Tripusat pendidikan adalah konsep pendidikan dari Ki Hajar Dewantara yang menyatakan bahwa tiga fokus pendidikan adalah tiga lingkungan pendidikan yang meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat secara sinergis memiliki peran dan tanggung jawab dalam mengembangkan pendidikan untuk anak.

Sederhananya, tripusat pendidikan adalah tiga pusat lingkungan yang bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan yaitu dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Hal tersebut karena dalam kegiatan pembelajaran tidak cukup hanya usaha dari tenaga pendidik saja, tetapi lingkungan sekitar juga mendukung keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran. Perlu terjadi kerja sama antara ketiga lingkungan tersebut dalam mencapai tujuan pendidikan.

Menurut Ki Hajar Dewantara (dalam Ahmadi, 2014, hlm. 171) misi pendidikan tidak bisa diraih hanya dengan satu jalan, semua lingkungan pendidikan wajib bekerjasama dalam membangun pendidikan. Berikut adalah peran dari masing-masing lingkungan.

  1. Lingkungan keluarga tetap menjadi lingkungan pendidikan paling utama dalam membangun pendidikan etika, agama, serta perilaku sosial.
  2. Sementara itu, lingkungan sekoalah menjadi lembaga wiyata yang menyampaikan ilmu pengetahuan serta pendidikan keahlian.
  3. Selanjutnya, lingkungan masyarakat menjadi lokasi anak belajar membangun karakter serta kepribadiannya. (Dewantara dalam Ahmadi, 2014, hlm. 171).

Selain itu, Ki Hajar Dewantara juga memiliki beberapa catatan penting mengenai Tripusat Pendidikan. Beberapa catatan yang dapat dikatakan aspek yang harus diperhatikan dalam terlaksananya Tripusat Pendidikan adalah sebagai berikut.

  1. Keinsyafan Ki Hajar Dewantara bahwa tujuan Pendidikan tidak mungkin tercapai hanya melalui satu jalur
  2. Ketiga pusat pendidikan tersebut harus berhubungan akrab serta harmonis.
  3. Alam keluarga tetap merupakan pusat pendidikan yang terpenting dan memberikan pendidikan budi pekerti, agama, dan laku sosial.
  4. Perguruan sebagai balai wiyata yang memberikan ilmu pengetahuan dan pendidikan ketampilan.
  5. Alam pemuda (yang sekarang diperluas menjadi lingkungan/alam kemasyarakatan) sebagai tempat sang anak berlatih membentuk watak atau karakter dan kepribadiannya.
  6. Dasar pemikiran Ki Hajar Dewantara ialah usaha untuk menghidupkan, menambah da memberikan perasaan kesosialan sang anak (Ahmadi, 2014, hlm. 171).

Lingkungan Keluarga

Menurut Dewantara, secara etimologi keluarga adalah rangkaian perkataan “Kawula” dan “warga”. Kawula tidak lain artinya dari pada ”Abdi” yakni “hamba”, sedangkan warga berarti “anggota”. Artinya, keluarga (kawula warga) adalah abdi di dalam keluarga wajiblah seseorang menyerahkan segala kepentingannya kepada keluarganya. Sebaliknya, sebagai warga atau anggota ia berhak sepenuhnya pula untuk ikut mengurus segala kepentingan di dalam keluarganya.

Secara yuridis (UU Perlindungan Anak 2002) keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami suami atau suami istri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya, atau keluarga secara garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga.

Secara luas pengertian keluarga adalah kekerabatan yang dibentuk atas dasar perkawinan dan hubungan darah. Kekerabatan yang berasal dari satu keturunan atau hubungan darah merupakan penelusuran leluhur seseorang, baik melalui garis ayah, ibu, ataupun keduanya. Hubungan kekerabatan seperti ini dikenal dalam satu keturunan yang terdiri atas kakek, nenek, ipar, paman, anak, cucu, dsb.

Konsep Pendidikan Keluarga

Lingkungan Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama karena keluarga inilah anak pertama-tama mendapatkan didikan dan bimbingan. Dalam keluarga pendidikan berlangsung dengan sendirinya dengan tatanan yang berlaku di dalamnya, tanpa harus diumumkan dan dituliskan terlebih dahulu serta kehidupan keluarga selalu mempengaruhi perkembangan budi pekerti/ akhlak setiap manusia.

Pendidikan keluarga diletakkan dasar-dasar pengalaman melalui rasa kasih sayang dan penuh kecintaan, kebutuhan, kewibawaan dan nilai-nilai kepatuhan. Justru karena hubungan demikian itu berlangsung hubungan yang bersifat pribadi dan wajar, maka penghayatan terhadapnya mempunyai arti sangat penting.

Selain itu, pendidikan di dalam lingkungan keluarga muncul disebabkan manusia memiliki naluri asli untuk memperoleh keturunan demi mempertahankan eksistensinya. Oleh karenanya manusia selalu mendidik keturunannya dengan sebaik-baiknya menyangkut aspek jasmani dan rohani.

Setiap manusia memiliki kecakapan dan keinginan untuk mendidik anak anaknya, sehingga hakikat keluarga itu adalah semata-mata pusat pendidikan, meskipun terkadang berlangsung secara amat sederhana dan tanpa disadari, tetapi jelas bahwa keluarga memiliki andil yang terlibat dalam pendidikan anak.

Melalui pendidikan keluarga, anak diharapkan memiliki pribadi yang mantap, akhlak yang baik dan mandiri untuk menjalani kehidupannya. Sehingga dalam hal ini pendidikan keluarga dapat dikatakan sebagai wadah persiapan anak untuk kehidupan bermasyarakat (Rahman, 2011, hlm. 199-200).

Fungsi dan Peranan Pendidikan Keluarga

Di dalam keluarga merupakan tempat meletakkan dasar- dasar kepribadian anak yang masih usia muda, karena pada usia ini biasanya anak sangat peka terhadap pengaruh lingkungan keluarga dan masyarakat. Maka orang tua yang terdiri dari ayah dan ibu atau orang yang diserahi tanggung jawab memegang peranan penting terhadap pendidikan anak.

Oleh karena itu orang tualah yang menjadi pendidik pertama dan utama bagi anak-anak karena memang merekalah yang mula-mula dikenal oleh anak sejak lahir. Pelaksanaan fungsi keluarga sebagai lingkungan pendidikan ini merupakan realisasi dari salah satu tanggung jawab yang harus dipikul orang tua.

Keluarga sebagai kesatuan hidup bersama yang pertama dikenal oleh anak, karena itu disebut Primary Community,  maka pendidikan keluarga berfungsi untuk:

  1. pengalaman pertama masa kanak-kanak,
  2. menjamin kehidupan emosional anak
  3. menanamkan dasar pendidikan moral/akhlak
  4. memberikan dasar pendidikan sosial
  5. peletakan dasar-dasar keagamaan (Purwanto, 2006, hlm. 91-92).

Selain itu pendidikan lingkungan keluarga akan memberikan dua kontribusi penting terhadap perkembangan anak yaitu:

  1. penanaman nilai dalam pengertian pandangan hidup yang nantinya akan mewarnai perkembangan jasmani dan akalnya,
  2. penanaman sikap yang kelak menjadi dasar bagi kemampuannya menghargai orang tua, guru, pembimbing serta orang yang telah membekalinya dengan pengetahuan.

Apabila kedua unsur  di atas ditransfer dengan baik, maka hal tersebut akan menjadi dasar anak untuk bisa melanjutkan ke pendidikan sekolah dengan baik. Hal tersebut karena di dalam dirinya telah tertanam rasa hormat dan penghargaan kepada guru dan ilmu pengetahuan.

Lingkungan Sekolah

Lingkungan sekolah merupakan pusat pendidikan yang memberikan pendidikan dalam mengembangkan kemampuan intelektual anak dan ilmu pengetahuan. Sekolah adalah lembaga pendidikan yang melaksanakan pembinaan pendidikan dan pengajaran dengan sengaja, teratur dan terencana.

Pelaksanaan pendidikan di sekolah dilakukan oleh seorang guru. Guru melaksanakan tugas pembinaan, pendidikan, dan menjadi fasilitator untuk belajar. Guru adalah profesi yang dibekali dengan pengetahuan mengenai peserta didik, pendidikan, dan memiliki keterampilan serta kemampuan melaksanakan tugas kependidikan.

Konsep Pendidikan Sekolah

Sekolah menjadi lembaga formal yang terencana untuk mendidik peserta didik di bawah pengawasan guru. Terdapat beberapa jenjang dalam pendidikan di Indonesia yang berbentuk dari pendidikan SD ataupun MI, kemudian SMP ataupun MTs, selanjutnya SMA ataupun MA serta dilanjutkan pada perguruan tinggi seperti universitas, institut, sekolah tinggi, atau lembaga perguruan tinggi lainnya.

Lingkungan sekolah memberikan corak yang beragam terhadap output pendidikan yang diberikan. Hal ini karena setiap lembaga sekolah memiliki corak yang beragam. Mulai dari sekolah umum, sekolah kejuruan yang berfokus pada pelatihan keterampilan bekerja, maupun sekolah yang bercorak keagamaan dengan istilah madrasah yang maksud adalah agama Islam.

Meskipun begitu, secara umum pendidikan sekolah juga menjadi proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang untuk mendewasakan manusia dengan pengajaran yang dilakukan pada suatu lembaga pendidikan dan berperan untuk pembelajaran serta pengajaran. Pembangunan soft skill dan afeksi (sisi kepribadian) juga tetap menjadi tanggung jawab dari pendidikan sekolah.

Fungsi dan Peran Pendidikan Sekolah

Lingkungan pendidikan setelah keluarga adalah sekolah, yang mempunyai fungsi serta peran pendidikan yang begitu pokok. Adapun fungsi pendidikan sekolah sebagai lembaga pendidikan formal yaitu: mempersiapkan anak sebagai anggota masyarakat yang mempunyai pengetahuan, keahlian, serta keterampilan yang bisa dijadikan bekal kehidupan, menolong anak dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah, dan mampu menempatkan landasan hubungan sosial yang rukun serta berperikemanusiaan pada dirinya dalam kehidupan bermasyarakat (Zuhairini dkk, 2019, hlm. 179).

Selanjutnya menurut Wahyudi (dalam Ahmadi, 2014, hlm. 195-198) fungsi pendidikan sekolah adalah sebagai berikut.

  1. Fungsi Transmisi Kebudayaan, dibagi menjadi dua kategori yaitu: transmisi pengetahuan keterampilan dan pengetahuan , penyebaran sikap, nilai, serta peranan sosial.
  2. Fungsi menentukan serta mendidik peran sosial.
  3. Fungsi penyatuan sosial, fungsi perubahan sosial.
  4. Fungsi mengembangkan karakter anak.

Lingkungan Masyarakat

Masyarakat merupakan sekumpulan orang yang bertempat tinggal di suatu daerah, diikat oleh pengalaman-pengalaman yang sama, yang memiliki persamaan dan memiliki kesadaran akan persatuan dan kesatuan serta bertindak bersama memenuhi krisis kehidupannya. Dapat dikatakan bahwa masyarakat adalah wadah dan wahana pendidikan, lingkup kehidupan manusia yang bermacam-macam, dan manusia berada dalam berbagai macam permasalahan antar hubungan dan antar aksi dalam masyarakat.

Konsep Pendidikan Masyarakat

Pendidikan masyarakat terkait dengan pengasuhan keluarga maupun sekolah, di mana pengaruh pendidikan lingkungan masyarakat sangat penting dalam menuju kecerdasan intelektual, budi pekerti, ilmu agama dan ilmu sosial. Sehingga perlulah lingkungan masyarakat diakui sebagai pusat pendidikan anak.

Pendidikan di lingkungan masyarakat berlangsung di mana pun dan kapan pun. Artinya proses pembelajaran berlangsung tanpa memandang tempat dan waktu, selama manusia masih hidup proses pembelajaran di lingkungan masyarakat akan tetap berlangsung. Oleh karena itu, pendidikan di lingkungan masyarakat akan memperoleh beragam informasi terlepas dari informasi baik ataupun buruk.

Namun demikian manusia dibekali dengan berbagai beberapa indra berupa pendengaran, penglihatan, dan hati untuk menerima informasi dari luar individu itu sendiri. Manusia lahir melalui proses pengalaman belajar dari lingkungan termasuk juga lingkungan masyarakat. Dengan indra yang dimiliki manusia dan pengalaman belajar dari keluarga dan sekolah anak diharapkan bisa memisahkan mana yang positif serta mana yang negatif bagi dirinya sendiri dan orang lain (Sukarman, 2017, hlm. 19).

Fungsi dan Peranan Pendidikan Masyarakat

Sebagai salah satu bagian dari Tridarma Pendidikan, masyarakat memiliki fungsi dan peran tergantung pada perkembangan diri setiap individu masyarakat dan sumber-sumber belajar yang tersedia. Keterkaitan masyarakat serta pendidikan bisa dilihat dalam tiga sisi, antara lain:

  1. Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, baik yang dilembagakan (jalur sekolah dan jalur luar sekolah) maupun yang tidak dilembagakan (jalur luar sekolah).
  2. Lembaga-lembaga kemasyarakatan dan atau kelompok sosial di masyarakat, baik langsung maupun tak langsung, ikut mempunyai peran dan fungsi edukatif.
  3. Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar, baik yang dirancang (by design) maupun yang dimanfaatkan (utility) (Sadullah, 2015, hlm. 89).

Contoh nyata dari pendidikan yang masyarakat bersifat non formal yaitu yang sengaja diselenggarakan oleh badan atau lembaga dalam masyarakat dan berfungsi mendidik, meliputi organisasi pemuda, karang taruna, kursus-kursus, dsb.

Referensi

  1. Ahmadi, Rulam. (2014). Pengantar Pendidikan Asas dan Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Rum Media.
  2. Purwanto, Ngalim. (2006). Ilmu pendidikan: teoritis dan praktis. Bandung: Rosdakarya.
  3. Rahman, Arif. (2011). Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Laksbang Mediatama.
  4. Sadullah, Uyoh. (2015). Pedagogik (Ilmu Mendidik). Bandung: Alfabet.
  5. Sukarman. (2017). Reaktualisasi konsep tri pusat pendidikan ki hajar dewantara dalam perspektif pendidikan islam bagi generasi milenial. Universitas Wahid Hasyim, Volume 5 Nomor 1.
  6. Zuhairini, dkk. (2019). Filsafat Pendidikan Islam, cetakan 9. Jakarta: Bumi Aksara.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *