Pengertian Orde Baru

Masa Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Suharto di Indonesia (Tim Kemdikbud, 2017, hlm. 262). Lahirnya Masa Orde Baru diawali oleh keluarnya Surat Perintah Sebelas Maret 1966 atau biasa disebut dengan Supersemar. Masa pemerintahan orde baru berlangsung pada kurun waktu 1966 sampai 1998 (32 tahun).

Pada masa orde baru pemerintahan yang dijalankan menganut sistem presidensial. Di masa ini pembangunan nasional berkembang dengan sangat pesat. Bagaimana kehidupan dan perkembangan bangsa Indonesia pada masa Orde Baru? Berikut adalah pemaparannya dilihat dari berbagai bidang.

Perkembangan Politik Masa Orde Baru

Pasca penumpasan G 30 S/PKI, pemerintah belum sepenuhnya berhasil melakukan penyelesaian politik terhadap peristiwa tersebut. Hal tersebut membuat situasi politik tidak stabil dan kepercayaan masyarakat terhadap Presiden Soekarno semakin menurun.

Pada saat bersamaan, Indonesia juga menghadapi situasi ekonomi yang terus memburuk. Situasi tersebut mengakibatkan harga kebutuhan pokok melambung tinggi. Kondisi ini mendorong para pemuda dan mahasiswa melakukan aksi-aksi demonstrasi yang menuntut penyelesaian terhadap pelaku G 30 S/PKI dan perbaikan ekonomi.

Pada tanggal 12 Januari 1966 pelajar, mahasiswa, dan masyarakat mengajukan Tiga Tuntutan Rakyat yang disebut dengan Tritura yang isinya adalah:

  1. Bubarkan PKI.
  2. Bersihkan Kabinet Dwikora dari unsur-unsur Gerakan 30 September.
  3. Turunkan harga.

Tuntutan untuk membubarkan PKI ternyata tidak dipenuhi. Untuk mencoba menenangkan rakyat, Presiden Soekarno mengadakan perubahan Kabinet Dwikora menjadi Kabinet 100 Menteri. Perubahan ini tidak memuaskan hati rakyat karena di dalamnya masih ada tokoh-tokoh yang disinyalir terlibat G 30 S/PKI.

Pada saat pelantikan Kabinet 100 Menteri pada tanggal 24 Februari 1966, para pemuda dan mahasiswa, berdemonstrasi memenuhi jalan-jalan menuju Istana Merdeka. Aksi itu dihadang pasukan Cakrabirawa dan menyebabkan bentrok hingga gugurnya mahasiswa Universitas Indonesia bernama Arief Rachman Hakim. Peristiwa berdarah tersebut menyebabkan krisis politik Indonesia semakin memuncak.

Supersemar

Untuk mencoba memulihkan keamanan negara, pada tanggal 11 Maret 1966 Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah kepada Letjen Soeharto untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu dalam rangka memulihkan keamanan dan kewibawaan pemerintah.

Surat perintah tersebut dikenal sebagai Surat Perintah 11 Maret, atau SP 11 Maret, atau Supersemar. Keluarnya Supersemar dianggap sebagai tonggak lahirnya Orde Baru. Karena keesokan harinya setelah menerima Supersemar Soeharto membubarkan dan melarang PKI beserta ormas-ormas yang bernaung atau senada dengannya di seluruh Indonesia, terhitung sejak tanggal 12 Maret 1966.

Letjen. Soeharto juga menyerukan kepada pelajar dan mahasiswa untuk kembali ke bangku sekolah. Selanjutnya pada tanggal 18 Maret 1966, Soeharto menahan 15 orang menteri yang dinilai terlibat dalam G 30 S/PKI. Setelah itu, Letjen Soeharto memperbaharui kabinet dan membersihkan lembaga legislatif, termasuk MPRS dan DPR-Gotong Royong dari orang-orang yang dianggap terlibat G30S/PKI.

Penataan Stabilitas Politik

Setelah rangkaian pelaksanaan Supersemar, pada tanggal 12 Maret 1967 Sidang Istimewa MPRS menetapkan Letjen Soeharto sebagai pejabat presiden. Kemudian pada tanggal 27 Maret 1968, MPRS mengukuhkannya sebagai presiden penuh. Dengan dikukuhkannya Letjen Soeharto sebagai presiden, Indonesia memasuki periode kepemimpinan baru, yakni masa Orde Baru.

Setelah memperoleh kekuasaan sepenuhnya, pemerintah Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto melaksanakan penataan stabilitas politik. Menurut Tim Kemdikbud (2017, hlm. 264-265) beberapa langkah yang dilakukan pemerintah masa orde baru untuk penataan stabilitas politik antara lain adalah sebagai berikut.

1. Pemulihan Politik Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif

Sebelumnya, pada Masa Demokrasi Terpimpin, Indonesia seakan malah mengambil kubu pada negara-negara Timur yang mengusung komunisme. Oleh karena itu, pemulihan gerakan non blok Indonesia mulai dilakukan pada masa orde baru.

Politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif kembali dipulihkan dengan dikeluarkannya sejumlah ketetapan yang menjadi landasan politik luar negeri Indonesia, di antaranya Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966 tentang Kebijaksanaan Politik Luar Negeri RI Bebas Aktif.

2. Pemulihan Hubungan dengan Malaysia

Pemulihan politik luar negeri Indonesia juga dilakukan dengan pemulihan hubungan Indonesia dan Malaysia dengan diadakannya perundingan Bangkok pada 29 Mei hingga 1 Juni 1966 yang menghasilkan Perjanjian Bangkok.

Selanjutnya pada tanggal 11 Agustus 1966 ditandatangani persetujuan pemulihan hubungan antara Indonesia dan Malaysia di Jakarta. Persetujuan ini ditandatangani oleh Adam Malik dari Indonesia dan Tun Abdul Razak dari Malaysia.

3. Kembali Menjadi Anggota PBB

Pada tanggal 28 September 1966 Indonesia kembali menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Keputusan tersebut diambil karena pemerintah menyadari betul banyaknya manfaat yang diperoleh Indonesia selama menjadi anggota PBB.

Kembalinya Indonesia menjadi anggota disambut baik oleh PBB dan anggota-anggotanya. Hal tersebut ditunjukkan dengan terpilihnya Adam Malik sebagai Ketua Majelis Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974.

4. Ikut Memprakarsai Pembentukan ASEAN

Berdirinya ASEAN ditandai dengan penandatanganan Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967. Tujuan pembentukan ASEAN adalah untuk meningkatkan kerjasama regional negara-negara di Asia Tenggara, khususnya di bidang ekonomi dan budaya. Tokoh-tokoh yang menandatangani Deklarasi Bangkok adalah Adam Malik (Menteri Luar Negeri Indonesia), S. Rajaratnam (Menteri Luar Negeri Singapura), Tun Abdul Razak (Pejabat Perdana Menteri Malaysia), Thanat Khoman (Menteri Luar Negeri Thailand), dan Narcisco Ramos (Menteri Luar Negeri Filipina).

5. Penyederhanaan Partai Politik

Pada masa Orde Baru, pemerintah melakukan penyederhanaan dan penggabungan (fusi) partai-partai politik menjadi tiga kekuatan sosial politik. Penggabungan partai-partai politik tersebut didasarkan pada persamaan program. Tiga partai berdasarkan kekuatan sosial politik itu adalah sebagai berikut.

  1. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan gabungan dari NU, Parmusi, PSII, dan Perti.
  2. Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan gabungan dari PNI, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo.
  3. Golongan Karya (Golkar).

Penyederhanaan partai-partai politik didasari dari kegagalan partai-partai politik pada masa Demokrasi Parlementer. Terlalu banyaknya partai poitik pada masa itu justru malah menghambat pembangunan. Penyebabnya bukan hanya karena persaingan antarpartai politik belaka, melainkan karena tumbuh persaingan di dalam tubuh masing-masing partai politik itu sendiri.

Pemilihan Umum pada Masa Orde Baru

Selama masa Orde Baru, pemerintah berhasil melaksanakan enam kali pemilihan umum, yaitu tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Dalam setiap Pemilu yang diselenggarakan selama masa pemerintahan Orde Baru, Golkar selalu memperoleh mayoritas suara dan memenangkan Pemilu.

Hal itu disebabkan oleh pengerahan kekuatan-kekuatan penyokong Orde Baru untuk mendukung Golkar. Kekuatan-kekuatan penyokong Golkar adalah aparat pemerintah (pegawai negeri sipil) dan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Kedua aparat pemerintah tersebut bahkan konon diwajibkan untuk bersumpah agar selalu memilih partai Golkar dalam pemilihan umum.

Dengan dukungan pegawai negeri sipil dan ABRI, Golkar dapat dengan leluasa menjangkau masyarakat luas di berbagai tempat dan tingkatan. Dari tingkatan masyarakat atas sampai bawah, dan dari kota sampai pelosok desa.

Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)

Di masa Orde Baru, tepatnya pada tanggal 12 April 1976, Presiden Soeharto mengemukakan gagasan mengenai pedoman untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila yang disebut dengan nama Eka Prasetia Pancakarsa untuk mendukung pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

Oleh karena itu, sejak tahun 1978 pemerintah menyelenggarakan penataran P4 pada semua lapisan masyarakat. Penataran P4 tersebut bertujuan untuk membentuk pemahaman yang sama terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Pegawai negeri, baik sipil maupun militer diharuskan mengikuti penataran P4. Kemudian para pelajar, mulai dari sekolah menengah sampai perguruan tinggi, juga diharuskan mengikuti penataran P4 yang dilakukan pada setiap awal tahun ajaran baru.

Melalui penataran P4, pemerintah menekankan bahwa masalah suku, agama, ras, dan antargolongan (Sara) merupakan masalah yang sensitif di Indonesia yang sering menjadi penyebab timbulnya konflik. Oleh karena itu, masyarakat tidak boleh mempermasalahkan hal-hal yang berkaitan dengan SARA. Dengan demikian diharapkan persatuan dan kesatuan nasional Indonesia dapat terpelihara.

Dwi Fungsi ABRI

Dwi Fungsi ABRI maksudnya adalah bahwa ABRI memiliki dua fungsi, yaitu:

  1. fungsi sebagai pusat kekuatan militer yang melindungi segenap bangsa Indonesia, dan
  2. fungsi sebagai kekuatan sosial yang secara aktif melaksanakan kegiatan-kegiatan pembangunan nasional.

Melalui dwi fungsi atau peran ganda ini, ABRI diizinkan untuk memegang jabatan dalam pemerintahan, termasuk walikota, pemerintah provinsi, duta besar, dan jabatan lainnya. Setelah berakhirnya masa kepemimpinan Orde Baru, Dwi Fungsi ABRI mulai dihapuskan.

Perkembangan Ekonomi pada Masa Orde Baru

Pada awal masa Orde Baru, program ekonomi pemerintah banyak tertuju pada upaya penyelamatan ekonomi nasional. Terutama upaya mengatasi inflasi atau melemahnya nilai uang, penyelamatan keuangan negara, dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat.

Dalam melaksanakan program ekonomi, pemerintah menetapkan kebijakan ekonomi jangka pendek dan jangka panjang. Di masa orde baru, program tersebut dapat terlaksana dan berhasil menjadikan ekonomi Indonesia berkembang pesat. Program ekonomi jangka pendek dan jangka panjang negara pada masa Orde Baru adalah sebagai berikut.

Program Jangka Pendek

Awal tahun 1966, tingkat inflasi di Indonesia mencapai 650%. Oleh karena itu, pemerintah tidak dapat melakukan pembangunan dengan segera, tetapi harus melakukan stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi terlebih dahulu.

Program jangka pendek dalam rangka penyelamatan ekonomi nasional diwujudkan dengan stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Stabilisasi yang dimaksud adalah pengendalian inflasi agar harga kebutuhan pokok tidak naik terus dengan cepat. Sementara itu rehabilitasi adalah rehabilitasi fisik terhadap prasarana-prasarana dan alat-alat produksi yang mengalami banyak kerusakan.

Stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi yang dilakukan di masa Orde Baru membuahkan hasil yang cukup baik. Tingkat inflasi 650% berhasil ditekan menjadi 120% pada tahun 1967 dan 80% pada 1968. Keadaan ekonomi Indonesia terus membaik. Hingga akhirnya pada tahun 1969, pemerintah siap melaksanakan program jangka panjang.

Program Jangka Panjang

Program jangka panjang pemerintah Orde Baru diwujudkan dengan rencana pelaksanaan pembangunan selama 25 tahun. Pembangunan tersebut dilakukan secara periodik lima tahunan yang membuat program tersebut disebut sebagai Pelita (Pembangunan Lima Tahun).

Pelita I (1 April 1969 – 1 Maret 1974)

Sasaran yang ingin dicapai dalam Pelita I adalah pangan, sandang, perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Pelita I lebih menitikberatkan pada sektor pertanian. Pelaksanaan Pelita I telah membuahkan hasil yang cukup baik, antara lain:

  1. produksi beras telah meningkat dari 11,32 juta ton menjadi 14 juta ton;
  2. pertumbuhan ekonomi dari rata-rata 3% menjadi 6,7% per tahun;
  3. pendapatan rata-rata penduduk (pendapatan per kapita) dari 80 dolar Amerika dapat ditingkatkan menjadi 170 dolar Amerika; dan
  4. tingkat inflasi dapat ditekan menjadi 47,8% pada akhir Pelita I (1973/1974).

Pelita II (1 April 1974 – 31 Maret 1979)

Sasaran yang hendak dicapai pada Pelita II adalah pangan, sandang, perumahan, sarana dan prasarana, menyejahterakan rakyat, dan memperluas lapangan kerja. Pelita II berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata penduduk 7% pertahun. Tingkat inflasi juga berhasil ditekan hingga 9,5%. Pada sektor pertanian, telah dilakukan perbaikan dan pembangunan jaringan irigasi baru.

Pelita III (1 April 1979 – 31 Maret 1984)

Pelita III lebih menekankan pada Trilogi Pembangunan yang bertujuan terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala bidang. Pedoman pembangunan nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan.

Inti dari kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil. Pelita III ini menitikberatkan pada sektor pertanian menuju swasembada pangan, serta meningkatkan industri yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi. Produksi beras diperkirakan mencapai 20,6 juta ton pada tahun 1983.

Pelita IV (1 April 1984 – 31 Maret 1989)

Pelita IV menitikberatkan pada sektor pertanian untuk melanjutkan usaha menuju swasembada pangan, serta meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri, baik industri berat maupun industri ringan.

Hasil yang dicapai pada Pelita IV di antaranya adalah swasembada pangan dengan produksi beras mencapai 25,8 juta ton pada tahun 1984. Kesuksesan ini mendapatkan penghargaan dari FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian) pada tahun 1985.

Pelita V (1 April 1989 – 31 Maret 1994)

Pelita V menitikberatkan pada sektor pertanian dan industri untuk menetapkan swasembada pangan dan meningkatkan produksi hasil pertanian lainnya; dan sektor industri, khususnya:

  1. industri yang menghasilkan barang ekspor,
  2. industri yang banyak menyerap tenaga kerja,
  3. berbagai industri pengolahan hasil pertanian, dan
  4. industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri.

Pelita V adalah periode terakhir dari pembangunan jangka panjang tahap pertama. Lalu, dilanjutkan pembangunan jangka panjang tahap kedua.

Pelita VI

Pelita VI adalah awal pembangunan jangka panjang tahap kedua. Program Pelita VI lebih menitikberatkan pada sektor ekonomi, industri, pertanian, serta pembangunan, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya.

Rencananya Pelita VI akan mulai dilaksankan pada tanggal 1 April 1994 dan berakhir pada tanggal 31 Maret 1999. Namun, pada tahun 1997 Indonesia dilanda krisis keuangan yang berlanjut menjadi krisis ekonomi hingga akhirnya menjadi krisis kepercayaan pula terhadap pemerintah. Akibatnya, Pelita VI tidak dapat dilanjutkan.

Kehidupan Bangsa Indonesia pada Masa Orde Baru

Perkembangan kehidupan politik dan ekonomi bangsa Indonesia pada masa orde baru berpengaruh langsung terhadap kehidupan masyarakat. Misalnya, stabilitas politik tercapai pada masa ini sehingga menciptakan suasana aman bagi masyarakat. Akibatnya, kehidupan ekonomi juga berjalan lancar. Berikut adalah kehidupan masyarakat Indonesia pada Masa Orde Baru dilihat dari berbagai bidang.

Kehidupan Sosial Pada masa Orde Baru

Pemerintah Orde Baru berhasil mewujudkan stabilitas politik dan menciptakan suasana aman bagi masyarakat Indonesia. Perkembangan ekonomi pun berjalan dengan baik dan hasilnya dapat terlihat dengan nyata.

Dua hal ini menjadi faktor pendorong keberhasilan pemerintah Orde Baru dalam melaksanakan perbaikan kesejahteraan rakyat. Keberhasilan tersebut dapat dilihat dari:

  1. penurunan angka kemiskinan,
  2. penurunan angka kematian bayi, dan
  3. peningkatan partisipasi pendidikan dasar.

Program-program untuk perbaikan kesejahteraan rakyat yang dilaksanakan pada masa Orde Baru antara lain adalah sebagai berikut.

1. Transmigrasi

Transmigrasi adalah program yang dibuat oleh pemerintah Indonesia untuk memindahkan penduduk dari suatu daerah yang padat penduduk ke daerah lain yang masih lowong Indonesia. Masyarakat yang bersedia pindah ke daerah kecil diberikan modal, lahan, dan pelatihan untuk memulai usaha agrikultur di tempat yang ditentukan. Daerah yang menjadi tujuan transmigrasi antara lain adalah Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Papua.

2. Keluarga Berencana (KB)

merupakan program pemerintah yang dirancang untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk. Pengendalian penduduk dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas rakyat Indonesia dan peningkatan kesejahteraannya. Pada tahun 1967 pertumbuhan penduduk Indonesia mencapai 2,6% dan pada tahun 1996 telah menurun drastis menjadi 1,6%.

3. Puskesmas dan Posyandu

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) merupakan dua fasilitias kesehatan yang didirikan oleh pemerintah untuk meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat.

Pelayanan kesehatan yang diberikan Puskesmas adalah pelayanan kesehatan menyeluruh (komprehensif) yang meliputi pelayanan pengobatan (kuratif), upaya pencegahan (preventif), peningkatan kesehatan (promotif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif).

Pelayanan kesehatan yang diberikan Posyandu antara lain adalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), KB, Gizi, Penanggulangan Diare, dan Imunisasi.

Pendidikan

Pada masa Orde Baru, dimunculkan sebuah konsepsi pendidikan yang dikenal dengan sekolah pembangunan. Konsepsi ini diajukan oleh Mashuri S.H selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayan. Dalam konsepsi sekolah pembangunan, para siswa dikenalkan kepada jenis-jenis dan lapangan serta lingkungan kerja, terutama jenis lapangan kerja yang diperlukan oleh pembangunan nasional.

Hal ini dimaksudkan agar mereka dapat melihat kemungkinan untuk memberikan jasa melalui karyanya. Anak-anak didik tidak hanya diberi pelajaran teori, tetapi juga diperkenalkan kepada sejumlah pekerjaan yang kira-kira dapat mereka lakukan.

Dalam rangka memberikan kesempatan belajar yang lebih luas, pemerintah Orde Baru melaksanakan program-program berikut.

  1. Instruksi Presiden (Inpres) Pendidikan Dasar. Adanya Instruksi Presiden ini membuat jumlah sekolah dasar meningkat pesat. Tercatat pada periode 1993/1994 hampir 150.000 unit SD Inpres (Instruksi Presiden) telah dibangun.
  2. Program Pemberantasan Buta Huruf yang dimulai pada tanggal 16 Agustus 1978.
  3. Program Wajib Belajar yang dimulai pada tanggal 2 Mei 1984.
  4. Gerakan Orang Tua Asuh (GNOTA).

Kebudayaan

Pada masa Orde baru, usaha peningkatan dan pengembangan seni dan budaya diarahkan kepada upaya memperkuat kepribadian, kebanggaan, dan kesatuan nasional. Oleh karena itu, dilakukan pembinaan dan pengembangan seni secara luas melalui sekolah seni, kursus seni, organisasi seni dan wadah-wadah kegiatan seni lainnya.

Selain itu, dilakukan pula upaya-upaya penyelamatan, pemeliharaan, dan penelitian warisan sejarah budaya nasional. Upaya tersebut diwujudkan dengan menginventarisasi peninggalan purbakala yang meliputi 1165 situs purbakala dan rehabilitasi serta perluasan museum-museum.

Penyimpangan pada Masa Order Baru

Kisah keberhasilan Pemerintah Orde Baru untuk menstabilkan negara dan ekonomi terdengar sangat baik. Namun, sayangnya Pemerintah Orde Baru juga sebetulnya melakukan banyak penyimpangan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Beberapa penyimpangan konstitusional yang paling menonjol adalah sebagai berikut.

Penyimpangan Bidang ekonomi

Dalam bidang ekonomi, di masa orde baru, terjadi beberapa penyimpangan sebagai berikut.

  1. Penyelengaraan ekonomi tidak didasarkan pada pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.
  2. Terjadinya praktik monopoli ekonomi.
  3. Pembangunan ekonomi bersifat sentralistik, sehingga terjadi jurang pemisah antara pusat dan daerah.
  4. Pembangunan ekonomi dilandasi oleh tekad untuk kepentingan individu.

Penyimpangan Bidang Politik

Pelaksanaan budaya demokrasi pancasila pada masa orde baru mengalami penyimpangan karena:

  1. Kekuasaan berada di tangan lembaga eksekutif.
  2. Presiden sebagai pelaksana undang-undang kedudukannya lebih dominan dibandingkan dengan lembaga legislatif.
  3. Pemerintahan bersifat sentralistik, berbagai keputusan disosialisasikan dengan sistem komando. Tidak ada kebebasan untuk mengkritik jalannya pemerintahan.
  4. Praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) biasa terjadi yang tentunya merugikan perekonomian negara dan kepercayaan masyarakat.

Penyimpangan Bidang Hukum

Beberapa penyimpangan bidang hukum yang terjadi di masa orde baru adalah sebagai berikut.

  1. Perundang-undangan yang mempunyai fungsi untuk membatasi kekuasaan presiden kurang memadai, sehingga kesempatan ini memberi peluang besar terjadinya praktik KKN dalam pemerintahan.
  2. Supremasi hukum tidak dapat ditegakkan karena banyaknya oknum penegak hukum yang cenderung memihak pada orang tertentu sesuai kepentingan.
  3. Hukum bersifat kebal terhadap penguasa dan konglomerat yang dekat dengan penguasa.

Pada dasarnya, pemerintahan orde baru banyak menutupi berbagai hal yang seharusnya terbuka dan ditentukan oleh rakyat. Masa ini disebut sebagai rezim otoriter yang melenyapkan suara rakyat. Padahal Indonesia mengusung demokrasi yang berarti rakyatlah yang menentukan pemimpinnya.

Belum lagi rezim ini juga tidak segan untuk melakukan berbagai pelanggaran hak asasi manusia terhadap pihak tertentu yang dianggap menentangnya. Tak jarang hal ini sebetulnya tidak tepat sehingga menyebabkan korban jiwa yang belum terbukti bersalah. Banyak tokoh penting yang tersia-siakan karena terkurung di penjara selama belasan bahkan puluhan tahun hanya karena dianggap memiliki keterkaitan dengan PKI, padahal nyatanya tidak, termasuk Pramoedya Ananta Toer dan Hendra Gunawan.

Berbagai penyimpangan inilah yang kemudian mengakhiri Pemerintah Orde Baru pula. Semangat para mahasiswa dan pemuda yang mengadakan aksi-aksi demonstrasi akhirnya berhasil membuat Presiden Soeharto mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei 1998 yang sekaligus mengakhiri Masa Orde Baru.

Referensi

  1. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2017). Ilmu Pengetahuan Sosial SMP/MTs Kelas IX. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *