Filsafat sering diartikan sebagai hal rumit yang tidak berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Padahal, permasalahan pokok filsafat adalah persoalan yang pernah dipikirkan semua orang.

Kita pasti pernah mempertanyakan dan merenungkan kenapa ini harus begini, dan tidak boleh begitu, sedangkan itu harus begitu dan tidak seharusnya begini.

Untuk apa saya kuliah? Apa gunanya? Apakah kuliah bisa membuat saya jadi kaya?

Sebetulnya semua pertanyaan tersebut adalah salah satu wujud dari filsafat.

Karena, mempertanyakan suatu hal yang tampak tidak harus dipertanyakan lagi merupakan hakikat utamanya.

Alami juga bagi kita untuk sejatinya telah memiliki pegangan filosofi dalam menjalankan hidup.

Begitu pula dengan kelompok atau organisasi, tanpa filosofi berwujud visi dan misi, tidak akan ada arah yang jelas untuk mempersatukan persepsi anggotanya dalam mencapai tujuan bersama.

Suatu logo perusahaan juga disisipkan filosofi untuk menegaskan identitasnya.

Seniman membutuhkan filosofi sebagai alasan dan bahan bakar utamanya dalam berkarya.

Artinya, kita semua juga telah menjadi seorang filsuf dan membutuhkan filosofi dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Ya, filsafat itu sederhana dan bernilai guna.

Pengertian Filsafat

Kata Filsafat berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata philein atau philos yang berarti “cinta” dan sophia yang berarti “kebijaksanaan”. Sehingga seorang filosof adalah pencinta, pendamba, atau pencari kebijaksanaan.

Karl Popper, seorang tokoh filsafat pernah berkata bahwa “kita semua telah memiliki filosofi yang masih menjadi misteri dan tugas pokok utama dari filsafat adalah untuk menyelidiki berbagai filosofi itu secara kritis”.

Dengan kata lain, filsafat dapat diartikan sesederhana refleksi terhadap sikap atau pemahaman yang telah kita miliki selama ini.

Namun tentunya refleksi tersebut dilakukan secara kritis dan sistematis, seperti yang diungkapkan oleh Bertrand Russell (1967, hlm. 7) bahwa filsafat adalah suatu usaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan baru, tidak secara dangkal atau dogmatis seperti yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari, akan tetapi secara kritis, dalam artian segala sesuatunya diselidiki hingga dapat diketahui masalah apa yang dapat ditimbulkan oleh pertanyaan-pertanyaan itu sampai kita menjadi sadar dari segala kekaburan dan kebingungan tersebut.

Kekaburan dan kebingungan itu juga harus ditangkal oleh batasan yang jelas. Caranya adalah dengan memastikan bahwa pemikiran filsafat kita memiliki karakteristik menyeluruh, mendasar, dan sistematis.

  1. Menyeluruh atau universal artinya pemikiran yang dilakukan haruslah luas dan tidak spesifik pada aspek tertentu saja, sehingga dapat diterapkan secara menyeluruh pada permasalahan yang kita kaji.
  2. Mendasar atau radikal berarti pemikiran yang dilakukan haruslah mendalam sehingga menghasilkan sesuatu yang fundamental dan esensial sehingga dapat dijadikan building block untuk segala aspek permasalahan kita.
  3. Sistematis itu sendiri sebetulnya hanya berupa mengikuti langkah dan batasan khusus yang ditentukan, agar hal yang sedang kita pertanyakan tidak menghasilkan jawaban yang menyimpang dari esensinya.

Metode Filsafat

Misalnya, berfilsafat dapat dilakukan melalui metode dialektis, yaitu dengan mengambil konsep atau pengertian yang telah lazim diterima, kemudian membuat bantahannya.

Setelah itu, kedua pendapat yang saling bertentangan tersebut diambil simpulan atau jalan tengahnya untuk kemudian menjadi hakikat atau kebijaksanaan baru yang lebih baik dari sebelumnya.

Cara lain adalah melalui metode empiris-eksperimental, yakni metode filsafat yang menuntut bahwa pemikiran filsafat tidak cukup untuk digeluti oleh logika dan rasio saja, akan tetapi harus dilakukan suatu eksperimen atau penelitian sehingga kita mampu membuktikannya secara empiris yang berarti teralami, terlihat, nyata, dan tervalidasi oleh data yang belakangan kita ketahui telah menjadi syarat bagi semua ilmu pengetahuan.

Ada pula metode transendental yang menangkal kekakuan dan skeptisisme metode empiris yang selalu menuntut bukti objektif dan pengalaman lahiriah.

Intinya, metode transendental menerima nilai objektif ilmu-ilmu positif atau eksak, karena terbukti telah menghasilkan kemajuan hidup. Namun Ia juga menerima nilai subjektif  dari seni, moral, dan agama, karena telah terbukti memberikan kebaikan dan kebahagiaan bagi manusia.

Dari beberapa metode tersebut, dapat dilihat bahwa secara intrinsik, filsafat sendiri juga terus dipertanyakan kembali dan mengalami banyak dialog perihal cara untuk melakukannya.

Dengan demikian, tidak ada metode berfilsafat yang paling bijak atau paling benar, yang ada adalah metode tepat guna untuk menghasilkan pertanyaan dan hasil jawaban yang diperlukan.

Baca juga: Metode Filsafat: 10 Contoh dan Penjelasannya

Manfaat Filsafat

Filsafat adalah akar dari segala ilmu. Pernyataan itu akan memberikan banyak jawaban atas pertanyaan perihal kegunaannya.

Tanpa pertanyaan filosofis, tidak akan ada persoalan baru yang harus dipecahkan lalu menjadi ilmu pengetahuan yang berguna bagi kehidupan manusia.

Masalah juga merupakan pemicu terbesar dari perubahan dan filsafat ada untuk menghadirkannya, bukan sekedar menjawab.

Tanpa masalah, tidak akan ada inovasi yang mampu meningkatkan taraf hidup manusia di bumi.

Misalnya, bagaimana mungkin suatu perusahaan startup mampu menciptakan produk baru yang memiliki nilai guna tinggi jika kita menganggap semua permasalahan telah selesai.

Bahkan terkadang kita baru sadar bahwa selama ini kita memiliki suatu masalah ketika kita menggunakan produk baru yang diciptakan oleh perusahaan startup.

Filsafat juga dapat mengubah pemahaman kita akan banyak hal yang mungkin selama ini sebetulnya berdampak negatif.

Misalnya, jika suatu negara terus mengangkat paham kolonialisme, maka perang tidak akan pernah usai di muka bumi.

Ya, pada masanya, kolonialisme adalah paham yang dinilai tidak salah, sehingga semua negara besar berlomba-lomba untuk mengolonialisasi setiap ujung dunia yang belum terjamah oleh peradaban maju.

Filsafat mungkin tidak memberikan peranan secara langsung dalam menyelesaikan hal sehari-hari yang harus diselesaikan saat itu juga.

Itu adalah tugas dari para teknokrat atau pakar praktis yang terjun langsung untuk menggeluti suatu bidang.

Kepiawaian teknis dan spontanitas seorang teknokrat dalam memecahkan masalah sehari-hari memang sangat berguna bagi kehidupan. Tanpa mereka, roda kehidupan tidak akan berputar.

Akan tetapi, tanpa adanya seorang filsuf, langkah kemajuan manusia juga akan tersendat. Tidak ada kontrol untuk kebenaran informasi yang dikepul dan diaplikasikan oleh para teknokrat.

Apakah benar informasi tersebut masih relevan? Tidak adakah informasi lain yang lebih tepat guna? Apa efek sampingnya dalam menerapkan informasi yang sudah ada itu bagi kehidupan kita? Filsafat hadir untuk menjawab atau mungkin mendisrupsinya.

Baca juga: Filsafat: Pengertian, Ciri, Contoh & Fungsi Menurut Para Ahli

Referensi

  1. Russell, Bertrand. (1967). The problems of philosophy. Oxford: Oxford University Press.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *