Pengertian Seni Kriya

Seni kriya adalah salah satu cabang seni rupa yang menghasilkan benda kerajinan (craft) yang bernilai seni dan membutuhkan keahlian tangan (craftsmanship) yang tinggi untuk membuatnya. Kriya menghasilkan benda seni seperti: Ukiran hias dari kayu atau batu, Topeng, Berbagai hiasan meja, Anyaman, Guci, Mainan, Kain Songket, dll.

Makna Kriya secara Etimologi

Pengertian kriya berasal dari akar kata “krya” dalam bahasa Sansekerta yang bermakna “mengerjakan”. Kemudian akar kata tersebut berkembang menjadi kata: karya, kriya, kerja. Sehingga secara etimologi dapat disimpulkan bahwa kriya berarti suatu kegiatan kreatif untuk membuahkan suatu benda atau objek. Selain itu hasil benda dari kegiatan kreatifnya sendiri juga dapat disebut seni kriya (Haryono, 2002).

Arti Kriya berdasarkan Makna Kata

Kata kriya dalam KBBI (kamus besar bahasa Indonesia) bermakna pekerjaan (kerajinan) tangan. Dalam bahasa Inggris kriya adalah craft yang berarti: suatu kegiatan yang melibatkan keterampilan dalam membuat sesuatu dengan tangan (handmade). Maka dapat disimpulkan bahwa secara makna kata, kriya berarti kegiatan kerajinan tangan untuk membuat sesuatu.

Pada masa kini, kriya identik dengan kerajinan tangan yang memiliki nilai guna. Hal tersebut terjadi karena perkembangan zaman menuntut segala hal untuk dapat diproduksi dengan cepat dan terjual dalam jumlah yang banyak. Namun sebetulnya kriya juga dapat menjadi media seni murni yang berarti tidak bernilai guna atau tidak memilik fungsi. Pada masa lalu kriya adalah karya seni adiluhung yang memiliki nilai tradisi tinggi.

Pengertian Kriya Menurut Para Ahli

Selanjutnya untuk memastikan kesahihan pengertian dan pengerucutan mengenai definisi kriya yang digunakan, berikut adalah beberapa pengertian kriya menurut para ahli.

Timbul Haryono (2002 )

Seni kriya adalah cabang seni yang menekankan pada ketrampilan tangan yang tinggi dalam proses pengerjaannya. Dalam arti khusus, kriya adalah mengerjakan sesuatu untuk menghasilkan benda atau obyek yang bernilai seni.

Gustami

Seni kriya adalah karya seni yang unik dan punya karakteristik di dalamnya terkandung muatan-muatan nilai estetik, simbolik, filosofis dan sekaligus fungsional oleh karena itu dalam perwujudannya didukung  craftmenship yang tinggi, akibatnya kehadiran seni kriya termasuk dalam kelompok seni-seni adiluhung (Gustami, 1992, hlm. 71).

Seodarso Sp ( 2000 )

Seodarso Sp berpendapat bahwa Seni Kriya adalah perkataan kriya memang belum lama dipakai dalam bahasa Indonesia; perkataan kriya  itu berasal dari bahasa Sansekerta yang dalam kamus Wojowasito diberi arti; pekerjaan; perbuatan, dan dari kamus Winter diartikan sebagai  “demel” atau membuat.

I Made Bandem

Pengertian Seni Kriya berasal dari kata kata “kriya” dalam bahasa indonesia berarti pekerjaan (ketrampilan tangan).

Sejarah Seni Kriya

Kriya merupakan cabang seni rupa yang memiliki akar kuat, yaitu nilai tradisi yang bermutu tinggi atau bernilai adiluhung, terutama pada zaman klasik, zaman di mana kriya adalah media seni utama di nusantara. Untuk lebih jelasnya, berikut pemaparan perkembangan sejarah kriya dari masa ke masa.

Kriya Zaman Klasik

Pada masa lalu para kriyawan keraton menghasilkan karya seni dengan ketekunan dan konsep filosofi tinggi serta menghasilkan produk dengan legitimasi seni yang diistimewakan.

Terdapat pola pikir metafisis yang mengandung muatan nilai-nilai spiritual, religius, serta magis dalam benda kriya. Di samping itu kriya juga didukung oleh tatanan budaya tradisional yang mencerminkan jiwa zaman. Kriya adalah seni murni yang diagungkan pada zaman klasik. Produk yang dihasilkan kriya di zaman klasik sendiri amatlah beragam yang ei antaranya adalah sebagai berikut.

Contoh Kriya Zaman Klasik

Contoh karya seni kriya pada zaman klasik di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Keris dan Senjata hias lain
  2. Perhiasan emas dan perak
  3. Ukiran-ukiran kayu
  4. Topeng (sebagai hiasan maupun benda pakai untuk upacara)
  5. Wayang

Zaman Madya (Islam)

Pada zaman madya atau zaman Islam di Indonesia, pemanfaatan kriya sudah mulai cenderung bergeser ke nilai gunanya. Nilai-nilai religius serta magis mulai hilang karena pengaruh Islam. Namun nilai-nilai spiritual dan tradisi dari budaya nusantara tetap di agungkan. Benda-benda yang dihasilkan cenderung masih sama seperti pada zaman klasik.

Zaman Modern (Kolonial)

Pada era kolonialisasi belanda, kriya semakin bergeser ke benda pakai sehari-hari yang di pandang sebelah mata nilai artistiknya. D zaman ini, pengaruh asing mulai menguat dan kriya kalah bersaing terhadap cabang seni lain seperti seni lukis yang menjadi media utama di masa itu.

Baca juga: Sejarah Seni Rupa Indonesia: Prasejarah hingga Modern

Seni Kriya Hari Ini (Kontemporer)

Kriya hari ini kembali di apresiasi dengan sebagaimana mestinya dan tidak dibeda-bedakan seperti dahulu kala. Bahkan banyak seniman murni lokal maupun internasional dapat bersaing dengan mengusung kriya sebagai produk karyanya.

Selain itu kriya juga dapat bersaing dengan produk yang diproduksi secara massal. Kriya memiliki nilai lebih dari segi tradisi dan keterampilannya. Misalnya kriya dapat menjadi oleh-oleh khas daerah tertentu. Kriya juga dapat menjadi produk eksklusif yang bernilai lebih tinggi karena hanya di produksi dalam jumlah yang terbatas (tidak pasaran). Media seperti etsy.com juga mewadahi produk kerajinan tangan untuk dapat bersaing di pasar internasional.

Fungsi Kriya

Berdasarkan pemahaman pada kriya yang dapat memiliki atau tidak memiliki guna, berikut adalah beberapa fungsi dari seni kriya.

  1. Benda Hias. Kriya yang berfungsi menjadi benda hias mengutamakan nilai keindahan yang dihasilkan.
  2. Benda Pakai. Kriya yang akan dipakai atau digunakan harus mementingkan kenyamanan dan keefektifitasan fungsi dari benda yang dibuat. Kriya sebagai benda pakai haris tetap memiliki nilai estetis dan ke-khas-an lebih untuk dapat bersaing dengan benda desain produk yang diproduksi secara masal.
  3. Mainan. Benda kriya mainan harus dapat berinteraksi dengan penggunanya.
  4. Benda Seni Eksperimental. Hari ini, kriya sering dijadikan sebagai media seni murni kontemporer untuk membuat karya seni yang eksperimental, seperti gedung yang ditutupi oleh rajutan, pohon yang diberi hiasan, dsb.

Jenis-Jenis Seni Kriya

Kriya secara umum dapat dibagi menjadi dua cabang atau payung utama dilihat dari bahan yang digunakan dan teknik pembuatannya. Berikut adalah jenis atau macam-macam seni kriya berdasasarkan masing-masing klasifikasi bahan dan teknik pembuatannya.

Jenis Seni Kriya berdasarkan Bahan yang digunakan

  1. Kriya Kayu. Menggunakan bahan dasar kayu biasanya kriya jenis ini diolah dengan menggunakan teknik ukir atau pahat. Produk yang dihasilkan seperti: topeng, mebel, ukiran pintu, dll.
  2. Kriya Keramik. Keramik yang dimaksud disini adalah tanah liat yang kemudian di panaskan lalu biasanya diberi lapisan glazur (lapisan mengkilap). Contoh kriya keramik adalah: guci, piring, vas bunga, gelas, dll.

    contoh kriya keramik
    contoh kriya keramik

  3. Kriya Logam. Logam adalah bahan yang keras, sehingga teknik umum yang digunakan adalah dengan mencairkannya lalu mencetaknya. Bivalve adalah teknik cetak yang biasanya digunakan (membuat cetakan dua sisi yang simetris seperti kerang). Contoh: Perhiasan, Patung, Miniatur, Peralatan Makan, dll.
  4. Kriya Tekstil. Disini kriya menghasilkan kain yang masih mentah (belum dijahit menjadi pakaian) seperti: kain batik, kain tenun, songket, dsb.
  5. Kriya Kulit. Kulit binatang adalah salah satu bahan kerajinan tangan tertua sebelum manusia dapat memproduksi kain sendiri. Contoh kriya kulit meliputi: dompet, sepatu, gesper, wayang, dsb.
  6. Kriya Bahan Khas. Banyak juga yang menggunakan media alternatif untuk menciptakan produk kriya seperti: kulit telur, pecahan kaca, kain perca, dll.

    contoh kriya dengan bahan khas: menggunakan logam paku
    Contoh seni kriya dengan bahan khas: menggunakan logam paku. selain menggunakan bahan khas, benda seni murni ini juga menggunakan tingkat eksplorasi yang radikal (eksperimental).

Jenis Seni Kriya berdasarkan Teknik Pembuatan

  1. Kriya Ukir/Pahat. Memahat atau mengukir berarti membentuk bahan dengan alat cukil yang sesuai dengan bahan. Teknik ini biasa digunakan pada bahan kayu dan batu.

    contoh kriya ukir
    contoh seni kriya ukir bertema tradisional

  2. Kriya Anyam. Menganyam adalah mengatur bilah atau lembaran-lembaran secara tindih-menindih dan silang menyilang, material yang biasanya bahan yang lentur seperti rotan, serutan bambu, plastik, daun pandan, janur, dll.
  3. Kriya Tenun. Menenun adalah proses membuat kain dari benang dengan cara tradisional/manual dengan menyilangkan dua jajaran benang yang saling tegak lurus.
  4. Kriya Batik. Batik adalah seni menggambar pada kain dengan teknik menutup kain menggunakan lilin/malam pada bagian yang tidak diinginkan untuk diwarnai, sehingga ketika kain di celup untuk diwarnai, bagian yang telah ditutupi malam tersebut membentuk motif yang telah digambar sebelumnya menggunakan lilin.
  5. Kriya Rajut. Merajut adalah teknik membuat kain, pakaian atau perlengkapan busana dari benang rajut dengan menyilangkan sehelai benang hingga membentuk formasi yang diinginkan sekaligus membentuk helaian kain.
  6. Kriya Teknik Khas. Paper quilting, paper craft, origami dan masih banyak teknik alternatif lain yang dapat digunakan untuk menciptakan benda kriya. Beberapa seniman murni juga mengembangkan teknik khas yang mereka ciptakan sendiri untuk menghasilkan karya yang original atau berbeda dengan yang lain.

Simpulan

Kriya adalah suatu kegiatan kreatif yang melibatkan keterampilan tinggi untuk menghasilkan benda kerajinan yang bernilai seni dan bisa memiliki fungsi. Kriya dapat menjadi seni hias yang eksklusif maupun menjadi benda koleksi yang dapat dijangkau oleh semua kalangan masyarakat. Seni ini terbagi menjadi berbagai bahan seperti: kayu, logam, tekstil, keramik, dsb. Kriya juga dapat melibatkan beberapa teknik seperti kriya ukir, kriya rajut, tenun, anyam dan teknik khas lain.

Referensi

  1. Haryono, Timbul. (2002). Terminologi dan Perwujudan Seni Kriya Masa Lalu dan Masa Kini sebuah Pendekatan Historis-Arkeologi. Makalah. Yogyakarta: ISI Yogyakarta.
  2. Gustami, SP. (1992). Filosofi Seni Kriya Tradisional Indonesia dalam Seni: Jurnal Pengetahuan dan Penciptaan Seni. II/01-Januari. Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *