakarta, bangkrutnya perusahaan-perusahaan besar di Indonesia yang menyebabkan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal. Hal itu juga berujung pada kenaikan harga kebutuhan pokok yang tidak terkendali.

Keadaan krisis tersebut kemudian diperparah dengan terkuaknya praktik korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) di kalangan para pejabat pemerintah Indonesia.

Akhirnya Demonstrasi-demonstrasi mahasiswa berskala besar terjadi di seluruh Indonesia. Tuntutan mahasiswa adalah penurunan harga sembako (sembilan bahan pokok), penghapusan monopoli, kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) serta menuntut Presiden Soeharto turun dari jabatannya.

Demonstrasi tersebut menelan korban dari pihak demonstran. Pada tanggal 12 Mei 1998 empat orang mahasiswa tewas tertembak peluru aparat keamanan saat melakukan aksi demonstrasi. Penembakan ini menyulut demonstrasi yang lebih besar. Pada tanggal 13 Mei 1998 terjadi kerusuhan, pembakaran, dan penjarahan di Jakarta dan Solo.

Pada 14 Mei 1998 demonstrasi mahasiswa semakin meluas. Para demonstran bahkan mulai menduduki gedung-gedung pemerintah di pusat dan daerah. Di Jakarta, ribuan mahasiswa menduduki gedung MPR/DPR. Para demonstran berupaya menemui pimpinan MPR/DPR agar mengambil sikap yang tegas mengenai tuntutan mereka.

Selanjutnya, tanggal 18 Mei 1998 Ketua MPR/DPR Harmoko meminta Presiden Soeharto turun dari jabatannya. Akhirnya Pada tanggal 21 Mei 1998, Presiden Soeharto menyatakan mengundurkan diri sebagai presiden dan menyerahkan jabatan presiden kepada wakilnya B.J. Habibie.

Peristiwa pengunduran diri Presiden Soeharto ini menandai berakhirnya masa pemerintahan Orde Baru selama 32 tahun dan dimulainya masa Reformasi.

Bagaimana perkembangan dan kehidupan bangsa Indonesia pada masa reformasi? Berikut adalah pemaparannya dalam berbagai aspek meliputi kehidupan politik, ekonomi, dan kehidupan masyarakatnya.

Perkembangan Politik pada Masa Reformasi

Perkembangan politik pada masa reformasi ditengarai oleh beberapa peristiwa dan kebijakan penting seperti Sidang Istimewa MPR 1998, Otonomi Daerah, Pencabutan pembatasan partai politik, penghapusan Dwifungsi Abri, dan penyelenggaraan pemilu yang lebih demokratis.

Berikut adalah pemaparan masing-masing perkembangan politik di masa reformasi menurut Tim Kemdikbud (2017, hlm. 274 – 275).

Sidang Istimewa MPR 1998

Pada tanggal 10-13 November 1998, MPR mengadakan Sidang Istimewa untuk menentapkan langkah pemerintah dalam melaksanakan reformasi di segala bidang. Dalam Sidang Istimewa MPR 1998 terjadi perombakan besar-besaran terhadap sistem hukum dan perundang-undangan.

Sidang Istimewa MPR 1998 menghasilkan 12 ketetapan MPR yang memperlihatkan adanya upaya mengakomodasi tuntutan reformasi, ketetapan-ketetapan tersebut antara lain adalah sebagai berikut.

  1. Ketetapan MPR No.VIII Tahun 1998, yang memungkinkan UUD 1945 diamandemen.
  2. Ketetapan MPR No.XII Tahun 1998, mengenai pencabutan Ketetapan MPR No. IV Tahun 1993 tentang Pemberian Tugas dan Wewenang Khusus kepada Presiden/Mandataris MPR dalam rangka Menyukseskan Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila.
  3. Ketetapan MPR No. XVIII Tahun 1998, mengenai Pencabutan Ketetapan MPR No. II Tahun 1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Eka Prasetya Pancakarsa).
  4. Ketetapan MPR No. XIII Tahun 1998, tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Maksimal Dua Periode.
  5. Ketetapan MPR No. XV Tahun 1988, tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan Pembangunan dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  6. Ketetapan MPR No XI Tahun 1998, tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN.

Otonomi Daerah

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Tim Kemdikbud, 2017, hlm. 274).

Pada masa reformasi otonomi daerah dilaksanakan dengan lebih demokratis dari masa sebelumnya. Pembagian hasil eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam antara pemerintah pusat dan daerah juga disesuaikan dengan kebutuhan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah.

Penerapan otonomi daerah ini juga diiringi dengan perubahan sistem pemilu. Pemilu langsung diselenggarakan untuk mengangkat kepala daerah mulai dari gubernur hingga bupati dan walikota.

Pencabutan Pembatasan Partai Politik

Kebebasan berpolitik pada masa reformasi dilakukan uga dengan cara pencabutan pembatasan partai politik. Melalui kebebasan untuk mendirikan partai politik, pada pertengahan bulan Oktober 1998 sudah tercatat sebanyak 80 partai politik yang dibentuk.

Menjelang Pemilihan Umum tahun 1999, partai politik yang terdaftar mencapai 141 partai. Setelah diverifikasi oleh Komisi Pemilihan Umum hanya sebanyak 48 partai saja yang berhak mengikuti Pemilihan Umum. Dalam hal kebebasan berpolitik, pemerintah juga telah mencabut larangan mengeluarkan pendapat, berserikat, dan mengadakan rapat umum.

Penghapusan Dwi Fungsi ABRI

Pada masa reformasi Dwi Fungsi ABRI dihapuskan secara bertahap sehingga ABRI berkonsentrasi pada fungsi pertahanan dan keamanan. Kedudukan ABRI dalam MPR jumlahnya sudah dikurangi dari 75 orang menjadi 38 orang.

Mulai tanggal 5 Mei 1999 uga Polri memisahkan diri dari ABRI menjadi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selanjutnya ABRI berubah menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Penyelenggaraan Pemilu pada Masa Reformasi

Berbeda dengan pemilu-pemilu pada masa Orde Baru yang hanya diikuti oleh tiga partai politik, pemilu pada masa reformasi diikuti oleh banyak partai politik. Meskipun diikuti oleh banyak partai politik, pemilu pada masa reformasi berlangsung aman dan tertib.

Pemilu tahun 2004 adalah pemilu pertama yang memungkinkan rakyat untuk memilih presiden secara langsung. Pemilu ini dilaksanakan minimal dua tahap dan maksimal tiga tahap.

  1. Tahap pertama adalah pemilu legislatif untuk memilih partai politik dan anggotanya yang dicalonkan menjadi anggota DPR, DPRD, dan DPD.
  2. Tahap kedua adalah pemilu presiden putaran pertama. Pada tahap ini, pasangan presiden dan wakil presiden dirilis secara langsung oleh rakyat.
  3. Tahapan ketiga adalah pemilu presiden tahap kedua. Pemilu presiden putaran kedua adalah tahap terakhir yang hanya dilaksanakan apabila pada tahap kedua belum ada pasangan calon presiden yang mendapatkan 50% suara pada pemilihan presiden putaran pertama.

Cara pelaksanaan pemilu tahun 2004 ini masih digunakan pada pemilu tahun 2009 dan tahun 2014.

Perkembangan Ekonomi pada Masa Reformasi

Pada awal masa reformasi, Indonesia masih dilanda krisis ekonomi. Upaya-upaya untuk pemulihan ekonomi pun akhirnya terus dilakukan pada beberapa periode kepemimpinan masa reformasi. Upaya-upaya tersebut adalah sebagai berikut.

Pemerintahan Presiden B.J. Habibie

Pemerintahan B.J Habibie menetapkan kebijakan pokok di bidang ekonomi. Beberapa kebijakan tersebut ditujukan untuk penanggulangan krisis ekonomi dengan sasaran terkendalinya nilai rupiah dan tersedianya kebutuhan bahan pokok dan obat-obatan dengan harga terjangkau serta berputarnya roda perekonomian nasional, dan pelaksanaan reformasi ekonomi.

Kebijakan tersebut diwujudkan dengan langkah-langkah berikut.

  1. Menjalin kerja sama dengan International Moneter Fund-IMF (Dana Moneter Internasional) untuk membantu dalam proses pemulihan ekonomi.
  2. Menerapkan independensi Bank Indonesia agar lebih fokus mengurusi perekonomian.
  3. Melikuidasi beberapa bank yang bermasalah.
  4. Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika hingga di bawah Rp10.000,00.
  5. Membentuk lembaga pemantau dan penyelesaian masalah utang luar negeri.

Upaya-upaya menyelesaikan krisis keuangan dan perbaikan ekonomi yang dilakukan berhasil menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, mecapai Rp 6.700 per dolar Amerika pada bulan Juni 1999. Sayangnya, rupiah kembali melemah mencapai Rp 8.000 per dolar Amerika pada akhir masa jabatan Habibie.

Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid

Pada masa ini, kondisi ekonomi Indonesia mulai menunjukkan adanya perbaikan. Kondisi keuangan negara juga sudah mulai stabil. Namun, pada bulan April 2001, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika kembali melemah hingga mencapai Rp12.000,00. Melemahnya nilai tukar rupiah tersebut berdampak negatif terhadap perekonomian nasional dan menghambat usaha pemulihan ekonomi.

Pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri

Pada masa ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika berhasil distabilkan dan berdampak pada terkendalinya harga-harga barang. Selain itu tingkat pertumbuhan inflasi relatif lebih rendah dan cadangan devisa Negara cukup stabil.

Namun, pertumbuhan ekonomi tergolong rendah karena kurang menariknya perekonomian Indonesia bagi investor dan karena tingginya suku bunga deposito. Adapun kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi permasalahan ekonomi antara lain sebagai berikut.

  1. Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 miliar.
  2. Mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.
  3. Kebijakan privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono

Perekonomian Indonesia mengalami perkembangan yang cukup baik pada masa kepemimpinan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono. Hal ini terlihat dari rata-rata pertumbuhan ekonomi yang berkisar pada 5% sampai 6% per tahun serta kemampuan ekonomi Indonesia yang bertahan dari pengaruh krisis ekonomi dan finansial yang terjadi di zona Eropa sepanjang tahun 2008 hingga 2009.

Dalam menyelenggarakan perekonomian negara, pemerintah menerapkan beberapa kebijakan antara lain sebagai berikut.

  1. Mengurangi Subsidi Bahan Bakar Minyak
    Melonjaknya harga minyak dunia menimbulkan kekhawatiran terbebaninya APBN Negara (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Oleh karena itu, ditetapkan kebijakan pengurangan subsidi BBM dan menimbulkan kenaikan harga BBM. Anggaran subsidi tersebut dialihkan ke sektor pendidikan, kesehatan, dan bidang-bidang lain yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
  2. Pemberian Bantuan Langsung Tunai
    Program BLT diselenggarakan sebagai respons kenaikan BBM. Program ini bertujuan untuk membantu masyarakat miskin agar tetap dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dan mencegah penurunan taraf kesejahteraan masyarakat miskin akibat kesulitan ekonomi.
  3. Pengurangan Utang Luar Negeri
    Dalam rangka mengurangi utang luar negeri, pada tahan 2006, pemerintah Indonesia melunasi sisa utang ke IMF sebesar 3,1 miliar dolar Amerika. Dengan pelunasan utang ini, Indonesia sudah tidak lagi berkewajiban mengikuti syarat-syarat IMF yang dapat memengaruhi kebijakan ekonomi nasional.

Kehidupan Masyarakat Indonesia pada Masa Reformasi

Kehidupan Sosial

Pada masa reformasi, kehidupan sosial masyarakat Indonesia sempat diwarnai dengan terjadinya berbagai konflik sosial yang bersifat etnis di tengah-tengah masyarakat. Hal tersebut disebabkan oleh kondisi sosial masyarakat yang kacau akibat lemahnya hukum dan kondisi ekonomi negara yang tidak kunjung membaik sehingga mengakibatkan sering terjadinya gesekan-gesekan dalam masyarakat.

Namun, seiring dengan keberhasilan pemerintah era reformasi dalam mengatasi masalah-masalah yang tengah dihadapi, kehidupan sosial masyarakat Indonesia berangsur-angsur kembali kondusif. Pada masa reformasi masyarakat lebih bebas menyuarakan berbagai aspirasinya. Hal ini didukung dengan adanya reformasi di bidang komunikasi.

Media massa seperti surat kabar, dan majalah juga dapat dengan lebih bebas menyalurkan aspirasi dan gagasannya secara bebas.  Hal tersebut dibarengi dengan pencabutan ketetapan untuk meminta Surat Izin Terbit (SIT) bagi media massa cetak, sehingga media massa cetak tidak lagi khawatir dibredel melalui mekanisme pencabutan Surat Izin Terbit.

Pendidikan

Pemerintah pada masa Reformasi menjalankan amanat UUD 1945 dengan memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan belanja negara (APBN). Selain itu, pemerintah juga memberikan ruang yang cukup luas bagi perumusan kebijakan-kebijakan pendidikan baru yang bersifat reformatif dan revolusioner.

Hal ini dapat dilihat dari ditetapkannya UU No 22 Tahun 1999 yang mengubah sistem pendidikan Indonesia menjadi sektor pembangunan yang didesentralisasikan, dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menggantikan UU No 2 Tahun 1989 yang mendefenisikan ulang pengertian pendidikan.

Sesuai dengan agenda reformasi bidang pendidikan, terutama masalah kurikulum yang harus ditinjau paling sedikit lima tahunan, Pemerintah pada masa Reformasi melakukan beberapa kali perubahan kurikulum. Kurikulum tersebut adalah sebagai berikut.

  1. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
    Pada pelaksanaan kurikulum ini, siswa dituntut untuk aktif untuk memperoleh informasi. Guru bertugas sebagai fasilitator untuk memperoleh informasi. KBK berupaya untuk menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal, berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman.
  2. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
    Secara umum, KTSP tidak jauh berbeda dengan KBK, namun perbedaan yang menonjol terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada desentralisasi sistem pendidikan. Pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, lalu sekolah, dalam hal ini guru, dituntut untuk mampu mengembangkannya dalam bentuk silabus dan melakukan penilaian sesuai dengan kondisi sekolah dan daerahnya masing-masing.
  3. Kurikulum 2013
    Kurtilas (Kurikulum 2013) menekankan pada kompetensi berbasis sikap, keterampilan, dan pengetahuan, serta menekankan pada keaktifan siswa untuk mendapatkan pengalaman personal melalui observasi (pengamatan), bertanya, menalar, menyimpulkan, dan mengomunikasikan informasi dalam kegiatan pembelajaran.

Kebudayaan

Dalam bidang kebudayaan dilakukan upaya pelestarian budaya dengan mendaftarkan warisan budaya Indonesia ke United Nations Educational, Scientifi c, and Cultural Oganization (UNESCO) atau Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Upaya tersebut dilakukan untuk menghindari klaim negara lain terhadap warisan budaya Indonesia. Beberapa warisan budaya Indonesia yang telah mendapat pengakuan internasional melalui UNESCO adalah sebagai berikut.

Warisan Cagar Budaya

  1. Kompleks Candi Borobudur Diakui tahun 1991
  2. Kompeks Candi Prambanan Diakui tahun 1991
  3. Situs Prasejarah sangiran Diakui tahun 1996

Warisan Karya Budaya Tak Benda

  1. Wayang Diakui tahun 2003
  2. Keris Diakui tahun 2005
  3. Batik Diakui tahun 2009
  4. Angklung Diakui tahun 2010
  5. Tari Saman Diakui tahun 2011 N
  6. Noken Diakui tahun 2012

Selain warisan budaya yang sudah diakui di atas, masih banyak warisan budaya Indonesia yang sedang dalam proses pendaftaran di UNESCO, diantaranya adalah Tenun Ikat dari Sumba, Rencong dari Aceh, Tari Tor-tor dari Sumatra Utara, Gordang Sembirang dari Sumatra Utara, Songket dari Palembang, Ondel-Ondel dari DKI Jakarta, Reog dari Ponorogo, Sasirangan dari Kalimantan Selatan dan warisan-warisan budaya lainnya.

Referensi

  1. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2017). Ilmu Pengetahuan Sosial SMP/MTs Kelas IX. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *