Pengertian Seni Peran

Seni Peran atau Seni Akting adalah Seni untuk berbuat seolah-olah menjadi seseorang atau sesuatu yang bukan dirinya sendiri, sehingga sejalan dengan lakon, naskah atau konsep yang ingin dibawakannya. Istilah “Peran” atau “Akting” berasal dari bahasa Inggris.

Dalam bahasa Inggris, istilah acting ini berasal dari kata “to act” yang berarti bertindak, berbuat, melakukan atau berbuat seolah-olah menjadi di luar dirinya. Dari kata “to act” tersebut lahirlah istilah actor untuk istilah pemeran pria dan actrees sebagai sebutan untuk pemeran wanita.

Tindakan berbuat seolah-olah menjadi di luar dirinya tersebut tentunya akan dilakukan berdasarkan tokoh yang dibutuhkan dalam lakon. Lakon atau naskah yang dibawakan juga akan memberikan kebutuhan Seni Peran yang berbeda. Selanjutnya, naskah juga akan menyesuaikan terhadap jenis Seni Teater yang dibawakan.

Intinya, terdapat berbagai gaya akting atau seni peran yang digunakan dalam berakting. Setiap gaya seni peran tersebut memiliki keunggulan masing-masing, terutama jika dikaitkan dengan jenis kebutuhan akting, seperti akting untuk teater atau film. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah pemaparan mengenai berbagai gaya seni peran.

Gaya Seni Peran

Seni peran dalam teater tradisional rakyat, menurut Sembung, (1992, hlm. 33) dapat dikatagorikan dalam tiga jenis, yaitu: seni peran  komikal, seni peran realistik, dan seni peran dengan gaya agung.

Gaya Komikal

Seni peran gaya komikal berarti gaya yang sarat dengan kelucuan yang harus dihadirkan. Biasanya gaya ini hadir ketika tokoh pelawak mulai muncul atau tampil dalam adegan comic relief (bagian komik).

Gaya Realistik

Merupakan gaya yang menekankan kenaturalan dan kemiripan dengan tokoh manusia yang sebenarnya. Seni peran  gaya realistik ditampilkan oleh pemeran lainnya dalam membawakan lakon bersumber kehidupan sehari-hari, misalnya tokoh sejarah atau hanya sekedar tokoh yang harus tampak alamiah.

Gaya Agung

Seni peran bergaya agung biasanya dilakukan pemeran untuk membawakan cerita atau lakon kolosal/kerajaan.  Lakon yang dibawakan pada teater tradisional rakyat sebagian besar tidak berdasar pada naskah tertulis. Sehingga pemeran tidak menghafalkan dialog dan harus melakukan improvisasi atau aksi spontan dengan gaya agung (meniru-nirukan gaya tokoh kerajaan).

Menyesuaikan Gaya Seni Peran

Dari teater tradisional, kita dapat mempelajari bahwa Seni Peran harus menggunakan gaya yang sesuai dengan kebutuhannya. Hal ini juga berlaku bagi Teater Modern bahkan Seni Film sekalipun. Film akan cenderung membutuhkan gaya yang realistik, natural atau alami.

Sementara itu Seni Teater Kontemporer akan bergerak tanpa batas melewati berbagai gaya Akting. Karena Teater hari ini banyak membawa berbagai referensi dari berbagai sudut pandang, tanpa membeda-bedakannya. Teater Kontemporer dapat bergaya tradisional, adiluhung dan merakyat secara bersamaan dalam satu Lakon.

Seni Peran dalam Teater Tradisional

Hal unik lainnya dari Seni Tradisional adalah bahwa seorang Aktris atau Aktor tidak hanya dituntut untuk dapat berakting atau berdialog saja. Mereka juga harus dapat menari, menyanyi, menabuh dan memahami konsep dasar iringan musik.

Contohnya adalah seorang Dalang dalam Pementasan Wayang Golek/Kulit selain harus dapat fasih bercerita, ia juga harus memiliki kemampuan untuk memainkan wayangnya sendiri. Wayang Orang akan banyak melibatkan tarian tradisional pula.

Persona dan Soft Skill Seni Peran

Seseorang yang berakting akan terlibat dengan banyak orang, karena Seni Teater atau Film melibatkan banyak orang untuk memproduksinya. Karenanya, seorang Aktor atau Aktris harus memiliki persona, etos kerja dan kemampuan komunikasi yang baik. Beberapa unsur penting yang harus diperhatikan ketika menjadi pelaku Seni Peran adalah sebagai berikut.

  1. Percaya Diri,
    Seorang Pemain Peran dituntut untuk sadar akan kelebihannya tanpa menjadi sombong dan mengenal kekurangannya sendiri tanpa rendah diri.
  2. Berwawasan dan mudah bergaul,
    Seorang Aktor atau Aktris harus peka terhadap berbagai isu-isu aktual agar dapat mengikuti berbagai naskah atau judul film yang akan dimainkan. Selain itu wawasan juga akan meningkatkan kemampuan komunikasi dalam bergaul dengan unsur lain dalam suatu Seni Teater atau film.
  3. Keberanian untuk Mencoba dan Gagal (Trial and Error),
    Dibutuhkan agar dapat mengikuti ekspektasi dari semua tim dan kru produksi. Terkadang karena komunikasi yang kurang baik, keinginan pihak lain seperti Sutradara tidak dapat tercapai dan membutuhkan banyak pengambilan ulang adegan atau latihan.
  4. Kerja Keras,
    Seni ini melibatkan banyak orang yang memiliki kepentingan dan waktu yang berbeda-beda dengan kita. Sehingga seorang pelaku Seni Peran harus mampu bekerja keras mengikuti jadwal latihan atau syuting yang cenderung akan selalu padat.
  5. Menghindari Kesalahan Pemilihan Tokoh atau miss casting,
    Seorang Aktor harus mengerti mengenai kebutuhan yang diperlukan dalam lakon atau naskah yang ia bawakan. Jangan sampai over acting untuk Lakon yang harus realistis, begitu juga sebaliknya, harus lebih ekspresif dan emosional dalam lakon yang memang membutuhkannya.

Unsur ekstrinsik persona seorang Aktor atau Aktris di atas terdengar terlalu umum dan dapat dengan mudah diketahui sebagai common sense. Namun memang kenyataannya hal-hal itu sangat dibutuhkan. Tidak sedikit Aktor atau Aktris yang hebat teknik perannya, tapi dihindari untuk casting oleh sutradara atau produser karena gagal memiliki poin-poin di atas.

Hal-hal itu adalah kemampuan dasar kehidupan yang sayangnya masih banyak diacuhkan dan jarang diasah dalam keadaan sadar yang terencana oleh orang-orang. Tanpa Pemeran dengan persona dan soft skill yang baik, suatu pertunjukan teater atau film dapat tersendat proses produksinya.

 

Unsur Seni Peran

Berbicara soal dasar, selain persona dan soft skill, seorang Pemain atau Pemeran juga harus mengetahui berbagai unsur-unsur pembentuk dari Seni Peran itu sendiri. Mengapa? agar kita mampu melakukan analisis terhadap apa yang kita lakukan sehingga mampu mengevaluasinya.

Misalnya, kita dapat menilai unsur apa yang kurang dari akting yang kita lakukan, apakah tubuh kita yang bergerak terlalu kaku? atau suara kita yang kurang lantang? apakah justru penunjang artistiknya yang menghalangi kita? dsb.

Unsur seni peran meliputi tubuh, suara, rasa, pikir, dan artistik penunjang seni peran lainnya yang akan dibahas di bawah ini.

Lakon/Naskah

Lakon adalah naskah cerita yang digunakan untuk melakoni cerita yang dilakukan oleh seorang Pemeran. Unsur ini tentunya sangat penting bagi Seni Teater, karena merupakan nafas atau nyawa untuk menjalin hubungan cerita melalui tokoh atau peran yang dibawakan seorang Pemeran.

Unsur Penokohan / Peran

Penokohan adalah pembagian karakteristik peran, untuk mendukung suatu Lakon. Contohnya penentuan tokoh protagonis yang merupakan tokoh utama, dan antagonis yang merupakan penghambat atau tokoh yang memiliki konflik dengan pelaku utama .

Penokohan dalam Seni Teater dapat dibagi menjadi beberapa kedudukan tokoh atau peran, antara lain: Protagonis, Antagonis, Deutragonis, Foil, Tetragoni, Confident, Raisonneur, dan Utility.

Unsur Tubuh

Tubuh seseorang dengan seperangkat anggota badan dan ekspresi wajah  merupakan unsur  penting yang perlu diperhatikan oleh seorang seniman teater. Perhatian yang dimaksud termasuk pengolahan atau pelatihan agar tubuhnya memiliki lentur, memiliki stamina yang kuat dan reflek yang cekatan untuk digunakan sebagai penunjang utama gerak dalam berakting.

Unsur Suara

Suara, atau vokal adalah salah satu unsur utama yang digunakan untuk menyampaikan pesan dan dialog dari Seni Teater. Selain itu beberapa jenis Drama Teater akan membutuhkan unsur ini untuk bernyanyi, hingga menirukan berbagai suara di luar manusia, seperti Hewan dan benda tertentu.

Unsur Penghayatan

Penghayatan atau penjiwaan berarti mengisi dan memanipulasi suasana perasaan hati,  ketika membawakan tokohnya di pentas. Menghayati tokoh yang diperankan sangatlah penting, karena akan memberikan dampak yang besar pada kualitas performans dari seorang Aktor/Aktris.

Unsur Ruang

Ruang dalam Seni ini merupakan ruang imajiner yang diciptakan Pemeran untuk mengolah posisi tubuh dan jarak rentangan tangan dengan anggota badannya. Terdapat beberapa variasi ruang, yaitu:  lebar (gerak besar), sedang (gerak wajar), kecil (gerak menciut). Contohnya, melalui gerak besar, pemeran akan memberikan suasana; sombong/angkuh, menguasai, agung, perbedaan status, dan kebahagiaan atau justru tampak marah.

Unsur Kostum

Kostum adalah perlengkapan yang dikenakan, menempel atau melekat pada seniman peran untuk memperindah tubuh pemain pada wujud lahiriah dalam aksi seni peran  di atas pentas. Kostum meliputi unsur rias, busana, dan asesoris. Selain untuk tujuan estetis, kostum juga berfungsi sebagai penguat atau memperjelas watak tokoh, baik secara fisik, psikis, moral atau sosial.

Unsur  Properti

Properti yang dimaksud dalam Seni Peran adalah  semua peralatan yang akan berinteraksi atau digunakan oleh Pemain, baik yang dikenakan maupun yang tidak dikenakan ditubuh. Biasanya properti dapat dikenakan oleh tangan (handprop) dan berfungsi untuk penguat watak atau karakter seorang pemain, seperti: tas, topi, tongkat, kipas, busur, golok, dll.

Unsur Musikal

Unsur musikal adalah unsur  pembangun suasana laku seni peran di atas pentas, meliputi; irama suasana hati, hingga ke irama vokal dari suatu lagu atau nyanyian yang dibutuhkan untuk membawakan lakon.

Teknik Dasar Seni Peran

Selain memahami unsur-unsur seni peran, pengetahuan serta latihan teknik dasar dari seni peran itu sendiri amatlah penting. Teknik dasar peran adalah metode dan strategi dasar dalam melakukan atau memainkan Peran. Selain teknik, teknik dasar seni peran juga melibatkan berbagai latihan untuk mempersiapkan tubuh seorang Pemain. Teknik dasar Seni Peran meliputi beberapa poin di bawah ini.

  1. Olah Tubuh
    Yakni atihan dasar untuk menjaga stamina dan kelenturan tubuh.
  2. Olah Suara/Vokal
    Latihan untuk menjaga dan meningkatkan kemampuan vokal.
  3. Olah Rasa
    Latihan untuk meningkatkan kemampuan penghayatan dan imajinasi.
  4. Ruang
    Merupakan kemampuan untuk mengetahui kebutuhan suatu ruang pergerakan dari fragmen atau adegan. Misalnya agar tidak melakukan blocking, yaitu menunjukan punggung pada penonton, sehingga mereka tidak dapat melihat ekspresi dan gerakan tubuh Pemain dengan baik.

Referensi

  1. Sembung Willy F (1992). Topeng Banjet Karawang Dewasa ini Sebuah Tinjauan Deskriptif. Bandung: Laporan Penelitian STSI.
  2. Rendra. (2013). Seni Drama untuk Remaja. Bandung: Pustaka Jaya.
  3. Arayana S.B. (2005). Teknik Seni peran . Bandung: Diktat Bahan Pembelajaran Program Teater ISBI.

Gabung ke Percakapan

5tare

  1. Terima kasih atas penyajiannya, sehingga memudahkan memperoleh materi mata pelajaran seni budaya

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *