Pengertian Hukum Internasional

Hukum internasional sebagai himpunan kaidah-kaidah dan asas-asas tindakan yang mengikat bagi negara-negara yang beradab dalam hubungan mereka, antara yang satu dengan yang lainnya (Bierly, dalam Hartanto, 2022, hlm. 139). Definisi tersebut merupakan pengertian hukum internasional secara tradisional.

Menurut Hartanto, 2022, hlm. 139) ada dua pengertian hukum internasional didalam sejarah yang pernah dikemukakan, yaitu pengertian yang bersifat tradisional dan pengertian yang bersifat kontemporer. Pengertian yang bersifat tradisional merupakan definisi yang dikemukakan lebih dulu dari pada pengertian yang kontemporer. Perbedaan utama di antara kedua definisi ini terletak pada pandangan masing-masing mengenai siapa saja yang merupakan subjek hukum Internasional.

Adapun definisi tradisinal menekankan bahwa subjek hukum Internasional yaitu pendukung hak dan kewajiban hukum Internasional terdiri dari negara-negara. Umumnya ditemukan dalam karya – karya standar tentang hukum internasional masa lalu.

Secara historis, hukum internasional dalam pengertian tradisional merupakan definisi sempit yang hanya memusatkan diri pada negara-negara sebagai subjek hukum ini muncul karena pada masa lalu memang hanya negara-negara memang merupakan satu-satunya aktor di dalam hubungan internasional.

Sementara itu, berbeda dari definisi tradisional, definisi yang bersifat kontemporer mengakui entitas-entitas lain sebagai subjek hukum internasional selain negara.  Definisi kontemporer yang bersifat komprehensif mengenai hukum internasional antara lain dikemukakan oleh Starke (dalam Hartanto, 2022, hlm. 140) yang berpendapat bahwa hukum internasional merupakan aturan-aturan perilaku yang mengikat Negara-negara, mengatur berfungsinya organisasi-organisasi internasional, mengatur hubungan organisasi internasional yang satu dengan yang lainnya, mengatur hubungan organisasi internasional dengan negara-negara individu, serta aturan-aturan hukum tertentu yang bertalian dengan individu dan satuan-satuan bukan negara, sejauh hak dan kewajiban mereka merupakan kepentingan masyarakat internasional.

Definisi yang bersifat kontemporer tersebut dikemukakan dalam situasi di mana hubungan internasional tidak lagi dijalankan oleh negara-negara secara eksklusif. Jika dikaitkan dengan perkembangan di dalam hubungan internasional maka definisi yang bersifat kontemporer inilah yang lebih tepat mencerminkan realitas ekstensi hukum internasional pada masa sekarang ini. Lantas sebetulnya ada subjek apa lagi selain negara dalam hukum internasional? Berikut adalah pemaparannya.

Subjek-Subjek Hukum Internasional

Meskipun suatu negara tatap merupakan yang paling utama, ia bukan lagi satu-satunya subjek hukum internasional. Berikut ini tinjauan singkat terhadap entitas-entitas yang dianggap subjek hukum internasional yang merupakan pendukung hak dan kewajiban berdasarkan hukum internasional.

Negara-Negara

Sejatinya, Negara-negara yang kita ada dan diakui oleh Negara lain merupakan konsep yang abstrak. Akan tetapi, konsep tersebut dipertegas oleh berbagai pengakuan dan legalitas lain yang menaunginya. Misalnya, menurut konvensi Montevidio 1933, sebagai subjek hukum internasional, sebuah negara harus memiliki kualifikasi sebagai berikut.

  1. Memiliki penduduk yang tetap.
  2. Memiliki wilayah tertentu.
  3. Memiliki pemerintahan.
  4. Memiliki kemampuan mengadakan hubungan dengan negara lain.

Dalam hukum internasional, kualifikasi keempat merupakan yang paling penting. Suatu entitas akan diakui sebagai negara yang layak memiliki personalitas internasional serta menjadi subjek hukum internasional apabila ia dapat berfungsi secara independen, akan tetapi masih dapat berpengaruh dan berhubungan dengan negara lain.

Takhta Suci Vatikan

Takhta suci Vatikan merupakan entitas yang tidak memiliki kualifikasi sebagai negara. Hal tersebut karena Ia tidak memiliki penduduk maupun wilayah yang representatif. Akan tetapi, sebagai sebuah sistem struktural keagamaan (Katolik), penduduknya merupakan umat katolik yang tersebar di berbagai negara. Pemerintah dan wilayahnya memiliki karakteristik yang berbeda dari negara pada umumnya.

Dengan demikian entitas ini bisa memiliki hak dan kewajiban terbatas di organisasi internasional, seperti halnya negara pada umumnya. Dalam bidang diplomatik entitas ini pun bisa mengirimkan utusan (nuncius) maupun menerima utusan dari negara lain. Oleh karena itu, Vatikan juga dapat menjadi subjek hukum internasional.

Organisasi Internasional

Organisasi internasional merupakan organisasi yang keanggotaannya melintasi batas-batas negara. Ada dua golongan besar organisasi internasional, yakni organisasi internasional nonpemerintah (international no- governmental organizational / INGO) dan organisasi internasional antarpemerintah (intergovernmental organization/IGO) (Hartanto, 2022, hlm. 142).

Meski bersifat internasional, INGO didirikan berdasarkan hukum nasional suatu negara, sehingga ia lebih merupakan subjek hukum nasional tempat ia didirikan ketimbang subjek hukum internasional. Berbeda dari INGO, IGO didirikan berdasarkan perjanjian antar negara sehingga secara umum IGO yang dianggap sebagai subjek hukum internasional, contoh antara lain ialah PBB, ASEAN, OKI, OPEC, OUA, EU, NATO, dan sebagainya.

Secara lebih lengkap IGO adalah organisasi internasional yang memiliki karakteristik sebagai berikut.

  1. Dibentuk berdasarkan perjanjian internasional.
  2. Keanggotaannya terdiri dari Negara-Negara.
  3. Memiliki secretariat.
  4. Tunduk pada ketentuan hukum internasional (Hartanto, 2022, hlm. 142).

ICRC (International Committee Of The Red Cross)

International committee of the red cross sesungguhnya merupakan organisasi internasional non-pemerintah (INGO) sehingga tidak termasuk kualifikasi sebagai subjek hukum internasional (Hartanto, 2022, hlm. 142). Organisasi ini tidak didirikan di bawah hukum Negara Swiss. Ia juga tidak memiliki keanggotaan berupa negara-negara. Akan tetapi, secara historis organisasi memainkan peranan penting di dalam hukum perang (Hukum Humaniter) sehingga dalam makna yang terbatas ia dianggap sebagai subjek internasional.

Individu atau Manusia Pribadi

Individu atau manusia pribadi tentu saja merupakan subjek hukum nasional nasional dari Negara-negara, berdasarkan prinsip-prinsip yurisdiksi. Mungkinkah individu juga secara langsung memikul hak dan kewajiban berdasarkan hukum internasional? Dengan kata lain, dapatkah individu menjadi subjek hukum internasional di samping ia menjadi subjek hukum nasional? di dalam hukum internasional modern, secara terbatas individu bisa menjadi subjek hukum internasional.

Kemungkinan untuk meletakkan individu sebagai subjek hukum internasional merupakan perkembangan baru yang secara khusus tampak jelas di bidang hukum pidana internasional. prinsip yang sekarang cukup jelas ditegaskan adalah bahwa seseorang individu memikul pertanggung jawaban pidana secara pribadi di depan hukum internasional (international individual criminal responsibility) atas tindakan-tindakan yang dikategorikan sebagai kejahatan internasional berat.

Prinsip pertanggung jawab individu ini ditegaskan melalui mahkamah Militer Nuremberg yang dibentuk pada akhir perang dunia kedua untuk mengadili tokoh – tokoh Nazi yang dikategorikan sebagai penjahat perang. Argumentasi dalam peradilan itu bahwa individu tidak terikat oleh ketentuan hukum internasional ditolak. Mahkamah menyatakan bahwa para terdakwa harus memikul pertanggungjawaban secara individual atas kejahatan perang yang mereka lakukan.

Belakangan prinsip pertanggungjawaban individual ini dikuatkan oleh PBB melalui penyusunan Nuremberg Principle dan semakin ditegaskan di dalam praktik internasional. Kemungkinan untuk membebankan kewajiban hukum internasional secara langsung kepada individu melalui mekanisme Individual Responsibility, maka diikuti secara konsisten di dalam mahkamah-mahkamah kejahatan internasional yang dibentuk belakangan, baik yang bersifat ad hoc maupun bersifat permanen.

Sumber Hukum Internasional

Sumber-sumber hukum internasional dapat dilihat pada pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional, yaitu:

  1. Perjanjian internasional (traktat/treaty).
  2. Kebiasaan internasional.
  3. Asas-asas umum hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab.
  4. Keputusan-keputusan hakim dan ajaran para ahli hukum internasional dari berbagai negara sebagai alat tambahan untuk menentukan hukum.

Referensi

  1. Hartanto. (2022). Pengantar ilmu hukum. Medan: Umsu Press.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *