Dalam sidang pertama BPUPKI, Muh. Yamin menyatakan bahwa Indonesia harus mendapatkan dasar negara atau konstitusi yang berasal dari peradaban kebangsaan Indonesia yang ketimur-timuran dan tidak boleh meniru tata negara lain. Hal itu karena Bangsa Indonesia adalah kebudayaan yang beribu-ribu tahun umurnya.

Oleh karena itu, para pendiri negara menyepakati dasar negara Indonesia, yaitu Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang dijadikan konstitusi negara atau hukum dasar negara. Tata penyelenggaraan negara dan bernegara harus didasarkan pada Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945.

Apa itu konstitusi? Bagaimana perumusan UUD negara republik Indonesia tahun 1945? Apa arti penting dari konstitusi ini? Apa saja peran tokoh perumus UUD 1945? Berikut adalah berbagai uraian dan pemaparan yang akan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Pengertian Konstitusi

Konstitusi adalah hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Oleh karena itu, menurut Jimly Asshiddiqie (2008, hlm. 5) konstitusi bukan undang-undang biasa. Konstitusi tidak ditetapkan oleh lembaga legislatif biasa, tetapi oleh badan khusus dan lebih tinggi kedudukannya.

Dalam hierarki hukum, konstitusi merupakan hukum yang paling tinggi dan fundamental sifatnya sehingga peraturan-peraturan di bawahnya tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Konstitusi terbagi menjadi dua, yaitu konstitusi tertulis dan konstitusi tidak tertulis.

  1. Konstitusi tertulis adalah aturan-aturan pokok dasar negara, bangunan negara dan tata negara yang mengatur perikehidupan satu bangsa di dalam persekutuan hukum negara.
  2. Sementara itu konstitusi tidak tertulis disebut juga konvensi, yaitu kebiasaan ketatanegaraan yang sering timbul dalam sebuah negara (Budi Juliardi, 2015, hlm. 66-67). Contoh konvensi dalam ketatanegaraan Indonesia antara lain pengambilan keputusan di MPR berdasarkan musyawarah untuk mufakat.

Menurut E.C.S Wade, Undang-Undang Dasar adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut.

Di dalam negara yang menganut paham demokrasi, Undang-Undang Dasar mempunyai fungsi yang khas, yaitu membatasi kekuasaan pemerintahan agar penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Dengan demikian, diharapkan hak-hak warga negara akan lebih terlindung. Gagasan seperti ini disebut dengan Konstitusionalisme (Miriam Budiardjo, 2002, hlm. 96).

Negara Indonesia menganut paham konstitusionalisme sebagaimana ditegaskan dalam pasal 1 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.

Perumusan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Perumusan UUD 1945 dilaksanakan oleh BPUPKI dalam sidang kedua tanggal 10 sampai dengan 17 Juli 1945. BPUPKI membentuk 3 (tiga) Panitia Kecil untuk membahas dan mempersiapkan perumusan Undang-Undang Dasar yang merupakan konstitusi atau hukum dasar Indonesia.

Pada tanggal 14 Juli 1945, BPUPKI mengadakan sidang dengan agenda ”Pembicaraan tentang pernyataan kemerdekaan”. Panitia Perancangan Undang-undang Dasar melaporkan hasilnya. Pasal-pasal dari rancangan UUD berjumlah 42 pasal. Dari 42 pasal tersebut, ada 5 pasal masuk tentang aturan peralihan dengan keadaan perang, serta 1 pasal mengenai aturan tambahan.

Selanjutnya, Pada sidang tanggal 15 Juli 1945 dilanjutkan dengan acara ”Pembahasan Rancangan Undang-Undang Dasar”. Saat itu Ketua Perancang Undang-Undang Dasar, yaitu Soekarno memberikan penjelasan tentang naskah yang dihasilkan dan mendapatkan tanggapan dari Moh. Hatta. Lebih lanjut, Soepomo, sebagai Panitia Kecil Perancang Undang- Undang Dasar, diberi kesempatan untuk memberikan penjelasan terhadap naskah Undang-Undang Dasar.

Naskah Undang-Undang Dasar akhirnya diterima dengan suara bulat pada Sidang BPUPKI tanggal 16 Juli 1945. Selain itu juga, diterima usul-usul dari panitia keuangan dan Panitia Pembelaan Tanah Air. Dengan demikian, selesailah tugas panitia BPUPKI.

Pengesahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang menggantikan BPUPKI melaksanakan sidang, yakni pada tanggal 18 Agustus 1945. Sidang tersebut masih membahas dasar hukum negara namun sudah menuju pada pengesahan UUD sebagai konstitusi negara.

Proses pembahasan berlangsung dalam suasana yang penuh rasa kekeluargaan, tanggung jawab, cermat dan teliti, dan saling menghargai antaranggota. Pembahasan rancangan Undang-Undang Dasar menghasilkan naskah Pembukaan dan Batang Tubuh. Undang-Undang Dasar ini, dikenal dengan sebutan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Melalui Berita Republik Indonesia tanggal 15 Februari 1946, Penjelasan Undang-Undang Dasar menjadi bagian dari Undang-Undang Dasar 1945. Suasana permufakatan dan kekeluargaan, serta kesederhanaan juga muncul pada saat pengangkatan Presiden dan Wakil Presiden. Risalah sidang PPKI (dalam Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995, hlm. 445-446) mencatat sebagai berikut.

Keputusan Persidangan PPKI

Dalam persidangan PPKI tanggal 18 Agustus 1945, di hasilkan keputusan sebagai berikut.

  1. Mengesahkan UUD 1945.
  2. Menetapkan Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil presiden Republik Indonesia.
  3. Membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat.

Sidang PPKI telah melakukan beberapa perubahan rumusan pembukaan UUD naskah Piagam Jakarta dan rancangan batang tubuh UUD hasil sidang kedua BPUPKI. Empat perubahan yang disepakati tersebut adalah sebagai berikut.

  1. Kata “Mukaddimah” diganti menjadi kata “Pembukaan”.
  2. Sila pertama, yaitu Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti dengan rumusan ”Ketuhanan Yang Maha Esa”.
  3. Perubahan pasal 6 UUD yang berbunyi ”Presiden ialah orang Indonesia asli yang beragama Islam” menjadi ”Presiden ialah orang Indonesia asli”.
  4. Pasal 28 UUD 1945 yang berbunyi ”Negara berdasar atas Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi pasal 29 UUD 1945 yang berbunyi ”Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Arti Penting UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bagi Bangsa dan Negara Indonesia

Setiap bangsa yang merdeka akan membentuk suatu pola kehidupan berkelompok yang disebut sebagai negara. Pola ini dalam bernegara perlu diatur dalam suatu naskah berupa aturan hukum tertinggi dalam kehidupan Negara Republik Indonesia yang dinamakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berisi aturan dasar kehidupan bernegara di Indonesia. Kedudukannya sebagai hukum yang paling tinggi dan fundamental sifatnya, karena merupa kan sumber legitimasi atau lan dasan bentuk-bentuk peraturan perundang-undangan di bawahnya.

Sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku universal, maka semua peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia tidak boleh bertentangan dan harus berpedoman pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Sebagai warga negara Indonesia, kita semua harus patuh pada ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kepatuhan warga negara terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 akan mengarahkan kita pada kehidupan yang tertib dan teratur.

Sebaliknya apabila Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak dipatuhi, maka kehidupan bernegara kita mengarah pada ketidakharmonisan. Akibatnya bisa berakibat pada tidak terwujudnya kesejahteraan, bubarnya negara Indonesia, bahkan terjadi perang saudara. Siapa yang dirugikan? Semua warga negara Indonesia.

Peran Tokoh Perumus UUD 1945

Tokoh pendiri negara Indonesia merupakan putra terbaik bangsa yang memiliki kemampuan dan visi ke depan untuk kebaikan bangsa Indonesia. Anggota BPUPKI merupakan tokoh-tokoh bangsa Indonesia dan orang-orang yang terpilih serta tepat mewakili kelompok dan masyarakat dam perumusan UUD 1945.

Anggota BPUPKI telah mewakili seluruh wilayah Indonesia, suku bangsa, golongan agama, dan pemikiran yang berkembang di masyarakat saat itu. Ada dua paham utama yang dimiliki pendiri negara dalam sidang BPUPKI, yaitu nasionalisme dan agama.

  1. Pendiri negara yang didasarkan pemikiran nasionalisme menginginkan negara Indonesia yang akan dibentuk merupakan negara nasionalis atau negara kebangsaan,
  2. sedangkan golongan agama menginginkan didasarkan pada salah satu agama.

Berbagai perbedaan di antara anggota BPUPKI dapat diatasi dengan sikap dan perilaku pendiri negara yang mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan. BPUPKI melaksanakan sidang dengan semangat kebersamaan dan mengutamakan musyawarah dan mufakat.

Sehingga dalam Persidangan PPKI, para tokoh pendiri Negara dalam perumusan 1945 memperlihatkan:

  1. kecerdasan,
  2. kecermatan,
  3. ketelitian,
  4. tanggung jawab,
  5. rasa kekeluargaan,
  6. toleransi, dan
  7. penuh dengan permufakatan dalam setiap pengambilan keputusan.

Sikap patriotisme dan rasa kebangsaan antara lain dapat diketahui dalam pandangan dan pemikiran mereka yang tidak mau berkompromi dengan penjajah dan bangga sebagai bangsa yang baru merdeka. Sehingga dapat disimpulkan bahwa peran tokoh perumus UUD 1945 bukan hanya sebagai perancang dan pembentuk konstitusi saja, namun merupakan wakil dari seluruh golongan masyarakat Indonesia.

Referensi

  1. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2017). Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan SMP/MTs Kelas VII. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Gabung ke Percakapan

1 Komentar

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *