Self awareness adalah keadaan pada saat manusia mengarahkan dan memusatkan fokus serta derajat aspek perhatiannya pada dirinya sendiri (Brigham dalam Masri, 2020, hlm. 25). Dalam kehidupan sehari-hari, seorang individu biasanya lebih banyak menghabiskan atensi atau perhatiannya pada berbagai hal yang ada di sekitarnya. Tak jarang pula seorang individu hanya menggunakan kesan gambaran umum mengenai dirinya di masa lalu saat berinteraksi dengan orang lain. Padahal gambaran tersebut bisa jadi tidak merepresentasikan apa yang sesungguhnya menjadi dirinya sekarang.

Kesadaran diri atau self awareness merupakan keadaan ketika seseorang mampu memfokuskan perhatiannya pada dirinya sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh Maryam (2018, hlm. 53) bahwa kesadaran diri (selfawareness) adalah ketika kita meletakkan diri kita sebagai objek atau pusat dari perhatian kita dan fokus terhadap berbagai aspek diri seperti penampilan, tindakan, dan pikiran kita sendiri.

Sementara itu menurut Liliweri (2017, hlm. 430) self awareness atau kesadaran diri adalah kemampuan untuk mengintrospreksi diri dan kemampuan untuk mendamaikan diri sebagai individu yang terpisah dari lingkungan dan orang lain. Sebagai makhluk sosial, sulit bagi manusia untuk mampu mencapai kesadaran diri tanpa dipengaruhi oleh orang lain. Oleh karena itu self awareness menjadi salah satu perhatian utama mengenai pengetahuan diri pada psikologi sosial.

Selanjutnya, menurut Goleman (dalam Dariyo, 2016, hlm. 257-258) self awareness adalah keadaan individu dalam kondisi mampu memahami, menerima, dan mengelola seluruh potensi di dalam dirinya. Dengan akta lain, berbeda dengan harga diri yang bersifat afeksi (perasaan) dan melibatkan orang lain, kesadaran diri merupakan proses mental analisis yang mampu mengetahui potensi yang dimiliki sendiri sehingga dapat disimpan untuk digunakan sebagai pengembangan hidup di yang akan datang.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa self awareness adalah keadaan individu pada saat memusatkan fokus dan segala aspek perhatian terhadap diri sendiri seperti mengintrospeksi diri, mampu memahami, dan mampu memahami seluruh potensi diri sehingga dapat digunakan untuk pengembangan hidupnya di masa depan.

Jenis Self Awareness

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa self awarenes merupakan kemampuan untuk mendamaikan diri sebagai individu yang terpisah dari lingkungan dan orang lain. Namun demikian menurut Buss (1980 dalam Kassin dkk, 2008 dalam Maryam, 2018, hlm. 54) berdasarkan hasil penelitian ditemukan terdapat perbedaan antara kesadaran diri pribadi (private self-consciousness) dan kesadaran diri publik (public self-consciousness).

  1. Private Self Awareness (Kesadaran diri pribadi),
    adalah kecenderungan untuk melakukan introspeksi tentang pikiran dan perasaan kita; sedangkan
  2. Public Self Awareness (Kesadaran diri publik) merupakan kecenderungan untuk fokus pada image atau citra publik kita yang terlihat dari luar (nampak oleh orang lain).

Kesadaran diri pribadi dan kesadaran diri publik merupakan sifat (trait) yang berbeda. Orang-orang yang memiliki skor tinggi pada sebuah tes kesadaran diri pribadi akan mengisi kalimat dengan tidak lengkap dengan kata ganti orang pertama (first person pronouns). Mereka juga membuat pernyataan deskripsi diri dan mengenali lebih cepat kata-kata yang relevan dengan diri sendiri daripada kata-kata lain. Sebaliknya, orang-orang dengan skor tinggi pada pengukuran kesadaran diri publik, mereka sensitif terhadap cara-cara di mana mereka dilihat dari perspektif luar diri (Kassin dkk, 2008 dalam Maryam, 2018, hlm. 55).

Perbedaan antara private dan public self-awareness memiliki implikasi terhadap upaya untuk mengurangi diskrepansi diri. Menurut Higgins, 1989 (dalam Maryam, 2018, hlm. 55) individu akan termotivasi untuk menemukan standar diri mereka sendiri atau standar yang dibentuk oleh significant others untuk mereka.

Aspek-Aspek Self Awareness

Goleman (dalam Sudarmono, Apuanor dan Eka, 2017, hlm. 80) mengungkapkan bahwa terdapat tiga aspek utama dalam self awareness (kesadaran diri), yakni sebagai berikut.

  1. Mengenali emosi
    Mengenali emosi diri dan pengaruhnya. Orang dengan kecakapan ini akan mengetahui makna emosi yang sedang mereka rasakan dan mengapa terjadi dan menyadari keterkaitan antara perasaan mereka dengan yang mereka pikirkan.
  2. Pengakuan diri yang akurat
    Pengakuan diri yang akurat meliputi mengetahui sumber daya batiniah, kemampuan dan keterbatasan.
  3. Kepercayaan diri
    Meliputi kesadaran yang kuat tentang harga diri dan kemampuan diri sendiri.

Sementara itu, Daryanto (2016, hlm. 56) mengemukakan bahwa self awareness memiliki empat aspek yaitu sebagai berikut.

  1. Emotional awareness (kesadaran emosi)
    Kesadaran emosi yaitu kemampuan individu dalam mengenali dan memahami emosi yang dimiliki serta mampu mengendalikan emosi sehingga mampu merasakan dan memikirkan dampak dari suatu tindakan terhadap lingkungan sekitarnya.
  2. Self concept (konsep diri)
    Konsep diri di bagi menjadi konsep diri yang positif seperti merasa mampu memperbaiki diri sendiri, dan konsep diri yang negatif karena memiliki gambaran citra diri sebagai orang yang lemah.
  3. Self esteem (harga diri)
    Harga diri di bagi menjadi harga diri yang positif yaitu menerima dan menghargai dirinya sendiri apa adanya, dan harga diri yang negatif yaitu merasa kurang atau rendah diri.
  4. Multiple selves (diri yang berbeda)
    Diri yang berbeda mengacu pada peran yang dimainkan seseorang dalam berbagai kontiunitas dan merefleksikannya sebagai bagian kehidupan. Hal ini juga mengacu bagaimana individu bisa menempatkan dan menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang efisien.

Ciri-Ciri Individu dengan Self Awareness yang Baik

Menurut Glenn (dalam Akmal dkk, 2021) ciri-ciri seseorang yang memiliki sel awareness atau kesadaran diri yang baik dalam dirinya adalah sebagai berikut.

  1. Memahami diri di mana seseorang mampu memahami keadaan dan keinginannya ke arah yang baik. Sebagai contoh yaitu seseorang mampu mengambil keputusan yang baik untuk kehidupannya sesuai gambaran dan pandangan mereka agar memiliki tanggung jawab terhadap diri.
  2. Mampu menentukan tujuan dan perkembangan karier mereka secara tepat. Seseorang yang mampu melakukan Perencanaan secara matang untuk mencapai tujuan hidup dan karier mereka di masa yang akan datang sesuai bakat dan minat yang mereka miliki.
  3. Mampu menjalin hubungan dan kerja sama terhadap orang lain. Seseorang yang mampu menjalin hubungan serta menambah relasi guna mengembangkan hubungan interpersonal yang lebih baik.
  4. Mampu dalam membangun nilai keberagaman di mana seseorang menjadikan agama sebagai tiang dalam menuntun hidupnya untuk lebih beriman dan bermakna.
  5. Mampu menyeimbangkan dan menyesuaikan diri, di mana seseorang dapat melaraskan kebutuhan diri mereka dengan kebutuhan kelompok atau komunitas lainnya. Seseorang tidak seharusnya memiliki sikap egois berlebih namun juga dapat memahami kepentingan individu lain yang ada di sekitar atau dalam komunitas.
  6. Mampu mengontrol diri terhadap stimulus secara baik dan tepat di mana seseorang dapat mengendalikan diri dengan kesadaran penuh agar dapat menilai baik buruknya sesuatu terhadap dirinya.

Diskrepansi Self Awareness

Robert Wicklund dan koleganya sebagai pencetus teori kesadaran diri, mengemukakan bahwa orang-orang tidak selalu fokus pada dirinya sendiri, namun pada situasi tertentu memaksa mereka untuk melihat ke dalam diri mereka sendiri dan menjadi objek dari perhatiannya, seperti saat kita berbicara dengan diri kita sendiri, berdiri di depan cermin, melihat diri kita di videotape.

Saat inilah kita mampu memasuki kesadaran diri yang menyebabkan kita secara alami atau otomatis mengevaluasi atau membandingkan perilaku kita berdasarkan berbagai standar. Perbandingan inil seringkali menghasilkan sebuah diskrepansi negatif (negative discrepancy) yang tidak menyenangkan dan untuk sementara dapat menurunkan harga diri kita, sehingga kita menemukan bahwa diri kita jauh dari gambaran tentang diri ideal.

Pada umumnya, orang-orang yang lebih mudah terserap untuk memusatkan perhatian pada dirinya sendiri dalam pengalaman kesadaran diri cenderung lebih banyak menimbulkan afeksi negatif. Dengan kata lain seseorang yang terlalu mudah tenggelam dalam self-awarenessnya sendiri sering mengalami suasana hati yang negatif (bad mood) atau bahkan depresi, mengalami kecemasan dan berpotensi menyalahgunakan substansi seperti penyalahgunaan alkohol, dan mengalami gangguan-gangguan klinis lainnya seperti Anorexia yang selalu menganggap dirinya terlalu gemuk (Kassin dkk, 2008 dalam Maryam 2018, hlm. 53).

Mengatasi Diskrepansi Negatif pada Self Awareness

Lantas bagaimana solusinya ketika self awareness malah menghasilkan diskrepansi negatif seperti ini? misalnya seperti pada gangguan klinis Anorexia. Saat pengalaman kesadaran diri menghasilkan perasaan yang tidak menyenangkan, teori kesadaran diri mengemukakan dua cara dasar untuk mengurangi diskrepansi tersebut, yaitu:

  1. Shape-up,
    yakni berperilaku dalam cara-cara yang bisa mengurangi diskrepansi diri, atau
  2. Shipout,
    yaitu dengan melakukan penarikan diri (withdrawing) dari kesadaran diri.

Menurut Charles Carver dan Michael Scheier (1981 dalam Maryam, 2018, hlm. 54), solusi yang dipilih bergantung pada apakah mereka dapat mengurangi diskrepansi diri mereka dengan salah satu cara tersebut, dan apakah mereka senang dengan kemajuan yang mereka buat saat mencoba salah satu caranya (Duval dkk 1992 dalam Kassin dkk 2008 dalam Maryam, 2018, hlm. 54). Jika begitu, mereka cenderung menyesuaikan perilaku mereka terhadap standar pribadi atau masyarakat, jika tidak, mereka menghilangkan, mencari gangguan, dan menjauhkan perhatian dari diri.

Referensi

  1. Akmal, dkk. (2021). Self awareness dan perilaku faking pada kegiatan wawancara kerja karyawan. Psyche 165 Journal, 14 (1).
  2. Dariyo, Agoes. (2016). peran self awareness dan ego support terhadap kepuasan hidup remaja tionghoa, 15 (2), hlm: 257-258.
  3. Daryanto. (2014). Teori Komunikasi. Gunung Samudera: Jakarta.
  4. Liliweri, Alo. (2017). Komunikasi Antarpesonal. Jakarta: Kencana.
  5. Maryam, E.W. (2018). Psikologi sosial. Sidoarjo: UMSIDA Press.
  6. Masri, Subekti. (2020). Multicultural awareness, teknik cinemaducation & blibitherapy. Sulawesi Selatan: Aksara Timur.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *