Secara umum, teori belajar sosial mengemukakan bahwa belajar dalam situasi sosial kehidupan sehari-hari akan memberikan penguatan (reinforcement) yang baik. Penguatan tersebut hadir karena individu yang belajar mampu mengamati berbagai macam model, seperti model-model di dalam keluarga sendiri, teman-teman sejawat, televisi (selebriti), dsb. Semua situasi sosial (pergaulan) tersebut berpengaruh penting terhadap belajar.

Menurut teori belajar sosial, belajar di dalam masyarakat yang berorientasi pada media akan memperluas cakrawala dan jangkauan belajar di dalam kelas secara lembut dan tidak memaksa. Hal itu karena situasi sosial sehari-hari tersebut tidak seperti sekolah atau institusi belajar lain yang lingkungannya memang dirancang untuk belajar. Sehingga tidak ada rasa paksaan “harus belajar” namun memberikan tetap memberikan penguatan belajar.

Teori Belajar Sosial Bandura

Teori pembelajaran sosial merupakan perluasan dan pengembangan dari teori belajar behavioristik. Teori pembelajaran  sosial ini dikembangkan oleh Albert Bandura (1986). Teori ini menerima sebagian besar dari prinsip-prinsip teori-teori belajar behavioristik, tetapi memberi lebih banyak penekanan pada efek-efek dari isyarat-isyarat pada perilaku, dan pada proses-proses mental internal.

Salah satu asumsi paling awal mendasari teori belajar sosial Bandura adalah bahwa manusia cukup  fleksibel dan sanggup mempelajari bagaimana kecakapan bersikap maupun berperilaku. Titik pembelajaran dari semua ini adalah pengalaman-pengalaman tak terduga (vicarious experiences). Meskipun manusia dapat dan sudah banyak belajar dari pengalaman langsung, namun lebih banyak yang mereka pelajar dari aktivitas mengamati perilaku orang lain (Feist dalam Lesilolo, 2019, hlm. 190).

Selengkapnya, asumsi awal dari sudut pandang teoritis Bandura dalam teori belajar sosial adalah sebagai berikut.

  1. Pembelajaran pada hakikatnya berlangsung  melalui proses  peniruan (imitation) atau  pemodelan  (modeling).
  2. Dalam imitation atau modeling individu dipahami  sebagai  pihak  yang  memainkan  peran  aktif  dalam menentukan perilaku mana  yang hendak  ia tiru dan  juga  frekuensi serta intensitas peniruan  yang  hendak  ia
  3. Imitation atau modeling adalah jenis pembelajaran perilaku  tertentu  yang  dilakukan  tanpa  harus  melalui  pengalaman langsung.
  4. Dalam Imitation atau modeling terjadi penguatan tidak langsung pada perilaku tertentu  yang  sama efektifnya dengan penguatan langsung untuk memfasilitasi dan menghasilkan peniruan. Individu dalam penguatan tidak langsung perlu menyumbangkan komponen kognitif tertentu (seperti kemampuan mengingat dan  mengulang) pada pelaksanaan proses peniruan.
  5. Mediasi internal sangat penting dalam pembelajaran, karena saat terjadi adanya masukan indrawi yang menjadi dasar pembelajaran dan perilaku dihasilkan, terdapat operasi internal yang mempengaruhi hasil akhirnya (Salkind dalam Lesilolo, 2019, hlm. 191).

Bandura yakin bahwa tindakan mengamati memberikan ruang bagi manusia untuk  belajar tanpa  berbuat  apa pun. Manusia belajar dengan mengamati  perilaku orang lain. Jika individu dapat belajar dengan mengamati, maka mereka pasti memfokuskan perhatiannya,  mengonstruksikan gambaran, mengingat, menganalisis,  dan membuat keputusan-keputusan yang mempengaruhi pelajaran.

Pengertian Teori Belajar Sosial

Melalui berbagai uraian mengenai teori belajar sosial di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian teori belajar sosial adalah pembelajaran yang tercipta ketika seseorang mengamati dan meniru perilaku orang lain melalui peniruan (imitation) atau pemodelan (modeling). Dengan kata lain, informasi yang didapatkan dari cara memperhatikan kejadian-kejadian yang ada di lingkungan sekitar atau lingkungan sosial.

Dalam hal ini, seseorang mampu belajar mengubah perilakunya sendiri melalui cara orang atau sekelompok orang dalam merespon sebuah stimulus tertentu. Seseorang juga dapat mempelajari respon-respon baru dengan cara pengamatan terhadap perilaku seperti dari orang lain. Bandura (dikutip dari Hergenhahn dan Olson, 2015, hlm. 356) menganggap belajar observasi sebagai proses kognitif yang melibatkan sejumlah atribut pemikiran manusia seperti, bahasa, moralitas, pemikiran dan regulasi diri perilaku.

Pembelajaran Observasional

Teori belajar sosial, atau dikenal juga dengan teori pembelajaran observasional. Bandura (1963) mengemukakan bahwa individu belajar banyak tentang perilaku melalui peniruan (modeling) bahkan tanpa adanya penguat (reinforcement) yang diterimanya dan proses belajar semacam ini disebut observational learning atau pembelajaran melalui pengamatan.

Davidoff (dalam Purwanto, 2016, hlm. 28) juga menyebutkan bahwa modeling disebut juga observation learning, imitation atau social learning. Jadi pembelajaran observasional merupakan komponen utama dari pembelajaran sosial Bandura, oleh karena itu teori belajar observasional berkaitan erat dengan teori belajar sosial.

Menurut Bandura, faktor-faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pembelajaran observasional adalah sebagai berikut.

  1. Perhatian (attention), mencakup peristiwa peniruan (adanya kejelasan, keterlibatan perasaan, tingkat kerumitan, kelaziman, nilai fungsi) dan karakteristik pengamat (kemapuan indra, minat, persepsi, penguatan sebelumnya)
  2. Penyimpanan atau proses mengingat (Retention) mencakup kode pengkodean simbolik, pengorganisasian pikiran, pengulangan simbol, dan pengulangan motorik.
  3. Reproduksi motorik (reproduction), mencakup kemampuan meniru, keakuratan umpan balik.
  4. Motivasi, mencakup dorongan dari luar dengan penghargaan terhadap diri sendiri (motivation). Belajar melalui observasi biasanya didapatkan dari peniruan (modelling).
  5. Tingkat tertinggi belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara mengorganisasikan sejak awal dan mengulangi perilaku secara simbolik kemudian baru melakukannya. Proses mengingat akan lebih baik dengan cara mengodekan perilaku yang ditiru dalam kata-kata, tanda, atau gambar.
  6. Individu lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
  7. Individu akan menyukai yang ditiru jika model atau panutan tersebut disukai dan dihargai serta perilakunya mempunyai nilai yang bermanfaat.

Proses Teori Pembelajaran Sosial

Bagaimana proses pembelajaran sosial dapat terjadi? Kerangka utama dari proses teori belajar sosial ini adalah observational learning (pembelajaran observasi). Bandura (1986 dalam Hergenhahn dan Olson, 2015, hlm. 363-366) mengemukakan bahwa observational learning mencakup empat proses, yaitu memperhatikan, menyimpan informasi, menghasilkan perilaku dan termotivasi untuk mengulangi perilaku tertentu. (Hergenhahn dan Olson, 2015: 363-366).

1. Fase Perhatian / Attentional

Fase perhatian merupakan proses memerhatikan, seseorang bisa meniru perilaku seseorang ketika seseorang sudah memperhatikan perilaku itu terlebih dahulu. Jadi seorang anak bisa meniru perilaku orang tua ketika anak tersebut sudah memperhatikan perilaku orangtuanya terlebih dahulu. Proses peniruan dapat terjadi sempurna ketika anak sebagai pengamat memperhatikan pola-pola yang ada dengan seksama. Untuk itu syarat utama untuk meniru suatu perilaku adalah perilaku itu harus menarik perhatian.

Ketika anak mengobservasi banyak perilaku orang tua tapi tidak semua perilaku orang tua layak diperhatikan anak. Misalnya ketika orang tua sedang memberikan penjelasan kepada anaknya mengenai berita di koran “bagaimana anak ABK yang dengan keterbatasannya bisa mempunyai prestasi yang tinggi dan mendapatkan penghargaan dari pemerintah”, ketika anaknya tidak memperhatikan apa bisa mengerti ? untuk itu ketika ingin meniru sesuatu perhatian sangat penting.

2. Fase Pengingat / Retensional

Fase pengingat merupakan proses ingatan mengenai seberapa baik perilaku ini diingat. Seorang anak mungkin mengetahui sebuah perilaku, tetapi tidak bisa serta-merta menirunya. Ada kalanya seorang anak itu lupa. Kelupaan inilah bisa mencegah proses meniru. Maka dari itu penting untuk mengingat perilaku sebelum mencoba menirunya. Mengapa penting? Karena tidak semua proses social learning langsung ditiru saat itu juga. Ada juga proses meniru yang tertunda, dan baru akan terjadi beberapa saat setelahnya.

Proses peniruan tidak akan berhasil ketika seseorang tidak ingat perilakunya. Misalnya ketika anak tidak memperhatikan orang tua yang sedang memberikan penjelasan kepada anaknya mengenai berita di koran “bagaimana anak ABK yang dengan keterbatasannya bisa mempunyai prestasi yang tinggi dan mendapatkan penghargaan dari pemerintah”, maka anak tersebut tidak akan bisa mengingat perilaku orang tua nya yang sedang memberikan penjelasan mengenai perilaku yang dilakukan oleh ABK di koran tersebut, hal tersebut menjadikan proses peniruan tidak akan berhasil.

3. Fase pembentukan perilaku / Production

Fase pembentukan perilaku adalah proses pembentukan perilaku, ketika sudah memperhatikan, sudah mengingat, tentu waktunya praktek. Seseorang akan mencoba melakukan apa yang sudah dilihat dan disimpan dalam memorinya. Beberapa pengulangan bisa langsung berhasil dalam sekali percobaan, ada juga yang membutuhkan usaha. Seorang anak tidak langsung mempraktikkan dan berhasil hanya karena mendengarkan dan melihat berkali-kali seorang anak ABK yang berprestasi tinggi. Perlu adanya pengulangan meniru bagaimana proses anak ABK tersebut bisa mempunyai prestasi tinggi dengan keterbatasan yang ia punya, hal ini agar hasilnya sesuai dengan yang ada di ingatan.

Termasuk dalam proses pengulangan yaitu pertimbangan seseorang sebelum seseorang itu meniru perilakunya. Ketika seseorang memiliki keterbatasan fisik yang sama namun kemampuan kognitif seseorang itu berbeda sehingga ketika tidak bisa meniru perilakunya. Disini proses pengulangan sudah terjadi. Ketika seseorang berpikir ini menunjukkan seseorang tersebut melakukan proses pengulangan. Tetapi ini hanya sebatas pikiran. Di sini seseorang akan mempertimbangkan apakah bisa meniru atau tidak. Ketika ternyata bisa menirukan maka seseorang bisa melanjutkan proses ini. Namun ketika tidak bisa menirukan maka seseorang tidak bisa melanjutkan proses ini.

4. Fase motivasi / Motivation

merupakan proses pendorongan untuk mencapai tujuan. Ketika seseorang sudah memperhatikan perilaku, seseorang akan mengingat langkah-langkahnya. Sebuah perilaku tidak bisa ditiru, apabila seseorang tidak ingin melakukannya. Dalam hal ini, perlu adanya motivasi. Seseorang cenderung akan melakukan peniruan ketika ada sesuatu yang mendorong atau memotivasinya. Peniruan akan terjadi apabila memberi manfaat bagi seseorang tersebut, merasakan hal positif setelah seseorang itu meniru.

Referensi

  1. Feist, J. (2008). Theories of personality. Edisi keenam. New York: Mcgraw Hill Companies, Inc.
  2. Hergenhahn & Olson. (2015). Theories of Learning. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
  3. Lesilolo, Herly. (2019). Penerapan teori belajar sosial albert bandura dalam proses belajar mengajar di sekolah. Kenosis. 4. 186-202. 10.37196/kenosis.v4i2.67.
  4. Purwanto. (2016). Evaluasi hasil belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  5. Salkind J. Neil. (2004). An introduction to theories of human development. London: Sage Publications.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *