Pengertian Autis

Autis adalah suatu gangguan perkembangan komunikasi, aktivitas imajinasi, dan interaksi sosial yang kompleks (Depdiknas dalam Asrori, 2020, hlm. 97). Sering kali orang-orang menganggap bahwa autisme sama dengan tunagrahita atau keterbelakangan mental. Padahal seseorang dengan gangguan autisme sebetulnya memiliki intelegensi rata-rata dan bahkan sering kali berpeluang memiliki IQ di atas rata-rata (Iswari dalam Asrori, 2020, hlm. 97). Anak autis juga tidak mengalami gangguan organis (fisik organ) pada saraf pusat (otak) seperti pada anak tunagrahita.

Autisme bukanlah gejala penyakit, melainkan terjadinya penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan berbahasa dan kepedulian terhadap sekitar, sehingga anak autisme seperti hidup dalam dunianya sendiri (Yatim dalam Marlina, 2015, hlm. 25). Mudahnya, seseorang dengan gangguan autis sebetulnya sama saja dengan individu lainnya, hanya saja mereka enggan, kesulitan, merasa sangat terganggu hingga mengalami afeksi negatif seperti marah untuk bersosialisasi.

Autis merupakan suatu gangguan perkembangan perpasif, yakni gangguan berat dalam area perkembangan yang ditandai dengan abnormalitas kualitatif dalam interaksi sosial timbal balik, perkembangan bahasa dan perilaku, manifestasinya pada usia dini yaitu pada usia 3 tahun dan pada umurnnya mempengaruhi area perkembangan lainnya.

Sementara itu menurut Sutadi (dalam Marlina, 2015, hlm. 25) autis adalah gangguan perkembangan berat yang mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan berhubungan dengan orang lain. Dengan demikian penyandang autisme mengalami gangguan dalam interaksi sosial seperti komunikasi baik verbal maupun nonverbal, tidak memahami gerak-gerik tubuh, ekspresi muka dan suara mereka pun cenderung datar (Marlina, 2015, hlm. 25).

Menurut Monk (dalam Asrori, 2020, hlm. 97) autis berasal dari kata “autos” yang berarti “aku”. Secara etimologis dapat diinterpretasikan bahwa semua anak yang hanya mampu mengarah pada dirinya sendiri disebut autistik. Pemberian istilah autis ini berawal dari keyakinan dari “keasyikan yang berlebihan” yang terjadi dalam dirinya sendiri. Dengan begitu, autis juga dapat diartikan sebagai individu yang lebih suka menyendiri atau memilik kebahagiaan dengan dunianya sendiri tanpa memedulikan orang lain.

Ciri-Ciri Autis

Saat dilahirkan, anak dengan penyandang autis terlihat sama seperti anak lainnya hingga usia 24-30 bulan. Baru setelah itu, orang tua dapat mengetahui keterlambatan yang ada pada diri anaknya dari keterlambatan berbicara serta keanehan dalam berinteraksi anak yang tidak sama dengan teman-teman sebayanya. Untuk lebih jelasnya, menurut Pratiwi (2017, hlm. 53) ciri-ciri autis adalah sebagai berikut.

  1. Komunikasi
    Kemampuan anak dalam berbahasa umumnya akan mengalami keterlambatan untuk berbicara. Walaupun anak sudah berbicara namun mereka tidak dapat berbicara dengan benar.
  2. Bersosialisasi
    Anak penyandang autis tidak dapat berinteraksi dengan baik bersama teman-teman sebayanya, mereka lebih suka menyendiri dan asik dengan dusnianya serta menghiraukan lingkungan sekitarnya.
  3. Indra
    Anak dengan penyandang autis sangat sensitif dalam hal penciuman, rasa, pendengaran, dan cahaya.
  4. Bermain
    Anak dengan penyandang autis tidak dapat berimajinasi dalam bermain sehingga terkadang mereka tidak dapat memainkan permainannya dengan benar.
  5. Perilaku
    Anak dengan penyandang autis berbeda-beda ada dari mereka yang sangat aktif bahkan ada juga yang pendiam. Kadang anak juga tiba-tiba marah tanpa sebab. Kadang juga mereka sangat memerhatikan suatu benda yang sangat disukai. Autis juga sangat agresif pada dirinya sendiri bahkan kepada orang lain. Mereka juga sangat rutin melakukan hal-hal yang sudah terbiasa dilakukan dan sangat sulit untuk mengubah kebiasaannya, serta ketertarikan atau perilaku yang berulang-ulang.

Klasifikasi Autis

Penyandang autis dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa perilakunya seperti berdasarkan interaksi sosialnya, kemunculan kelainan dan sebagainya. Berikut adalah pemaparan dari klasifikasi autisme.

Klasifikasi Berdasarkan Interaksi Sosial

Berdasarkan interaksi sosialnya, penyandang autis dapat dibagi menjadi tiga jenis, yakni:

  1. Kelompok Menyendiri
    Dengan ciri: a) Menjauh dari orang yang ada di sekitarnya; b) Tidak banyak bicara sulit diajak berkomunikasi. Sehingga perkembangan yang ada pada diri anak hanya sedikit saja; c) Sering kali mereka asyik dengan dunianya sendiri, ketika melakukan sesuatu pasti selalu di ulang-ulang; d) Ketika sedang emosi sering kali mereka kadang melukai dirinya sendiri, menyakiti teman sebayanya, kadang sampai menghancurkan barang di sekitarnya termasuk mainnya sendiri.
  2. Kelompok Pasif
    Dengan ciri-ciri: a) Bisa didapat kontak matanya, bisa bermain dengan teman sebayanya, namun tidak akan mencari temannya sendiri; b) Dalam hal berbicara dapat dikatakan baik meskipun masih agak kurang tepat namun lebih baik dibanding dengan teman sebayanya; c) Mereka lebih cepat dalam merangkai kata walau terkadang masih ada beberapa kata yang kurang dimengerti; d) Pada kelompok ini anak masih bisa dilatih dan diajari dibanding dengan anak yang masih suka menyendiri.
  3. Kelompok Aktif Tapi Aneh
    Dengan ciri: a) Kelompok ini berbeda jauh dari anak yang suka menyendiri atau dapat dikatakan bertolak belakang, karena pada kelompok ini anak lebih cepat berbicara; b) Walaupun sudah bisa berbicara dengan lancar tapi masih ada kata-kata yang kurang dimengerti; c) Sudah mampu dalam berbicara namun kurang akrab dengan teman sebayanya atau tidak banyak berbicara; d) Sering kali mengulang kata-kata yang diucapkan; e) Tidak memiliki kepercayaan sepenuhnya pada teman sebayanya (Nurfadillah, 2021, hlm. 236).

Klasifikasi Berdasarkan Saat Kemunculan Kelainan

Berdasarkan kemunculan kelainannya, penyandang autis dapat dibagi menjadi:

  1. Autis infantil,
    istilah ini digunakan untuk menyebut anak yang memang sudah memiliki kelainan sejak lahir.
  2. Autis fiksasi,
    istilah ini digunakan untuk menyebut anak yang memiliki kelainan setelah berumur dua atau tiga tahun, yang tidak memiliki kelainan sejak lahir (Nurfadillah, 2021, hlm. 236).

Karakteristik Autis

Karakteristik yang dimiliki oleh setiap anak autis amatlah berbeda-beda, bahkan dapat dinyatakan tidak ada yang terlihat spesifik. Namun demikian, secara umum, karakteristik anak autis terbagi menjadi tiga bagian yakni sebagai berikut.

  1. Kemampuan Komunikasi
    Tidak sedikit orang memahami ucapan yang dibicarakan oleh anak autis, mereka suka membeo dan meniru apa yang diucapkan orang lain, berbicara pun bukan untuk berkomunikasi namun berbicara kepada diri sendiri. Gejala yang sering dialami oleh anak penyandang autis yaitu: memiliki keterlambatan dalam bahasanya, sangat senang meniru, memiliki kesulitan dalam berbicara, pura-pura tuli, kadang berbicara namun tidak untuk berkomunikasi walaupun ada orang di sekitarnya. Dari gejala tersebut dapat diartikan bahwa anak penyandang autis mengalami gangguan dalam berkomunikasi baik itu secara verbal ataupun non verbal.
  2. Gangguan Perilaku
    Anak autis cenderung lebih suka menyendiri atau mereka itu lebih asyik dengan dunia mereka sendiri, walaupun di sekitarnya banyak orang, bahkan mereka juga menghiraukan ketika ada orang yang mengajaknya berbicara. Perilaku yang sering ditunjukkan yaitu mereka sering membeo, kadang tertarik tangan orang lain ketika sedang menginginkan sesuatu, acuh tak acuh terhadap lingkungannya. Mereka juga kadang mengamuk ketika tidak mengerti apa yang sedang diinginkan, terkadang muncul juga perilaku yang negatif tanpa sebab. Perilaku itu muncul karena disebabkan anak tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Sering juga ketika anak sedang berinteraksi sosial mereka tidak fokus atau kontak mata yang sulit didapat sehingga menimbulkan interaksi yang tidak baik
  3. Gangguan Interaksi Sosial
    Terjadinya gangguan interaksi sosial pada anak autis kebanyakan dari mereka yang tidak bisa fokus kontak matanya, bahkan ketika dipanggil menghiraukan, mereka lebih senang menyendiri asik dengan dunianya, kadang menjauh ketika didekati. Kemudian ketika anak sedang menginginkan sesuatu keseringan mereka menarik-narik tangan orang yang ada di sekitar untuk memenuhi atau melakukan apa yang mereka inginkan (Dewi dkk, 2018, hlm. 290-292).

Selain karakteristik di atas, anak autis juga memiliki karakteristik gangguan misal emosionalnya anak seperti menangis ataupun tertawa sendiri. Anak autis juga mempunyai gangguan rasa takut yang berlebihan (Irdamurni, 2018, hlm. 94).

Kriteria Autis

Menurut Handojo (dalam Asrori, 2020, hlm. 97-98) beberapa karekteristik dari perilaku autisme pada anak-anak antara lain adalah sebagai berikut.

  1. Bahasa/komunikasi meliputi ekspresi wajah yang datar, bicara sedikit, atau tidak ada, jarang memulai komunikasi, tidak menggunakan bahasa atau isyarat tubuh, tidak meniru aksi atau suara, tampak Tidak mengerti arti kata, mengerti dan menggunakan kata secara terbatas, Intonasi atau ritme vokal yang aneh.
  2. Hubungan dengan orang meliputi tidak responsif, tidak ada senyum sosial, tidak berkomunikasi dengan mata, kontak mata terbatas, tampak asyik bila dibiarkan sendiri, tidak melakukan permainan giliran, menggunakan tangan orang dewasa sebagai alat.
  3. Hubungan dengan lingkungan meliputi bermain repetitif diulang-ulang, marah atau tidak menghendaki perubahan, berkembangnya rutinitas yang kaku, memperlihatkan ketertarikan yang sangat tak fleksibel.
  4. Respons terhadap indera/sensoris meliputi kadang panik terhadap suara-suara tertentu, sangat sensitif terhadap suara, bermain-main dengan cahaya dan pantulan, memainkan jari-jari di depan mata, menarik diri ketika disentuh, tertarik pada pola dan tekstur tertentu, sangat ini aktif atau hiperaktif, sering kali terlihat memutar-mutar, membentur-bentur kepala, menggigit pergelangan, melompat-lompat atau mengkepak-kepakan tangan, merespons aneh terhadap nyeri.
  5. Kesenjangan perkembangan perilaku-perilaku meliputi kemampuan mungkin sangat baik atau sangat terlambat, mempelajari keterampilan di luar urutan normal, misalnya membaca tapi tak mengerti arti, menggambar secara rinci tapi tidak dapat mengancing baju, pintar mengerjakan puzzle, tapi amat sukar mengikuti perintah, berjalan pada usia normal, tetapi tidak berkomunikasi, lancar membeo suara, tetapi sulit berbicara dari diri sendiri, suatu waktu dapat melakukan sesuatu, tapi tidak di lain waktu.

Ketentuan yang terperinci lagi dan paling sering digunakan adalah yang didefinisikan oleh WHO World Health Organization yang terdapat dalam ICD-10 International Classification of Diseases edisi ke 10 dan The DSM-IV Diagnostic statical manual,edisi ke-4 yang dikembangkan oleh APA American Psychiatric Association. Kriteria dalam ICD-10 adalah sebagai berikut.

KelNoGejalaJumlahKeterangan
1AInteraksi sosial tidak memadaiMinimal 2 gejala
Kontak mata sangat kurang
Ekspresi mata kurang hidup
Gerak-gerik yang kurang tertuju
Menolak untuk dipeluk
Tidak menengok kalau dipanggil
Menangis dan tertawa tanpa sebab
Tidak tertarik pada mainan
Bermain dengan benda yang bukan mainan
BTidak bermain dengan teman sebaya
CTidak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain
DKurangnya hubungan sosial dan emosional yang timbul balik
2ABerbicara terlambat atau sama sekali tidak berkembang, bahasa isyarat tidak berkembangMinimal 1 gejala
BBila bicara, bicaranya tidak dipakai untuk berkomunikasi
CSering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang
DCara bermain kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang bisa meniru
3AMempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang khas dan berlebihanMinimal 1 gejala
BTerpaku pada satu kegiatan yang ritualis dan rutinitas yang digunakan misalnya makan dicium dulu
CAda gerakan yang aneh dan diulang-ulang
DSeringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda
Jumlah

Sumber: WHO dalam Asrori (2020, hlm. 99).

Penyebab Autis

Menurut Nakita (dalam Dewi dkk, 2018, hlm. 290) gangguan autis dapat disebabkan dari empat faktor, yakni sebagai berikut.

  1. Faktor pertama adalah faktor genetik (keturunan).
  2. Faktor prenatal, yakni faktor di mana saat ibu sedang hamil bisa jadi terinfeksi olehi virus TORCH.
  3. Faktor neonatal, yaitu proses waktu ibu melahirkan lalu mengalami sebuah permasalahan.
  4. Faktor pascanatal, di mana pada faktor ini terjadi pada lingkungan anak setelah lahir.

Penanganan Autis

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa sejatinya autis bukanlah sebuah penyakit melainkan sebuah gangguan atau kelainan sosial. Untuk dapat membantu mengurangi perilaku yang tidak baik pada anak yang dapat membantu yaitu seorang guru pendamping autis dan seorang terapis. Semakin dini seorang anak yang ditangani, maka hasilnya pun akan lebih baik. Setiap anak bantuan yang berbeda-beda, salah satunya anak membutuhkan perhatian dan pendidikan yang khusus sesuai dengan kondisi anak.

Model layanan pada anak autis terbagi menjadi dua bagian antara lain sebagai berikut.

  1. Layanan pendidikan awal, yaitu program terapi intervensi serta program terapi penunjang.
  2. Layanan pendidikan lanjutan yaitu kelas transisi, program pendidikan inklusi, program pendidikan terpadu, dan sekolah luar biasa.

Referensi

  1. Asrori. (2020). Psikologi pendidikan pendekatan multidisipliner. Banyumas: Pena Persada.
  2. Irdamurni. (2018). Memahami Anak Berkebutuhan Khusus. Jawa Barat: Goresan Pena.
  3. Marlina. (2015). Asesmen anak berkebutuhan khusus (pendekatan psikoedukasional). Padang: UNP Press.
  4. Nurfadillah, S. (2020). Pendidikan inklusi. Sukabumi: Jejak Publisher.
  5. Rosmala, D., Inayatillah, Yulliyana, R. (2018). Pengalaman orang tua dalam mengasuh anak autis di kota banda aceh. Jurnal Psikologi, 3(2).
  6. Pratiwi, Shinta. (2017). Psikologi anak berkebutuhan khusus. Semarang: University Press.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *