Pengertian Material Requirement Planning

Material requirement planning adalah pendekatan yang logis dan mudah dipahami untuk memecahkan masalah-masalah yang terkait dengan penentuan jumlah bagian, komponen, dan material yang diperlukan untuk menghasilkan produk akhir (Utama, dkk, 2019, hlm. 181). Material requirements planning (MRP) juga memberikan skedul waktu yang terperinci kapan setiap komponen, material, dan bagian harus dipesan atau diproduksi.

Sistem MRP didasarkan pada permintaan dependen, yaitu permintaan yang disebabkan oleh permintaan terhadap item level yang lebih tinggi. Misalnya, permintaan akan kain dalam perusahaan garmen, kain merupakan permintaan dependen yang tergantung pada permintaan baju. Material requirement planning digunakan pada berbagai industri terutama yang berkarakteristik job-shop, yakni industri yang memproduksi sejumlah produk dengan menggunakan peralatan produksi yang relatif sama.

Sementara itu, menurut Stevenson (Utama, dkk, 2019, hlm. 185), MRP adalah suatu sistem informasi berbasis komputer yang menerjemahkan jadwal produksi induk (master production schedule) untuk barang jadi (produk akhir) menjadi beberapa tahapan kebutuhan sub-assy, komponen, dan bahan baku. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa MRP adalah rencana produksi untuk sejumlah produk jadi dengan menggunakan tenggang waktu sehingga dapat ditentukan kapan dan berapa banyak dipesan untuk masing-masing komponen suatu produk yang akan dibuat.

Tujuan Material requirements Planning

Penerapan MRP pada suatu perusahaan manufaktur memiliki beberapa tujuan. Menurut Efendi, dkk (2019, hlm. 140) material requirements planning bertujuan untuk:

  1. menjamin ketersediaan material, item dan/atau komponen yang diperlukan untuk memenuhi skedul produksi, termasuk ketersediaan produk bagi konsumen;
  2. menjaga tingkat persediaan di kondisi yang minimum; serta
  3. merencanakan penjadwalan, pembelian, dan pengiriman.

Sementara itu menurut Utama, dkk (2019, hlm. 185) tujuan dari MRP meliputi beberapa poin di bawah ini.

  1. MRP digunakan mengendalikan tingkat persediaan. MRP dapat menentukan jumlah komponen/bahan baku yang dibutuhkan dan kapan komponen/bahan baku tersebut dibutuhkan untuk suatu jadwal produksi induk (master production schedule).
  2. Menentukan prioritas item dan merencanakan kapasitas yang akan dibebankan pada sistem produksi. Dengan demikian, perusahaan manufaktur yang bersangkutan hanya perlu membeli material (komponen/bahan baku) tersebut pada saat dibutuhkan saja sehingga dapat menghindari kelebihan persediaan material.
  3. MRP digunakan untuk mengurangi waktu tenggang (lead time) produksi dan pengiriman ke pelanggan.
  4. MRP mengidentifikasikan jumlah dan waktu material yang dibutuhkan sehingga pihak pembelian dapat melakukan tindakan yang tepat untuk memenuhi batas waktu yang ditetapkan.
  5. MRP dapat membantu untuk menghindari keterlambatan produksi yang disebabkan oleh material.
  6. Membuat komitmen pengiriman yang realistis kepada pelanggan.
  7. Dengan menggunakan MRP, pihak produksi dapat memberikan informasi yang cepat terhadap kemungkinan waktu pengirimannya.
  8. Setiap unit kerja dapat terkoordinasi dengan baik sehingga dapat meningkatkan efisiensi operasional setiap unit kerja pada perusahaan yang menerapkan MRP tersebut.

Karakteristik Material Requirements Planning

Menurut Efendi, dkk (2019, hlm. 140) karakteristik yang dimiliki oleh sistem MRP diuraikan dalam poin-poin berikut ini.

  1. Perhatian terhadap kapan dibutuhkan.
    Integrasi pemikiran antara fungsi pengawasan produksi dan manajemen persediaan mengakibatkan pergeseran perhatian terhadap kapan dibutuhkan ketimbang perhatian langsung terhadap kapan melakukan pemesanan. Jika manajer operasi mempunyai informasi mengenai tanggal permintaan, maka pemesanan dan penjadwalan komponen rakitan produk merupakan masalah kapan dibutuhkan.
  2. Perhatian terhadap prioritas pemesanan.
    Dalam konteks ini, disadari bahwa tidak semua pesanan konsumen memiliki prioritas yang sama karena suatu produk mungkin saja dinilai lebih penting daripada produk lainnya. Oleh sebab itu, perlu disusun penjadwalan sedemikian rupa untuk memenuhi prioritas pesanan.
  3. Penundaan pengiriman permintaan.
    Adanya prioritas pesanan berkonsekuensi pada munculnya konsep penundaan pengiriman, yakni penundaan produksi ataupun pesanan atas produk terjadwal demi memaksimalisasi kegiatan operasi secara menyeluruh.
  4. Fungsi integrasi.
    Dalam konteks ini, pengawasan produksi dan manajemen persediaan dinilai sebagai satu kesatuan fungsi yang terintegrasi.

Manfaat MRP

Material requirement planning (MRP) digunakan untuk pengadaan bahan baku. Dengan demikian, sistem MRP bermanfaat untuk mengetahui jumlah bahan baku yang akan dipesan sesuai dengan kebutuhan produksi dengan memperhitungkan juga biaya-biaya yang akan timbul akibat dari persediaan, seperti biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Selain itu, beberapa manfaat lainnya dari material requirement planning ini meliputi:

  1. meningkatkan pelayanan dan kepuasan konsumen,
  2. meningkatkan pemanfaatan fasilitas dan tenaga kerja,
  3. perencanaan dan penjadwalan persediaan yang lebih baik,
  4. tanggapan yang lebih cepat terhadap perubahan dan pergeseran pasar, dan
  5. tingkat persediaan menurun tanpa mengurangi pelayanan kepada konsumen.

Sementara itu, menurut Iswanto & Akbar (2021, hlm. 69) manfaat dari MRP adalah sebagai berikut.

  1. Dengan tidak mengurangi layanan pada konsumen, persediaan menjadi turun.
  2. Kepuasan dan layanan pada konsumen meningkat.
  3. Pemanfaatan tenaga kerja dan fasilitas lebih meningkat.
  4. Penjadwalan dan perencanaan persediaan menjadi baik.
  5. Respons pada perubahan pasar menjadi lebih cepat.

Sistem MRP

Sebagai suatu sistem, MRP memiliki input dan output. Input sistem MRP adalah master production schedule (MPS) atau jadwal produksi induk, inventory status file (berkas status persediaan), dan bill of materials (BOM) atau daftar material, sedangkan output-nya adalah order release requirement (kebutuhan material yang akan dipesan), order scheduling (jadwal pemesanan material), dan planned order (rencana pemesanan di masa yang akan datang) (Utama, dkk, 2019, hlm. 188) yang akan dipaparkan sebagai berikut.

Master Production Schedule (MPS)

Master production schedule atau jadwal produksi induk adalah suatu perencanaan yang menggambarkan hubungan antara kuantitas setiap jenis produk akhir yang diinginkan dan waktu penyediaan (Utama, 2019, hlm. 188). Rencana ini terdiri atas tahapan waktu dan jumlah produk jadi yang akan diproduksi oleh sebuah perusahaan manufaktur.

Master production schedule digunakan untuk mengetahui jadwal masing-masing barang yang akan diproduksi, yaitu kapan barang tersebut akan dibutuhkan sehingga dapat kita gunakan sebagai landasan penyusunan MRP. Master production schedule ini pada umumnya berdasarkan order (pesanan) pelanggan dan perkiraan order (forecast) yang dibuat oleh perusahaan sebelum dimulainya sistem MRP. Pada dasarnya, MRP adalah terjemahaan dari MPS (jadwal produksi induk) untuk material.

Inventory Status File (Berkas Status Persediaan)

Inventory status file, atau berkas status persediaan, adalah hasil perhitungan persediaan dan kebutuhan bersih untuk setiap periode perencanaan (Utama, 2019, hlm. 189). Setiap persediaan harus memberikan informasi status yang jelas dan terbaru mengenai jumlah persediaan yang ada saat ini, jadwal penerimaan material, rencana pembelian yang akan diserahkan ke pemasok, serta berbagai perubahan persediaan sehubungan dengan adanya kerugian akibat sisa bahan, pesanan yang dibatalkan, dan lain-lain.

Informasi ini juga harus meliputi jumlah lot (lot sizes), teknik lot size, lead time (tenggang waktu), safety stock level, jumlah material yang rusak/cacat, dan catatan penting lainnya. Data ini menjadi landasan untuk pembuatan MRP karena memberikan informasi tentang jumlah persediaan bahan baku dan barang jadi yang aman (minimum) serta keterangan lainnya, seperti kapan kita mendapat kiriman barang, berapa jangka waktu pengiriman barang (lead time), dan berapa besar kelipatan jumlah pemesanan barang (lot size).

Bill of Materials (BOM)

Bill of material (BOM) adalah daftar yang berisi informasi mengenai jumlah masing-masing bahan baku, bahan pendukung, dan sub-assy (semi produk) yang dibutuhkan untuk membuat suatu produk jadi (Utama, dkk, 2019, hlm. 190). Informasi tersebut dapat disusun dalam bentuk pohon produk (product structure tree). Bill of material tidak hanya menspesifikasikan produksi, tetapi juga berguna untuk pembebanan biaya dan dapat dipakai sebagai daftar bahan yang harus dikeluarkan untuk karyawan produksi atau perakitan. Bill of material yang digunakan dengan cara ini biasanya dinamakan daftar pilih.

Informasi tersebut sangat rinci sehingga BOM dapat digunakan untuk mengetahui susunan barang yang akan diproduksi, menggunakan bahan apa saja, apakah bahan tersebut langsung dibeli atau dibuat dengan bahan dasar yang lain sehingga jelas dalam menentukan pemesanan bahan-bahan baku agar produksi tetap berjalan lancar.

Pohon struktur produk (product structure tree) adalah salah satu item informasi yang ada dalam bill of material. Pohon struktur produk merupakan bagan informasi tentang hubungan antara produk akhir dengan komponen-komponen penyusunnya.

Tidak hanya memberikan informasi tentang hubungan antara komponen dalam suatu perakitan, struktur produk juga memberikan informasi tentang semua item, seperti nomor komponen dan jumlah yang dibutuhkan pada setiap pembelian. Struktur produk dibagi lagi menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut.

  1. Struktur produk level tunggal yang menggambarkan hubungan antara produk akhir komponen-komponen penyusunnya di mana komponen-komponen tersebut langsung membentuk produk akhir atau berada satu level di bawah produk akhir.
  2. Struktur produk multi level yang menggambarkan hubungan antara produk akhir dengan komponen penyusunnya di mana komponen-komponen tersebut memerlukan komponen-komponen lain untuk membuatnya dan begitu seterusnya. Misalnya, untuk membuat satu unit produk akhir X diperlukan dua unit komponen A dan satu unit komponen B, sementara untuk membuat satu unit komponen B diperlukan tiga unit komponen C dan satu unit komponen D.

Proses MPR

Proses MRP meliputi aktivitas-aktivitas yang dilakukan berdasarkan MPS, inventory status file, dan BOM. Hal yang harus dilakukan oleh perusahaan dalam menghasilkan produknya adalah menentukan kapan barang tersebut dibutuhkan. Apabila waktunya sudah diketahui, perusahaan harus pula merancang lead time.

Lead time adalah waktu mulai dari persiapan sampai penyelesaian dimana dalam penyelesaian ini akan berhadapan dengan waktu menunggu, pemindahan, pembelian, dan mempersiapkan komponen yang akan dibeli.

Setelah mengetahui lead time  setiap komponen, manajer dapat menentukan kebutuhan bruto, kebutuhan neto, persediaan on hand, rencana pemesanan, rencana penerimaan, dan rencana realisasi penerimaan.

Kebutuhan bruto merupakan jumlah total setiap item yang dibutuhkan untuk memproduksi sejumlah barang tertentu, sedangkan kebutuhan neto menyesuaikan persediaan yang dimiliki, yaitu kebutuhan bruto dikurangi persediaan yang ada.

Output MRP

Output (keluaran) MRP adalah informasi yang dapat digunakan untuk melakukan pengendalian produksi. Keluaran pertama berupa rencana pemesanan yang disusun berdasarkan waktu ancang dari setiap komponen atau item. Dengan adanya rencana pemesanan, kebutuhan bahan pada tingkat yang lebih rendah dapat diketahui. Selain itu, proyeksi kebutuhan kapasitas juga akan diketahui, yang selanjutnya akan memberikan revisi atas perencanaan kapasitas yang dilakukan pada tahap sebelumnya.

Kegunaan output dari MRP adalah memberikan catatan pesanan penjadwalan yang harus dilakukan/direncanakan, baik dari pabrik maupun dari pemasok, memberikan indikasi penjadwalan ulang, memberikan indikasi pembatalan pesanan, dan memberikan indikasi keadaan persediaan. Dengan demikian, secara garis besar, MRP bukan hanya menyangkut manajemen material dan persediaan saja, tetapi juga memengaruhi aktivitas perencanaan dan pengendalian produksi sehari-hari di perusahaan.

Proses Perhitungan MRP

Menurut Efendi (2019, hlm. 141) MRP dapat dihitung dengan menggunakan suatu proses yang melalui serangkaian langkah berikut.

1. Menentukan Kebutuhan Bersih

Berdasarkan kebutuhan bersih (net requirement) adalah selisih antara kebutuhan kotor (gross requirement) dengan persediaan yang ada di tangan (on hand). Data yang diperlukan dalam menentukan kebutuhan bersih adalah: a) kebutuhan kotor setiap periode; b) persediaan yang ada di tangan; dan c) rencana penerimaan (scheduled receipts) pada periode mendatang. Dalam hal ini, yang dimaksudkan dengan kebutuhan kotor ialah jumlah permintaan produk final.

Periode12345678910111213
GR
SR
OH
NR
POP
POR

GR = Gross Requirement (kebutuhan bersih)

SR = Scheduled Recepts (skedul penerimaan)

NR = Net Requirement (kebutuhan bersih)

OH = On Hand (persediaan di tangan)

POP =Planned Order Receipts (rencana penerimaan pesanan)

POR =Planned Order Release (rencana pemesanan)

2. Menentukan Jumlah Pesanan

Penentuan jumlah pesanan baik untuk item maupun komponen, didasarkan kebutuhan bersih. Alternatif yang dapat digunakan untuk menentukan besarnya ukuran lot pemesanan, di antaranya:

  1. Penyeimbangan antara biaya set-up dengan ongkos simpan,
  2. Fixed Order Quantity (FOQ),
  3. Lot For Lot Ordering (LFL),
  4. Periodic Order Quantity (POQ), dan
  5. Metode akumulasi.

3. Menentukan BOM dan Kebutuhan Kotor Setiap Komponen

BOM itu sendiri ditentukan atas dasar struktur produk dengan memuat sejumlah informasi yang di antaranya meliputi nomor dan jenis komponen, jumlah kebutuhan dari komponen di atasnya, serta sumber dari komponen tersebut. Adapun kebutuhan kotor setiap komponen nantinya ditentukan oleh suatu rencana pemesanan (planned order releases) komponen yang ada di atasnya dengan dikali kelipatan tertentu sesuai kebutuhan.

4. Menentukan Tanggal Pemesanan

Penentuan tanggal pemesanan bisa saja dipengaruhi oleh rencana penerimaan (planned order receipts) ataupun tenggang waktu pesanan (lead time).

Referensi

  1. Efendi, S., Pratiknyo, D., Sugiono, E. (2019). Manajemen operasional. Jakarta: LPU-UNAS.
  2. Iswanto, & Akbar, A. (2021). Buku ajar manajemen operasi. Sidoarjo: Umsida Press.
  3. Utama, R.E., Gani, N.E, Jaharuddin, Prihata, A. (2019). Manajemen operasi. Jakarta: UM Jakarta Press.

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *