Pengertian Hukum Pajak

Hukum pajak adalah himpunan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah dan wajib-wajib pajak dan antara lain mengatur siapa-siapa dalam hal apa dikenakan pajak (objek pajak), timbulnya kewajiban pajak, cara pemungutannya, cara penagihannya dan sebagainya (Kansil, dalam Hartanto, 2022, hlm. 135). Sederhananya,  hukum pajak adalah berbagai peraturan yang melindungi persoalan perpajakan.

Pajak sendiri dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 ayat 1, adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Sementara itu menurut Soemitro (dalam Mardiasmo, 2018, hlm. 1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Selanjutnya Hartanto (2022, hlm. 135) menjelaskan bahwa arti pajak dapat dibagi menjadi dua unsur, di mana yang pertama adalah iuran wajib kepada negara, dan kedua tidak mendapatkan prestasi langsung yang akan dijelaskan sebagai berikut.

  1. Iuran wajib kepada Negara.
    Prinsipnya pajak dipungut dari masyarakat dan dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk lain, maka dengan dasar itu negara bisa melakukan pemaksaan kepada wajib pajak untuk memenuhi kewajiban.
  2. Prestasi tidak langsung.
    Prestasi pajak merupakan prestasi tidak langsung, artinya setelah wajib pajak memenuhi kewajibannya tidak akan mendapat prestasi (balas jasa) secara langsung, akan tetapi akan mendapatkan balasan jasa dalam bentuk lain seperti hak menikmati hasil pembangunan.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hukum pajak adalah berbagai peraturan yang mengatur pemenuhan kontribusi iuran wajib kepada Negara antara pemerintah dan wajib-wajib pajak yang bersifat memaksa dan tidak mendapatkan imbalan secara langsung akan tetapi mendapatkan prestasi tidak langsung demi kesejahteraan bersama.

Asas Pajak

Salah satu kaitan terkuat hukum dengan pajak mungkin salah satunya adalah berbagai prinsip atau asas dalam melaksanakan pemungutannya. Berkaitan dengan hal tersebut, menurut Saragih (dalam Hartanto, 2022, hlm. 135) pajak mempunyai asas-asas tertentu, dan asas-asas pemungutan pajak di Negara kita itu di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Asas Tempat Tinggal
    Artinya negara tempat wajib pajak berkediaman di manapun didapatnya.
    Menurut asas ini wajib pajak yang berdomisili di Indonesia akan dikenakan pajak atas semua penghasilan yang diperoleh dari Indonesia atau di luar negeri.
  2. Asas Sumber
    Artinya pemungutan pajak didasarkan atas sumber penghasilan berada berhak memungut pajak tanpa memperlihatkan di mana wajib pajak berdomisili.
  3. Asas Nasionalitas
    Artinya menghubungkan pengenaan pajak dan pemungutannya dengan kebangsaan Indonesia bertempat tinggal Indonesia membayar pajak asing.

Sistem Pemungutan Pajak

Terdapat beberapa macam sistem pemungutan pajak yang digunakan oleh Pemerintah. Menurut Hartanto (2022, hlm. 136) beberapa sistem pemungutan pajak di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Official Assessment
    Artinya besar kecilnya pajak yang harus dilunasi oleh wajib pajak ditentukan oleh fiskus. Wajib pajak bersifat pasif dan sebaliknya fiskus bersifat aktif dialah yang akan menentukan pajak terutang. Sistem ini memiliki ciri-ciri: a) wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus; b) wajib pajak bersifat pasif; c) utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
  2. Self Assessment System
    Artinya yang berwenang menghitung besarnya pajak terutang oleh inspeksi pajak diserahkan kepada wajib pajak sendiri. Wajib pajak yang aktif baik mulai menghitung maupun menyetor dan melaporkan kepada inspeksi pajak.
  3. Withholding System
    artinya penghitungan besarnya pajak terutang dilakukan pihak ketiga.
  4. Semi Self Assessment
    Sistem ini berarti wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada kedua belah pihak yaitu wajib pajak dan fiskus.

Kewajiban Wajib Pajak

Sebagai wajib pajak, seseorang mempunyai kewajiban sebagai berikut.

  1. Memberi keterangan lisan atau tertulis untuk waktu yang ditunjuk, berupa keterangan atau hal – hal yang berkaitan dengan dirinya sebagai wajib pajak yang termuat dalam SPPT (surat pemberitahuan pajak terutang).
  2. Memperlihatkan buku-buku dan bukti-bukti pembayaran (Hartanto, 2022, hlm. 137).

Hak Wajib Pajak

Seseorang atau badan hukum sebagai wajib pajak mempunyai hak-hak sebagai berikut.

  1. Mengajukan atau meminta pembetulan, pengurangan, dan pembebasan pajak.
  2. Mengajukan keberatan atas suatu penetapan pajak.
  3. Mengajukan banding ke majelis pertimbangan pajak apa bila keberatan atas suatu keputusan terhadap besarnya pajak terutang dan surat tagihan susulan.
  4. Meminta restitusi pajak, pemindahbukuan setoran pajak ke pajak lain atau ke tahun berikutnya.
  5. Mengajukan gugatan atas pembocoran rahasia oleh petugas pajak atas diri wajib pajak yang menimbulkan kerugian.

Sumber Hukum Pajak

Dalam hukum pajak sebagai bagian dari ilmu hukum, hukum pajak tidak mengenal sumber hukum yang tidak tertulis. Hal ini berdasarkan pengertian hukum pajak, bahwa kaidah hukum pajak hanya ada karena tertulis dan tidak boleh dilakukan secara kebiasaan.

Dengan demikian, kebiasaan yang juga merupakan salah satu sumber hukum tidak termasuk sebagai sumber hukum dalam hukum pajak (Saidi, 2018, hlm. 4). Namun demikian, sebagai sumber hukum dasar nasional yang menjiwai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan sehingga memegang peranan penting dalam kemajuan sumber hukum tertulis.

Di mana Pancasila sebagai alat untuk menguji sumber-sumber hukum tertulis, apakah bertentangan atau tidak dengan Pancasila sebagai dasar hukum tertinggi di Indonesia. Sehingga dengan demikian Pancasila sebagai dasar untuk menentukan benar tidaknya substansi hukum yang terkandung dalam setiap sumber-sumber hukum pajak yang bersifat tertulis adalah sebagai berikut.

  1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945).
  2. Perjanjian Internasional.
  3. Yurisprudensi di bidang Pajak.
  4. Doktrin di bidang perpajakan (Saidi, 2018, hlm. 4).

Jenis Hukum Pajak

Menurut Brotodihardjo, secara umum Hukum pajak dapat dibedakan menjadi dua, yakni hukum pajak material dan hukum pajak formal.

Hukum pajak material memuat norma-norma yang menerangkan mengenai:

  1. Keadaan, perbuatan-perbuatan, dan peristiwa-peristiwa hukum yang harus dikenai pajak (Objek pajak) atau disebut juga tatbestand.
  2. Siapa-siapa yang harus dikenai pajak (subyek pajak/wajib pajak); dan
  3. Berapa besarnya pajak.

Di samping itu termasuk di dalamnya juga:

  1. Peraturan-peraturan yang memuat kenaikan-kenaikan, denda-denda;
  2. Peraturan-peraturan yang memuat hukuman-hukuman terhadap ketentuan perpajakan;
  3. Peraturan-peraturan tentang tata cara pembebasan dan pengembalian pajak;
  4. Peraturan-peraturan tentang hak mendahului dari fiscus.

Adapun yang dimaksud dengan hukum pajak formal adalah serangkaian norma yang mengatur cara untuk menjelmakan Hukum pajak material menjadi suatu kenyataan. Artinya keberadaan hukum pajak formil menyesuaikan dengan kebutuhan yang dikehendaki untuk berlakunya hukum pajak materil.

Agar hukum pajak materil dapat berlaku efektif maka hukum pajak formil harus ada. Hukum pajak formal antara lain mengatur:

  1. Pendaftaran objek pajak dan wajib pajak;
  2. Pemungutan pajak;
  3. Penyetoran pajak;
  4. Pengajuan keberatan;
  5. Permohonan banding;
  6. Permohonan pengurangan dan penundaan pembayaran, dan lain sebagainya.

Referensi

  1. Hartanto. (2022). Pengantar ilmu hukum. Medan: Umsu Press.
  2. Mardiasmo. (2018). Perpajakan. Yogyakarta: Andi.
  3. Saidi, M.D. (2018). Pembaruan hukum pajak (edisi terbaru). Depok: Rajawali Pers.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *