Pengertian Hukum Agraria

Hukum agraria adalah berbagai kaidah yang mengatur hubungan antara orang dengan bumi, air, ruang udara, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya (Hartanto, 2022, hlm. 144). Di Indonesia, hukum agraria diatur dalam Undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok agraria yang sering disingkat UUPA.

Dalam Pasal 1 angka 4 dan, dan Pasal 56 UUPA, menjelaskan bahwa agraria merupakan segala hal yang mencakup, bumi (permukaan bumi (tanah), tubuh bumi, tubuh bumi yang ada di bawah air; air (air laut dan air pedalaman); dan ruang angkasa (yakni semua ruang angkasa yang ada di atas bumi). Dengan demikian,  dapat disimpulkan, bahwa hukum agraria merupakan seperangkat aturan yang mengatur segala hal atau seluk beluk mengenai bumi, air dan ruang angkasa (Napitupulu & Widyani, 2022, hlm. 4).

Undang-undang UUPA lahir pada 24 September 1960. Bumi, air. Ruang udara, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya merupakan karunia tuhan kepada bangsa Indonesia. Menurut pasal 33 ayat (3) UUD 1945, bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dan dikuasai negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat.

Dalam hak tersebut negara diberi wewenang untuk melakukan penguasaan (Pasal 2 UUPA), artinya negara mempunyai kewenangan (kewajiban) untuk mengelola bumi, air, ruang udara dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk kesejahteraan umum atau rakyat.

Akan tetapi, hak demikian tidak memberikan wewenang kepada negara sebagai pemilik bumi, air, ruang udara, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, melainkan untuk mengelola dengan segala daya upaya agar tercipta kemakmuran masyarakat luas. Oleh karena itu, negara akan bertindak selaku organisasi kekuasaan tertinggi dari rakyat.

Selanjutnya menurut Soebekti & Tjitrosoedibio (dalam Napitupulu & Widyani, 2022, hlm. 4), hukum agraria (agrarisch dan recht) merupakan keseluruhan ketentuan hukum, baik perdata, tata negara maupun tata usaha negara, yang mengatur hubungan-hubungan antara orang, termasuk badan hukum dengan bumi, air, dan ruang angkasa di seluruh wilayah negara, serta mengatur juga wewenang yang bersumber dari hubungan tersebut.

UUPA

UUPA merupakan undang-undang yang bersifat nasionalis, yakni pemberlakuannya secara nasional, di mana seluruh WNI menggunakan undang-undang ini. Hal mendasar dari sifat nasionalisnya tersebut dirumuskan dalam UUPA, yakni sebagai berikut.

  1. Wilayah Indonesia yang terdiri dari bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya merupakan satu kesatuan tanah air rakyat Indonesia yang bersatu sebagai Bangsa Indonesia.
  2. Bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada Bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional, sehingga kekayaan tersebut harus dipelihara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
  3. Hubungan antara bangsa Indonesia dengan bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya bersifat abadi, sehingga tidak dapat diputuskan oleh siapa pun.
  4. Kedudukan negara sebagai organisasi kekuasaan dari bangsa dan rakyat Indonesia diberi wewenang untuk menguasai bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
  5. Hak ulayat sebagai hak masyarakat hukum adat diakui keberadaannya. Pengakuan tersebut disertai syarat bahwa hak ulayat tersebut masih ada, serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
  6. Subjek hak yang mempunyai hubungan sepenuhnya dengan bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya ialah WNI tanpa dibedakan asli dan tidak asli. Pada prinsipnya, badan hukum tidak mempunyai hubungan sepenuhnya atau yang penuh terhadap alam yang terkandung di dalamnya.
  7. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan (Napitupulu & Widyani, 2022, hlm. 2).

Ruang Lingkup Hukum Agraria

Ruang lingkup hukum agraria termasuk air, tanah dan ruang angkasa yang akan dijelaskan sebagai berikut.

  1. Bumi (tanah)
    Yakni bumi di bawah serta yang berada di bawah air termasuk permukaan bumi yang ada di daratan dan permukaan bumi yang ada di bawah air.
  2. Air
    Adalah air yang terdapat di dalam dan atau berasal dari sumber-sumber air baik terdapat di atas maupun di bawah permukaan tanah tetapi tidak termasuk air laut.
  3. Ruang angkasa
    Adalah ruang yang meliputi daratan, lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah yang sebagai tempat makhluk hidup mengadakan aktivitas (Hartanto, 2022, hlm. 145).

Jenis Hak atas Tanah

Hartanto (2022, hlm. 146) menjelaskan bahwa terdapat jenis-jenis hak atas tanah yang diatur dalam hukum agraria yang di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Hak milik,
    adalah hak turun-temurun yang terkuat dan terpenuh terhadap kepemilikan tanah dan dapat beralih atau dialihkan. Terjadinya hak milik dari peralihan hak, pewarisan dan penetapan pemerintah. Sedangkan hapusnya hak milik dikarenakan oleh pencabutan hak oleh negara, penyerahan sukarela dari pemiliknya, ditelantarkan, ataupun pemiliknya kehilangan kewarganegaraan.
  2. Hak guna usaha,
    untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu tertentu guna untuk perusahaan pertanian perikanan peternakan. Luas tanah yang dapat diberikan dengan hak guna usaha paling sedikit 5 hektar dan paling luas 25 atau lebih, dan salah satu syarat agar dapat diberikan hak guna usaha harus mempunyai investasi (penanaman modal). Jangka waktu hak guna usaha adalah 25 tahun dan bagi pengusaha yang membutuhkan waktu lama dapat diberi jangka waktu selama 35 tahun dengan dapat diperpanjang selama 25 tahun. Pihak yang bisa mempunyai hak guna usaha yaitu warga negara Indonesia dan badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
  3. Hak guna bangunan,
    adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah yang bukan miliknya dalam jangka waktu paling lama 30 tahun. Adapun hapusnya hak guna bangunan adalah telah berakhirnya jangka waktu, dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak terpenuhi, dilepas pemegangnya sebelum waktunya berakhir, dihentikan demi kepentingan umum, ditelantarkan tanahnya musnah, dan kehilangan kewarganegaraan Indonesia.
  4. Hak pakai,
    adalah hak untuk menggunakan atau memungut hasil dari tanah yang di kuasai langsung oleh negara atau milik orang lain dengan jangka waktu yang tertentu.
  5. Hak sewa,
    adalah hak untuk menggunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan dengan membayar sewa kepada pemiliknya.
  6. Hak tanggapan,
    merupakan hak atas tanah yang diperoleh berdasarkan suatu perjanjian autentik atas suatu bidang tanah yang disebut sebagai perjanjian pertanggungan atau penjaminan. Hak ini akan di hapus apabila perjanjian pokoknya dihapus.

Sumber Hukum Agraria

Sumber-sumber hukum agraria dibagi dalam dua (2) jenis, yaitu sumber-sumber yang tertulis dan sumber-sumber yang tidak tertulis. Beberapa sumber-sumber hukum agraria tertulis di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
  3. Peraturan-peraturan pelaksana UUPA.
  4. Peraturan-peraturan bukan pelaksana UUPA yang dikeluarkan sesudah tanggal 24 September 1960 karena suatu masalah yang perlu diatur.
  5. Peraturan-peraturan lama yang untuk sementara masih berlaku, sesuai dengan ketentuan pasal-pasal peralihan (Napitupulu & Widyani, 2022, hlm. 5).

Sedangkan yang masuk dalam sumber-sumber hukum agraria yang tidak tertulis di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Hukum adat yang sesuai dengan ketentuan Pasal 5 UUPA, yaitu yang: tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara; Berdasarkan atas persatuan bangsa; Berdasarkan atas sosialisme Indonesia; Berdasarkan peraturan-peraturan yang tercantum dalam UUPA; dan peraturan perundangan-undangan lainnya; Mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.
  2. Hukum kebiasaan yang timbul sesudah berlakunya UUPA, yaitu yurisprudensi dan praktik administrasi (Napitupulu & Widyani, 2022, hlm. 6).

Referensi

  1. Hartanto. (2022). Pengantar ilmu hukum. Medan: Umsu Press.
  2. Napitupulu, D.R.W.,& Widyani, I.D.A. (2022). Buku materi pembelajaran hukum agraria. Jakarta: UKI.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *