Daftar Isi ⇅
show
Tujuan hukum adalah menghendaki adanya keseimbangan kepentingan, keadilan, ketertiban, ketenteraman dan kebahagiaan lahir dan batin bagi setiap manusia (Sulaiman, 2019, hlm. 35). Hal tersebut dilandasi oleh kenyataan bahwa untuk memenuhi kepentingan manusia, maka manusia dalam pergaulan di masyarakat mengadakan hubungan-hubungan yang tak terhitung banyaknya, dan tak jarang dalam hubungan-hubungan tersebut terjadi pergesekan antar kepentingan yang satu dengan yang lain.
Agar dalam hubungan-hubungan itu tidak terjadi kekacauan, perlulah diadakan aturan-aturan sehingga terdapat keseimbangan dalam hubungan-hubungan tersebut. Akan tetapi dalam kenyataannya menunjukkan bahwa usaha untuk memenuhi kepentingan-kepentingan manusia sering kali terjadi benturan-benturan, karena tidak ditaatinya aturan-aturan hukum yang berlaku.
Oleh karena itu hukum bukan saja bersifat mengatur akan tetapi juga bersifat memaksa anggota-anggota masyarakat untuk mematuhi, menaati peraturan-peraturan hukum sehingga terjamin adanya ketenteraman, kedamaian di antara manusia dalam masyarakat. Peraturan-peraturan hukum itu disusun agar dapat berfungsi dengan baik, maka peraturan hukum tersebut haruslah sesuai dengan asas-asas keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Sebetulnya tidaklah mudah untuk menjawab pertanyaan apa sebenarnya tujuan dari hukum. Namun kita dapat menelusuri berbagai pendapat para ahli dan teori-teori mengenai tujuan hukum ini untuk mendapatkan gambaran lengkap mengenai tujuan itu sendiri. Berikut adalah beberapa pemaparan tujuan hukum menurut pendapat para ahli dan berbagai teori yang menyokongnya.
1. Mertokusumo
Menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H., dalam fungsinya sebagai perlindungan kepentingan manusia, hukum mempunyai tujuan. Bahkan, hukum mempunyai sasaran atau tujuan yang tidak mampu dicapai. Secara umum, tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan dengan tercapainya ketertiban di dalam masyarakat diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi (Mertokusumo, dalam Sulaiman, 2019, hlm. 35).
2. Aristoteles
Hukum mempunyai tujuan yang suci, yaitu memberi kepada setiap orang yang berhak menerimanya (dalam Yuhelson, 2017, hlm. 10). Tujuan hukum menurut Aristoteles ini berdasarkan pada pemikirannya mengenai Etika dan di dalamnya, hukum hanya bertugas untuk membuat adanya keadilan saja.
3. Van Apeldoorn
Prof. Dr. L.J. van Apeldoorn mengemukakan bahwa tujuan hukum ialah mengatur pergaulan hidup secara damai. Hukum menghendaki perdamaian (Van Apeldoorn, dalam Sulaiman, 2019, hlm. 36). Perdamaian antaramanusia di pertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan manusia yang tertentu, kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta benda, dan sebagainya terhadap yang merugikannya.
Kepentingan dari perseorangan dan kepentingan golongan-golongan manusia selalu bertentangan satu sama lain. Pertentangan kepentingan ini selalu akan menjadi pertikaian, bahkan peperangan antara semua orang melawan semua orang, jika hukum tidak bertindak, sebagai perantara untuk mempertahankan perdamaian. Dan hukum mempertahankan perdamaian dengan menimbang kepentingan yang bertentangan secara teliti dan mengadakan keseimbangan di antaranya.
4. Dirdjosisworo
Menurut Soejono Dirdjosisworo (dalam Yuhelson, 2017, hlm. 11) tujuan hukum adalah melindungi individu dalam hubungannya dengan masyarakat, sehingga dengan demikian dapat diharapkan terwujudnya keadaan aman, tertib, dan adil.
5. Hazairin
Prof. Dr. Hazairin, S.H. (dalam Sulaiman, 2019, hlm. 36) mengemukakan bahwa dari uraian tentang apa hukum itu dapat ditarik pengertian tentang tujuan hukum, yang di antaranya adalah sebagai berikut.
- Mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang mempunyai perseimbangan yang bertimbal balik atas dasar kewenangan yang terbuka bagi setiap orang.
- Mengatur syarat-syarat yang diperlukan bagi setiap kewenangan itu.
- Mengatur larangan-larangan guna mencegah perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan syarat-syarat kewenangan atau bertenangan dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang timbul dari kewenangan itu.
6. Pound
Hukum bertujuan untuk merekayasa masyarakat yang artinya hukum adalah alat perubahan sosial yang pada intinya sebagai sarana atau alat untuk mengubah masyarakat ke arah yang lebih baik, baik secara pribadi maupun dalam kehidupan sosialnya dalam bermasyarakat (Roscoe Pound, dalam Yuhelson, 2017, hlm. 11).
7. Sanusi
Apabila membicarakan tujuan hukum, maka menurut Prof. Dr. Achmad Sanusi, S.H (dalam Sulaiman, 2019, hlm. 35) hendaknya dapat dihindarkan terlebih dahulu berbagai dugaan-dugaan yang keliru mengenai hukum sendiri. Hal tersebut karena sebenarnya “hukum” tidak mempunyai tujuannya sendiri. Adalah pada hakikatnya manusia yang mempunyai tujuan dalam pencapaian karena hukum itu merupakan tujuan manusia.
Oleh karena itu, hukum sebagai alat/atau salah satu alat untuk mencapai tujuan mencapai dalam hidup bermasyarakat yang beraneka ragam. Oleh karena manusia dengan hukumnya itu tidak dapat dipisah-pisahkan, maka dapat dipakai di sini istilah “tujuan hukum” yang sebenarnya selaku alat manusia seakan-akan bergerak sendiri, seakan-akan mempunya tujuan sendiri berdasarkan keanekaragaman problematika yang terjadi pula (Sanusi, dalam Sulaiman, 2019, hlm. 35).
8. Suharjo
Menurut Suharjo (dalam Yuhelson, 2017, hlm. 11) tujuan hukum adalah untuk mengayomi manusia baik scara aktif maupun secara pasif. Secara aktif berarti sebagai upaya untuk menciptakan suatu kondisi kemasyarakatan yang berlangsung secara wajar. Secara pasif berarti mampu menjaga ketertiban tanpa harus dilakukan suatu upaya apalagi tindakan untuk menjaga dan menegakkan hukum.
9. Utrecht
Menurut Utrecht (dalam Sulaiman, 2019, hlm. 37) tugas hokum yang dapat menjadi tujuan hukum pula adalah menjamin kepastian dalam hubungan-hubungan yang kedapatan, dalam pergaulan masyarakat. Kepastian ini kepastian yang dicapai oleh karena hukum. Dalam tugas itu otomatis tersimpul dua tugas lain, yang kadang-kadang tidak dapat disetarakan, yaitu hukum yang harus menjamin keadilan maupun hukum harus berguna. Akibatnya, kadang-kadang yang adil terpaksa dikorbankan.
Di samping kedua tugas itu ada tugas ketiga, yakni hukum bertugas politionil (politionele taak van hot recht). hukum menjaga supaya dalam masyarakat tidak terjadi “eiganrichting“. (mengadili sendiri). Tiap perkara (hukum) harus diselesaikan dengan perantaraan hakim, yakni berdasarkan hukum.
10. Bellefroid
Menurut Bellefroid (dalam Yuhelson, 2017, hlm. 11) tujuan hukum adalah untuk menambah kesejahteraan umum atau kepentingan umum yaitu kesejahteraan atau kepentingan semua anggota-anggota suatu masyarakat.
Teori Tujuan Hukum
Ada beberapa teori yang menyokong mengenai tujuan hukum. Menurut Sulaiman (2019, hlm. 37) beberapa teori tujuan hukum tersebut di antaranya adalah sebagai berikut.
Teori Etis
Teori ini mula-mula dikemukakan oleh Aristoteles dalam “Rhetorica” dan “Ethica Necomachsia”. Teori Ethis (Etis) mengajarkan bahwa hukum semata-mata menghendaki keadilan (Sulaiman, 2019, hlm. 37). Teori ini disebut teori etis sebab menurut teori ini, isi hukum semata-mata harus ditentukan oleh kesadaran etis kita mengenai apa yang adil dan apa yang tidak adil. Dengan kata lain, menurut teori ini, hukum bertujuan untuk mewujudkan keadilan.
Teori ini menurut Prof. Dr. van Apeldoorn adalah berat sebelah, sebab melebih-lebihkan kadar keadilan hukum tanpa cukup memberikan perhatian kepada keadaan yang nyata atau keadaan yang sebenarnya. Hukum yang menetapkan peraturan umum yang menjadi petunjuk untuk orang-orang dalam pergaulan hidup. Jika hukum semata-mata menghendaki keadilan, jadi semata-mata memberi tiap-tiap orang apa yang patut diterimanya, maka tak dapat membentuk peraturan-peraturan umum.
Aristoteles dalam “Rhetorica” membedakan 2 (dua) macam Keadilan, yaitu; Keadilan Distributief “(Justitia distributive-distributive Justice), dan Keadilan Kommutatief “(Justitia communitative, remedial Justice).
- Keadilan Distributief
Keadilan Distributif atau Justitia Distributive/Distributive Justice, adalah keadilan yang memberikan kepada tiap-tiap orang jatah menurut jasanya. Keadilan Distributive ini tidak menuntut supaya tiap-tiap orang mendapat bagian yang sama banyaknya, bukan kesamaan, tetapi ke sebandingan. Jadi keadilan Distributive menuntut supnya setiap orang mendapat apa yang menjadi hak atau jatahnya : suum cuique tribuere (to each his own). - Keadilan Kommutatief
Teori Keadilan Kommutatief atau Justitia Communitative, sering disebut juga sebagai Remedial Justice) adalah keadilan yang memberikan pada setiap orang sama banyaknya dengan tidak mengingat jasa-jasa perseorangan (Sulaiman, 2019, hlm. 41). Keadilan commutatief ini dalam pergaulan manusia dalam masyarakat adalah merupakan kewajiban setiap orang terhadap sesamanya. Jadi keadilan commutataief ini yang dituntut adalah kesamaan. Keadilan ini memegang peranan dalam tukar menukar, pertukaran barang dan jasa, dalam mana sebanyak mungkin harus terdapat persamaan antara apa yang dipertukarkan. Hakim di sini memperhatikan hubungan perseorangan yang mempunyai, kedudukan prosesuil yang sama dengan tidak membeda-bedakan orang (equality before the law).
Teori Utilities
Menurut teori utilities, tujuan hukum semata-mata mengajar apa yang berguna atau bermanfaat (Sulaiman, 2019, hlm. 47). Jeremy Bentham dalam bukunya Introduction to the Principle of Moral legislation mengemukakan bahwa hukum bertujuan untuk menjamin kebehagiaan sebesar-besarnya bagi manusia dalam jumlah sebanyak-banyaknya (the greatest of the greatest number). Dengan lain perkataan tujuan hukum adalah ingin adanya kebahagiaan yang sebanyak-banyaknya pada orang yang sebanyak-banyaknya. Jeremy Bentham tidak memperhatikan unsur keadilan.
Teori Gabungan
Kedua teori tersebut di atas masing-masing berat sebelah. Padahal, hukum itu harus menjamin keadilan dan wajib membawa kegunaan dan kefaedahan dalam masyarakat. Oleh karena itu, untuk menetapkan peraturan-peraturan hukum, tidak dapat disandarkan pada masing-masing teori tersebut di atas, akan tetapi pada kedua teori itu.
Scharassert, Mr. Bellefroid dan van Apeldoorn mencoba menggabungkan kedua tujuan menurut teori Etis dan teori Utilities, dan mengemukakan bahwa kedua-duanya ialah Justitia (keadilan) at Utilitas (manfaat) adalah samasama merupakan terpenting dari hukum.
Teori tersebut oleh Prof. Dr. Achmd Sanusi, S.H. dinamakan “utilitarisme” yang menyatakan bahwa dengan hukum ditujukan tercapainya sebesar-besarnya manfaat, keuntungan/kebahagiaan bagi masyarakat. Mr. Bellefroid mengemukakan bahwa isi hukum harus ditentukan menurut dua asas, yaitu Asas Keadilan dan Asas Kegunaan atau Faedah.
Teori Tujuan Hukum
Menurut Purnadi Purbacarka, S.H. dan Prof. Dr. Soerjono Soekanto, S.H., M.A. Tujuan hukum adalah kedamaian hidup pribadi yang meliputi ketertiban ekstern antar pribadi dan ketenanganintern pribadi.69 Prof. Mr. L.J. van Apeldoorn mengemukakan bahwa; tujuan hukum adalah mengatur pergaulan hidup secara damai. Sementara itu, Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., L.L.M. juga mengatakan bahwa tujuan pokok dan pertama dari hukum adalah ketertiban. Kebutuhan akan ketertiban ini syarat pokok (fundamental) bagi adanya suatu masyarakat manusia yang teratur. Di samping ketertiban tujuan lain dari hukum adalah terdapat keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya menurut masyarakat dan samannya.
Cara Mencapai Tujuan Hukum
Tujuan hukum itu dapat dicapai apabila dapat diseimbangkan antara kepastian hukum dan keadilan, atau keserasian antara kepastian hukum yang bersifat umum atau obyektif dan penerapan keadilan secara khusus yang bersifat subyektif. Untuk mencapai keseimbangan dan keserasian antara kepastian hukum dan keadilan diperlukan beberapa persyaratan, di antaranya adalah adalah sebagai berikut.
- Kaidah hukum, serta penerapannya sebanyak mungkin mendekati citra masyarakat.
- Pelaksana penegak hukum.
- Hukum dapat mengemban tugas sesuai tujuan dan keinginan hukum.
- Masyarakat di mana hukum itu berlaku, taat dan sadar akan pentingnya hukum bagi keadilan dan kesejahteraan serta menghayati akan keinginan hukum demi keadilan. Dalam usaha memenuhi syarat tersebut demi tercapainya keserasian itu fungsi hukum pun berkembang, hukum berfungsi sebagai sarana pendorong pembangunan dan sebagai kritik sosial.
Referensi
- Sulaiman, A. (2019). Pengantar ilmu hukum. Jakarta: UIN Jakarta & YPPSDM Jakarta.
- Yuhelson. (2017). Pengantar ilmu hukum. Gorontalo: Ideas Publishing.